BerandaTafsir TematikMakna al-‘Ashr Menurut Syekh Mutawalli asy-Sya’rawy

Makna al-‘Ashr Menurut Syekh Mutawalli asy-Sya’rawy

Menurut Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, dalam Tafsir Juz ‘Amma (hal. 520), sumpah-Nya adalah al-‘ashr, dan muqsam ‘alaih/jawab al-qasam-nya adalah manusia merugi kecuali beriman dan beramal saleh serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Dalam surah Al’ashr [103]: 1-2, yang berbunyi,

وَالْعَصْرِۙ  اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan العصر  pada ayat tersebut?

Makna al-‘Ashr Menurut Syekh Asy-Sya’rawy

Kata “ashr” itu sendiri, menurut Syekh asy-Sya’rawi, dalam kitab Tafsir Juz ‘Amma (hlm. 520-521) bila diucapkan secara umum, maka maknanya adalah waktu salat asar. Inilah yang tergambar di benak manusia saat disebutkan kata ashar.

Makna ashar terkadang berpindah dari makna khusus, yaitu waktu antara zuhur dan magrib saja, menjadi makna “waktu” yang berlangsung sehari semalam yang tidak lepas dari kewajiban salat di dalamnya, yakni “salat asar”. Karena waktu yang berlangsung tersebut dalam bahasa Arab disebut juga dengan istilah ashar.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Ashr: Waktu yang Hilang Tidak Akan Kembali Lagi

Selain itu, kata ashar juga dapat berpindah pada makna yang lebih luas dari dua makna yang telah disebutkan di atas. Ia dapat bermakna “suatu waktu yang meliputi siang secara menyeluruh atau waktu yang meliputi malam secara menyeluruh”.

Ada juga makna lainnya yang mengartikan bahwa ashar lebih luas dari pada yang telah disebutkan di atas, yakni waktu siang dan malam yang meliputi bilangan minggu, dan bilangan bulan, yang di dalamnya memiliki karakter tersendiri, seperti masa kebodohan, masa kedatangan (kejayaan) Islam, masa Bani Umayyah, masa Bani Abbasiyah, dan masa kemajuan yang membentuk zaman modern.

Dengan demikian,  ashar dapat diartikan dengan “salat” pada waktu tersebut (salat asar), atau ashar adalah “waktu” untuk melaksanakan salat asar tersebut (waktu asar), atau “masa” yang terdiri dari siang dan malam, atau terdiri dari beberapa minggu, beberapa bulan, tapi waktu itu erat kaitannya dengan sebuah peristiwa tertentu, berikut dengan peradabannya. Semisal saat menyebutkan ashr/masa jahiliyyah, atau masa kebodohan, masa kebangkitan, masa Umawiyyah, masa peradaban. (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 521).

Jadi, menurut Syekh asy-Sya’rawi, kata ashar dapat dipahami dengan tiga makna di atas.

Argumen dari Masing-masing Pendapat Makna Al-‘Ashr

Setelah memaparkan perbedaan makna ashar, Syekh asy-Sya’rawi melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, dengan makna ashar yang manakah Allah Swt. bersumpah? Selanjutnya, beliau memaparkan masing-masing argumen dari masing-masing pendapat mengenai makna ashar di atas. Berikut adalah paparan secara detailnya.

Salat Asar

Bila dipahami dengan makna yang pertama, yaitu salat asar, maka ulama memahaminya dengan pentingnya salat asar berdasarkan firman Allah Swt. dalam Q.S. Albaqarah [2]: 238, yang berbunyi:

حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ

Peliharalah semua salat dan salat wustha.

(Tafsir Juz ‘Amma, 521-524).

Sedangkan menurut Imam Muqatil, sebagaimana dikutip oleh Syekh al-Alusy dalam kitab tafsirnya yang berjudul Ruh al-Ma’any, bahwa Allah Swt. bersumpah dengan “salat asar”, karena keutamaan yang terkandung di dalam salat tersebut. Hal ini, menurut beliau karena salat asar adalah yang dimaksud oleh Allah dengan salat wustha dalam Q.S. Albaqarah [2]: 238, menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama. (Tafsir Ruh al-Ma’any, Juz. 15, 457).

Baca Juga: 3 Kriteria Keberuntungan Seseorang dalam Surat Al-Ashr Ayat 1-3

Waktu Asar

Pemahaman kedua dari makna ashr yaitu waktu asar atau sore. Kenapa waktu asar atau sore begitu penting bagi Allah hingga dijadikan sebagai sarana sumpah?

Jawabannya, menurut Syekh asy-Sya’rawi, masih dalam kitab Tafsir Juz ‘Amma, karena waktu asar tiba di ujung hari, dimana kebanyakan manusia sedang tersibukkan oleh pekerjaannya, yang menjadikan mereka terkalahkan oleh waktu mereka sendiri, sehingga Allah Swt. lebih menekankan waktu tersebut dengan sumpah-Nya, “والعصر”.

Selain dari pada itu, menurut beliau, waktu asar merupakan waktu dimana manusia mengevaluasi hasil kerja/amal perbuatan hariannya dari pagi hingga sore. Apakah kerja/amal perbuatannya sudah maksimal dan mendatangkan manfaat? Atau, hanya membuang-buang waktu dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna!?

Oleh karena itu, hal ini selaras dengan sumpah dalam firman-Nya, “والعصر”. Maksudnya, “demi waktu asar”, yakni waktu dimana manusia dapat mengintrospeksi/mengevaluasi hasil kerja/amal perbuatan yang telah kalian perbuat. Maka, tentu berbahagia bagi mereka yang telah meraih manfaat dari waktu yang telah berlalu. Dan sebaliknya, bagi mereka yang selalu membuang-buang waktu, maka tentu akan bersedih dan menyesal. (Tafsir Juz ‘Amma, 524).

Sedangkan menurut Imam Qatadah, sebagaimana dikutip oleh Syekh al-Alusy dalam Ruh al-Ma’any, bahwa Allah Swt. bersumpah dengan “waktu asar” karena Nabi Adam as. diciptakan pada waktu tersebut di hari Jumat. (Tafsir Ruh al-Ma’any, Juz. 15, 457).

Baca Juga: Mutawalli As-Sya’rawi: Mufasir Kontemporer dari Mesir

Masa atau Waktu

Pemahaman terakhir dari ashr adalah masa dari kehidupan manusia. Masa kehidupan manusia itu bersifat pasang surut. Ada masa permulaan dan ada pula masa kepunahan. Satu peradaban bangkit, berkembang, maju dan berjaya, kemudian hancur dan punah. Tegaknya satu peradaban mengisyaratkan bahwa dia memiliki sendi-sendi kehidupan. Kemudian kepunahan dan kehancurannya mencerminkan bahwa ia memiliki unsur-unsur kepunahan. Kalaulah peradaban itu berdiri dan terus berkembang, tentu dia tidak akan pernah berakhir. (Tafsir Juz ‘Amma, 524).

Sedangkan menurut Ibnu Abbas ra., sebagaimana dikutip oleh Syekh al-Alusy, bahwa Allah bersumpah dengan “masa”, karena di dalamnya terdapat berbagai macam keajaiban. Sehingga menurut beliau, seakan Allah bersumpah dengan “masa” untuk mengingatkan manusia akan berbagai nikmat maupun siksa yang diberikan oleh-Nya, sehingga ia akan bersiap-siap untuk mendapatkan kerugian ataupun keberuntungan. (Tafsir Ruh al-Ma’any, Juz. 15, 458).

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai manakah yang dimaksud dengan makna al-‘ashr di atas, Syekh asy-Sya’rawy, kemudian memberikan sebuah kesimpulan, bahwasannya dengan tiga pemahaman makna ‘ashr di atas (salat asar, waktu asar, atau masa), maka Allah telah menempatkan alasan-alasan yang logis dalam pentingnya ‘ashr itu. Seakan-akan Dia berkata, “Tunjukkan pemahaman ‘ashr mana pun, pasti semuanya menopang empat prinsip yang menyebabkan manusia sukses dan berjaya, sebagaimana yang akan Aku paparkan berikut ini.” (Tafsir Juz ‘Amma, 524-525).

Wallahu a’lamu bish shawab.

Muhammad Ryan Romadhon
Muhammad Ryan Romadhon
Wisudawan Angkatan Pertama Ma’had Aly Ponpes Al-Iman Bulus Purworejo Jawa Tengah Takhassus Tafsir wa Ulumuhu dan Redaktur Bilqolam Al-Iman Bulus
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Hijrah ala Ratu Bilqis: Berani Berubah dan Berpikir Terbuka

Hijrah ala Ratu Bilqis: Berani Berubah dan Berpikir Terbuka

0
Islam terus menjadi agama dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Menurut laporan Pew Research Center, populasi muslim global diproyeksikan meningkat sekitar 35% dalam 20 tahun,...