Ada satu ungkapan populer yang dituturkan oleh Quraish Shihab dalam Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, “Cinta tanah air adalah bagian dari iman (hubb al-watan min al-iman).” Namun sekarang ini, rasa cinta tanah air mengalami krisis. Krisis rasa cinta tanah air adalah masalah bersama yang terus mendapatkan perhatian serius sampai hari ini.
Selain kerena kurangnya semangat belajar sejarah kebangsaan, keadaan semakin keruh karena kehadiran beberapa kelompok yang sengaja ingin menelanjangi rasa cinta tanah air. Tentu saja, mereka yang pengetahuan agamanya masih dangkal akan mudah dicuci otaknya. Kelompok ini biasanya menyasar kaum muda yang sedang dan baru belajar agama.
Baca juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 144: Cinta Tanah Air Itu Fitrah Manusia
Makna cinta tanah air di balik doa Ibrahim AS
Nabi Ibrahim AS adalah pribadi yang memiliki kecintaan tinggi terhadap tanah airnya. Walaupun ketika itu tanah kelahiran Nabi Ibarahim AS masih sepi, tandus, sunyi dan tidak ada rasa aman. Bukti rasa cinta tanah air Nabi Ibrahim AS dapat dilihat dalam QS. Al Baqarah [2]: 126:
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَ ٰهِـۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَـٰذَا بَلَدًا ءَامِنࣰا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَ ٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِیلࣰا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥۤ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِیرُ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Wahai Tuhanku, jadikanlah (Mekah) ini negeri yang aman sentosa dan berilah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Doa Nabi Ibrahim AS untuk keamanan Mekah dan kesejahteraan rakyatnya yang diceritakan dalam QS. Al Baqarah [2]: 126 di atas adalah ungkapan rasa cinta Nabi Irahim AS terhadap tanah airnya. Dalam Tafsir al-Maraghi dijelaskan, yang dimaksud dengan “aman” dalam doa Nabi Ibrahim AS adalah aman dari berbagai bencana alam seperti banjir, gemba bumi, tanah longsor dan lain-lain.
Baca juga: Surat Maryam Ayat 96: Rasa Cinta Adalah Buah dari Iman dan Amal Saleh
Selain berdoa agar diberikan keamanan, Nabi Ibrahim AS juga berdoa untuk kesejahteraan penduduk Mekah dari berbagai macam buah-buahan. Lebih tegas lagi, Shibab dalam Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an menjelaskan bahwa ayat ini mengisyaratkan pentingnya setiap muslim berdoa untuk keamanan tempat tinggalnya, dan agar penduduknya memperoleh kesejahteraan rezeki yang melimpah. Lalu, apakah ini masih kurang untuk membuktikan kecintaan Nabi Ibrahim AS terhadap tanah airnya?
Ketika Muhammad SAW merindukan Mekah
Momen kecintaan Nabi Muhammad SAW terhadap tanah airnya diabadikan dalam Al-Quran QS. Al Baqarah [2]: 144:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Sungguh Kami melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya. Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Mengomentari ayat ini, Bisri Mustofa dalam Tafsir al-Ibriz menegaskan bagaimana rasa cinta tanah air seorang Muhammad SAW yang begitu tinggi. Ketika Nabi hijrah ke Madinah, arah kiblat dialihkan ke Bayt al-Muqaddas. Namun setelah enam belas atau tujuh bulan lamanya, Nabi rindu kampung halamannya, Mekah dan juga Ka’bah. Pada akhirnya Allah SWT merestui keinginan Nabi dan mengembalikan arah kiblat menghadap Ka’bah seperti sedia kala. Peralihan arah kiblat ini sempat mendapat kecaman dari orang-orang Musyrik waktu itu. Dari sini, terlihat seolah Bisri Mustofa ingin menyampaikan sebuah pesan yang bernada pertanyaan; jika Nabi saja sangat mencintai tanah airnya, lalu bagaimana dengan kita selaku umatnya? Bukankah semestinya kitapun mencintai tanah air kita, Indonesia ini?
Baca juga: Surah Al-Baqarah Ayat 129: 3 Harapan Nabi Ibrahim Untuk Figur Nabi Muhammad saw
Rasa cinta tanah air Nabi juga terekam dalam Sahih Muslim. Dikisahkan bahwa sebelum Nabi hijrah ke Madinah dan beranjak meninggalkan Mekah, dari atas tunggangannya beliau mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya engakau (Mekah) adalah bumi Allah yang paling aku cintai. Seandainya bukan yang bertempat tinggal di sini mengusirku, niscaya aku tidak akan meninggalkanmu.”
Suatu waktu, Ashil al-Ghifari, salah seorang sahabat Nabi selesai melakukan perjalanan dari kota Mekah. Sebelum pulang ke rumahnya di Madinah, ia terlebih dulu mampir dan sowan ke dhalem Nabi. Sesampainya di sana, Sayyidah Aisyah menyambut kedatangan Ashil. “Ceritakan kepadaku wahai Ashil, bagaimana kondisi Mekah saat ini?” tanya Aisyah. Ashil menjawab, “Aku menyaksikan betapa Mekah sekarang sudah sangat subur dan aliran sungainya bening.”
Nabi yang ketika itu berada di dalam kamar segera menimpali percakapan Ashil dan Aisyah. “Coba ulangi Ashil, bagaimana kondisi Mekah saat ini?” pinta Nabi. Mendengar permintaan Nabi, Asyil segera menjawab, “Demi Allah ya Rasulallah, Mekah tumbuh subur dengan tanaman-tanamannya, tampak hijau dan sejuk dengan aliran sungainya.” Mendengar jawaban itu, Nabi menatap jauh ke luar rumahnya. Sebuah tatapan kerinduan akan tanah kelahiran. “Cukup, jangan membuatku tambah bersedih,” Nabi meminta Ashil untuk tidak meneruskan ceritanya. Kisah haru ini diceritakan oleh al-Azraqi dalam Akhbar Makkah wa Ma Ja’a fiha min al-Atsar.
Pelajaran apa yang bisa dipetik?
Cinta tanah air yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW di atas memberikan satu pelajaran berharga; bahwa cinta tanah air harus diwariskan kepada anak cucu, dari generasi ke generasi berikutnya. Sebagai penerus dari eyangnya, Nabi Ibrahim AS, Nabi Muhammad SAW pun memiliki kecintaan yang sama pada Mekah yang menjadi tanah kelahirannya. Karena itu, ajaran dari dua nabi ulul ‘azmi ini jelas sekali sudah mengkonsep sedemikian rupa nilai-nilai cinta tanah air dan nasionalisme.
Istilah cinta tanah air dan nasionalisme memang belum dikenal pada masa Nabi Ibrahim AS, bahkan sampai masa Nabi Muhammad SAW pun belum dikenal. Akan tetapi, ungkapan doa yang dimunajatkan Nabi Ibrahim AS dan kerinduan Nabi Muhammad SAW pada Mekah, tidak lain adalah bukti nyata dari karakter nasionalis serta cinta tanah air. Karakter inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga negara, terurama kita warga negara Indonesia. Karakter ini pula yang menjadi kunci dalam mewujudkan sebuah negeri yang tayyibatun wa rabbun ghafur.
Cinta tanah air memang harus terus dan selalu dikampanyekan di tengah-tengah gerilya “di balik layar” kelompok fundamentalis pengusung gagasan transnasional. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memperbanyak tulisan-tulisan tentang nilai, ajaran dan semangat cinta tanah air menurut Islam (Al-Qur’an, hadis dan sejarah). Wallahu a’lam.