Sejarah mushaf Al-Qur’an di Indonesia menyebutkan bahwa kemunculan mushaf standar sebagai acuan bermula dari kebutuhan tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an akan Master Mushaf sebagai pedoman. Usai diselenggarakannya musyawarah kerja (Muker) selama sembilan kali, muncullah Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia (MASI) dengan berbagai ‘varian’-nya.
Ada 4 unsur utama yang menjadi spesifikasi MASI. Sementara pada unsur rasm, MASI tidak melakukan tarjih al-riwayat sebagaimana mushaf lain di beberapa negara di dunia, tetapi mengadopsi seluruh kaidah, baik milik Abu ‘Amr al-Daniy (w. 444 H.) maupun Abu Dawud Sulaiman (w. 496 H.).
Oleh karenanya jika pembaca sekalian membuka MASI secara langsung, tidak akan dijumpai penjelasan tarjih atau afiliasi mazhab rasm seperti yang dilakukan Mushaf Madinah (terafiliasi mazhab Abu Dawud) atau Mushaf al-Jamahiriyyah Libya (terafiliasi mazhab Al-Daniy). Penjelasan yang ada terkait rasm boleh jadi hanya pada tulisan nusikha ‘ala al-rasm al–’utsmaniy yang berisi informasi umum.
Meski begitu, kajian yang telah dilakukan oleh Zainal Arifin Madzkur menyebutkan bahwa kaidah-kaidah rasm yang dianut oleh MASI dari total persentase yang ada, condong kepada milik Al-Daniy, bukan Abu Dawud. Hingga praktis, mushaf turunan MASI -yang dicetak dan ditashih mengikutinya- memiliki afiliasi mazhab rasm yang sama.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana mazhab Al-Daniy dapat menjadi acuan kaidah baku rasm Al-Qur’an? Tulisan singkat kali ini akan membahas tentang faktor apa saja yang menyebabkan pembakuan rasm Al-Daniy dalam mushaf-mushaf di Indonesia.
Kemiripan terhadap Penulisan Arab Konvensional
Seperti yang telah jamak diketahui, afiliasi mazhab rasm mushaf hari ini mengerucut pada dua imam besar, Al-Daniy dan Abu Dawud. Keduanya sering disebut dengan syaikhani fi al-rasm, layaknya Al-Bukhariy dan Muslim dalam hadis dan Al-Rafi‘iy dan Al-Nawawi dalam fikih. Kendati keduanya memiliki hubungan guru-murid, kaidah-kaidahnya tidak jarang mengalami perbedaan.
Dari perbedaan-perbedaan yang ada, kaidah dalam rasm Al-Daniy cenderung memiliki kemiripan dengan cara penulisan bahasa Arab konvensional, sehingga jarang memunculkan problem kesulitan yang cukup berarti. Seperti penulisan kata shirath dalam QS. Al-Fatihah [1] ayat 6 dan 7, kata-kata yang mengikuti bentuk mif‘al seperti mirats (QS. Ali Imran [3]: 180) dan bentuk fu‘lan seperti bunyan (QS. Shaf [61]: 4), dan beberapa bentuk jamak seperti abshar, shawa‘iq, azwaj, yang semuanya menggunakan alif sebagai ganti fathah berdiri.
Baca juga: Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia dalam Diskursus Rasm Mushaf Indonesia
Rendahnya Tingkat Pengetahuan Rasm
Faktor kemiripan kaidah rasm Al-Daniy terhadap penulisan Arab konvensional menjadi alasan yang cukup kuat bagi penerapan kaidah Al-Daniy dalam MASI. Pasalnya kajian mengenai rasm terbilang cukup baru bagi masyarakat Indonesia.
Ahmad Fathoni menyebutkan bahwa meningkatnya angka kajian rasm baru dimulai usai diselenggarakannya Muker sembilan kali dari tahun 1974 hingga 1983. Dari Muker ini pula aplikasi rasm dalam penulisan MASI menjadi semakin digiatkan. Terbukti dari beberapa pembenahan penulisan kata yang tidak mengikuti kaidah pada MASI cetakan 1983 disesuaikan dengan kaidah pada MASI cetakan 2002.
Sebelumnya, kebanyakan penulisan mushaf tidak mengacu kaidah rasm yang ada, dengan pengecualian pada beberapa kata yang telah familier ditulis demikian, seperti al-shalah dan al-zakah dengan menggunakan wawu sebagai ganti alif, seperti dapat dilihat pada kebanyakan mushaf-mushaf kuno Nusantara.
Oleh karenanya, penggunaan kaidah yang lebih mendekati penulisan Arab konvensional seperti milik Al-Daniy dirasa lebih cocok dengan background akademik masyarakat yang tidak cukup kuat terkait dengan ilmu rasm, atau bahkan disiplin ilmu Al-Qur’an dan bahasa Arab secara umum.
Baca juga: Eksklusivitas Kajian Rasm di Masa Sekarang, Sebuah Rahmat atau Laknat?
Pemilihan Al-Itqan Sebagai Acuan
Selain dua faktor yang telah disebutkan sebelumnya, satu faktor lagi yang memiliki andil cukup besar terhadap pembakuan kaidah Al-Daniy adalah pemilihan kitab Al-Itqan karya Al-Suyuthiy sebagai acuan penyusunan MASI.
Mengapa hal ini bisa berdampak pada pembakuan kaidah Al-Daniy? Karena seperti yang telah penulis ulas pada tulisan yang lalu, Perbedaan Rasm Al-Daniy dan Al-Suyuthiy, Berikut Penjelasannya, kaidah Al-Suyuthiy disusun dengan merujuk karya Al-Daniy, yaitu Al-Muqni‘. Sehingga secara tidak langsung kaidah yang digunakan dalam MASI adalah kaidah milik Al-Daniy.
Kesimpulan
Pemilihan rasm Al-Daniy sebagai acuan penulisan rasm mushaf tak lepas dari beberapa faktor. Antara lain kemiripan dengan penulisan bahasa Arab konvensional, rendahnya pengetahuan rasm di kalangan masyarakat, dan kitab Al-Itqan yang dijadikan sebagai acuan penulisan. Masing-masing darinya bermula dari plot-plot tertentu dalam sejarah permushafan Indonesia di masa lalu yang membentuk kausa bagi kelahiran produk mushaf Al-Qur’an Indonesia hari ini. Wallahu a‘lam bi al-shawab.
Baca juga: Jejak Manuskrip Al-Qur’an Nusantara dan Problem Penulisan Rasm Imla’i