Al-Quran beberapa kali menceritakan kisah Nabi Adam dan Hawa yang tinggal di surga. Sebagian terdapat pada QS al-Baqarah, yaitu ayat 30 hingga ayat 37 mengenai rencana Allah menjadikan manusia sebagai khalifah dan diakhiri dengan diturunkannya Nabi Adam dan Hawa ke bumi. Penyebabnya adalah Nabi Adam dan Hawa melanggar ketentuan Allah untuk tidak mendekati buah khuldi.
Kisah ini juga diceritakan dalam QS. al-A’raf 20-22. Meskipun menceritakan hal serupa, Al-Quran punya maksud tertentu dalam menceritakannya secara berulang. Dengan penceritaan yang berbeda, terdapat hikmah-hikmah baru di dalamnya. Pada tiga ayat tersebut, diceritakan bahwa ketika Nabi Adam dan Hawa mencicipi buah khuldi, terbukalah aurat Nabi Adam dan Hawa. Lantas bagaimana hubungan antara makan buah khuldi dengan terbukanya aurat? Berikut ayat dan penafsiran mengenainya:
فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِن سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَٰذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَن تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ (20)
وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ (21) فَدَلَّاهُمَا بِغُرُورٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ الْجَنَّةِ ۖ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ
.(22) أَنْهَكُمَا عَن تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُل لَّكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka berdua agar menampakkan aurat mereka (yang selama ini) tertutup. Dan (setan) berkata, ‘Tuhanmu hanya melarang kamu berdua mendekati pohon ini agar kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga). Dia (setan) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya aku ini benar-benar termasuk para penasihatmu. Dia (setan) membujuk mereka dengan tipu daya. Ketika mereka mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah oleh mereka auratnya, maka mulailah mereka menutupinya dengan daun-daun surga. Tuhan menyeru mereka, ’Bukankah Aku telah melarang kamu dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS. al-A’raf [7]: 20-22).
Baca juga: Tafsir al-Azhar: Nabi Adam, Benarkah dari Surga Diturunkan di Sumatera (Pulau Swarna Dwipa)?
Tafsir surah al-A’raf ayat 20-22
Al-Asfihani dalam al-Mufradāt fi Ghārib al-Qur’ān (hal. 869) menjelaskan bahwa yang dimaksud al-waswasah (bisikan) adalah bersitan buruk dalam hati, yakni suara-suara yang dipermanis dan bisikan yang samar.
Mengenai tafsir ayat tersebut, Ali al-Shabuni dalam Safwah al-Tafāsir (hal. 374) memberi penjelasan bahwa setan membisikkan kepada Nabi Adam dan Hawa dengan suara yang samar untuk memperdaya keduanya, agar memakan buah dari pohon yang dilarang, sehingga akan tampak aurat keduanya yang selama ini tertutup. Setan membisiki Nabi Adam dan Hawa bahwa alasan Tuhan melarang memakan buah dari pohon ini adalah karena Tuhan tidak ingin Nabi Adam dan Hawa menjadi malaikat atau orang yang kekal selamanya di surga. Bahkan setan bersumpah atas nama Allah mengenai hal ini, sehingga bisa menipu keduanya.
Al-Tabari menambahkan, berdasarkan riwayat dari Qatadah (Jāmi’ al-Bayān, juz 12, hal. 351), setan menguatkan lagi sumpahnya dengan perkataannya “Sesungguhnya aku diciptakan sebelum kalian berdua dan aku lebih tahu daripada kalian berdua. Ikutilah nasihatku, maka kalian akan mendapat petunjuk.” Karena bisikan disertai sumpah yang mengatasnamakan Allah itulah, setan berhasil melakukan tipu daya terhadap Nabi Adam dan Hawa.
Al-Qurthubi berkomentar dengan menyitir riwayat dari Ibnu Abbas bahwa setan berhasil menipu Nabi Adam dan Hawa dengan sumpahnya. Nabi Adam menyangka bahwa tidak ada makhluk pun yang bersumpah atas nama Allah padahal dia berbohong. (Tafsir al-Qurthubi, juz 7, hal. 180). Ini menunjukkan bahwa setan akan melakukan segala cara untuk melakukan tipu daya terhadap manusia. Bahkan dengan mengatasnamakan Allah untuk memperkuat kebohongannya.
Maka ketika Nabi Adam dan Hawa mencicipi buah khuldi, terbukalah aurat masing-masing dari keduanya yang membuat mereka malu. Kemudian Nabi Adam dan Hawa mengambil dedauanan dan dengan segera menempelkan daun-daun untuk mereka gunakan menutupi aurat. Wahb bin Munabbah berkata bahwa pakaian Nabi Adam dan Hawa adalah sebuah cahaya yang menutupi kemaluan keduanya, di mana satu sama lain tidak dapat saling melihat aurat masing-masing (Jāmi’ al-Bayān, juz 12, hal. 355).
Setelah kejadian tersebut, Allah berseru kepada Nabi Adam dan Hawa sebagai bentuk peringatan dan teguran, “Bukankan aku telah memperingatkan kalian mengenai pohon itu dan memberitahukan kalian untuk memusuhi setan yang terkutuk?” Diriwayatkan bahwa Allah berfirman, “Bukankah telah dibebaskan memilih bagimu seluruh dedaunan di dalam surga ini daripada hanya satu pohon tersebut?” Nabi Adam menjawab, “Demi kemuliaan Engkau, benar. Tetapi aku sama sekali tidak menyangka akan ada makhluk Engkau yang bersumpah atas nama-Mu padahal dia berbohong”. Lalu Allah berfirman “Maka demi kemuliaanku, aku benar-benar akan menurunkanmu ke bumi kemudian kamu tidak akan hidup kecuali dengan bekerja keras.”
Menurut Abu Bakar al-Jazā’iri dalam kitabnya Aisar al-Tafāsīr, kisah tersebut mempunyai poin-poin penting, yang umumnya dilihat dari segi hukum: 1) senjata iblis yang digunakan untuk memerangi anak keturunan Nabi Adam tidak lain adalah dengan bisikan-bisikan dan memperindah sesuatu yang buruk. 2) ketetapan mengenai permusuhan setan terhadap manusia. 3) sebuah larangan menunjukkan pada keharaman kecuali terdapat qarinah yang menunjukkan kemakruhan hal tersebut. 4) kewajiban menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan adalah sama. dan 5) kebolehan bersumpah dengan nama Allah, hanya untuk sesuatu yang benar.
Baca juga: Ibrah Kisah Nabi Adam Memakan Buah dan Bencana dari Kerusakan Alam
Penutup
Berdasarkan penafsiran beberapa ulama di atas, kita dapat menyoroti setidaknya dua poin penting dari QS. al-A’raf [7]: 20-22 sebagai berikut: Pertama, usaha setan dengan menggunakan segala cara untuk melakukan tipu daya kepada Nabi Adam dan anak keturunannya hingga hari kiamat. Oleh karena itu, hendaknya kita menjadikan setan sebagai sebenar-benarnya musuh dengan tidak mempercayai apa pun yang dibisikannya, bahkan ketika bersumpah dengan nama Allah sekalipun.
Kedua, pelanggaran Nabi Adam dan Hawa yaitu mencicipi buah khuldi menyebabkan terbukanya aurat keduanya. Ini adalah makna denotasi. Sedangkan makna konotasi dari hal tersebut adalah ketika manusia melanggar larangan Allah yang disimbolkan dengan pelanggaran yang dilakukan Nabi Adam dan Hawa ketika mencicipi buah khuldi. Sebuah pelanggaran menyebabkan manusia merasa malu kepada Allah. Kemudian dengan segala upaya, ia berusaha menutupi kesalahan itu dengan memohon ampun kepada Allah yang ini disimbolkan dengan Nabi Adam dan Hawa yang menutupi auratnya dengan daun-daun surga. Wallahu a’lam bissawab
Baca juga: Nilai Kesetaraan Hingga Evaluasi Diri; Qiraah Maqashidiyah Kisah Nabi Adam