BerandaTafsir TematikMengapa Surat al-Insyiqaq Baik Dibaca Ibu Hamil? Simak Penjelasannya

Mengapa Surat al-Insyiqaq Baik Dibaca Ibu Hamil? Simak Penjelasannya

Surat al-Insyiqaq pada masa Nabi dikenal dengan surat idzâ insyaqqat as-Samâ’. Dalam beberapa kitab tafsir dan mushaf, nama surat ini kemudian dipersingkat menjadi al-Insyiqaq. Adapun tema dari surat ke-83 ini, al-Biqâi mengatakan bahwa al-Insyiqâq adalah surat yang menjelaskan lebih rinci akhir surat sebelumnya (al-Muthaffifîn), yakni balasan  nikmat dari Allah bagi para hambaNya yang beriman dan patuh, juga balasan siksa bagi hambaNya yang ingkar. Surat ini dalam perhitungan ulama Makkah, Madinah dan Kuffah terdiri dari 25 ayat, sedangkan menurut perhitungan ulama Basrah terdapat 23 ayat.

Surat al-Insyiqaq oleh sebagian masyarakat diyakini sebagai surat yang baik dibaca seorang perempuan ketika hamil, karena dirasa mampu memperlancar saat persalinan serta untuk kebaikan bayi dan ibunya.

Ayat 1-5 ; Kepatuhan Bumi dan Langit pada Allah

اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْۙ. وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْۙ . وَاِذَا الْاَرْضُ مُدَّتْۙ , وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْۗ

Lima ayat di awal surat al-Insyiqaq, dalam Tafsir al Misbah dijelaskan, Allah ingin menunjukkan bahwa langit dan bumi sangatlah patuh pada-Nya. Langit yang damai dengan kekokohannya tanpa tiang, bumi yang luas dengan lapangnya, ketika Allah perintahkan untuk langit meruntuhkan dirinya, maka akan runtuhlah langit. Begitupun kelapangan dan keluasan bumi, ketika Allah perintahkan memuntahkan segala isi yang ada dalam perutnya, maka akan hancur gunung yang menjadi pasaknya -saling berbenturan. Langit dan Bumi dalam ayat ini seakan digambarkan hidup, yang penuh kepatuhan pada Rabb-Nya.

Kata adzinat yang terbentuk dari kata udzun memiliki arti telinga sebagai indra pendengaran. Ayat ini menggunakan kata adzinat  dimaksudkan adalah patuh. Seseorang yang mendengarkan dengan baik, tentu akan patuh, sebagaimana kepatuhan langit dan bumi pada Tuhannya.

Pembukaan ayat ini yang dimulai dari kepatuhan Langit dan Bumi, mengingatkan sebagaimana pada awal semua makhluk termasuk manusia menyatakan kepatuhan pada Rabb-nya (baca QS. Fushshilat [41] : 11). Ketika membaca awal surat ini, kemungkinan besar pengharapan agar  anak yang dikandung seorang perempuan hamil,  memiliki kepatuhan pada Allah, sebagaimana kepatuhan langit dan bumi pada-Nya. Ketika membacanya, berdoalah, dan memintalah untuk kepatuhannya pada Allah.


Baca juga: Ingin Punya Keturunan Yang Saleh? Amalkan 3 Doa Nabi Ibrahim Ini


Ayat 6-15; Kabar Pemberian Kitab melalui Tangan Kanan dan Balik Punggung

Sepuluh ayat selanjutnya berbicara tentang balasan, dan penghakiman. Sepuluh ayat ini memperingatkan bahwa antara satu hamba dengan satu hamba lainnya tidak sama. Ada yang menerima kitabnya melalui tangan kanannya, ada juga yang menerima dari balik punggungnya.

يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ اِنَّكَ كَادِحٌ اِلٰى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلٰقِيْهِۚ فَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖۙ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيْرًاۙ وَّيَنْقَلِبُ اِلٰٓى اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًاۗ

Ibnu Asyûr mengartikan kata kadih, dan kadhan, yakni bersungguh-sungguh hingga letih dalam melakukan kegiatan. Menurutnya, manusia dalam bekerja pada dasarnya melihat untuk hari esoknya, bahkan masa depannya. Karena itulah ayat di atas seakan menyatakan bahwa usaha manusia di dunia akan berlanjut akhirnya bertemu Allah. Kata kadhih dan kadhan memberi gambaran perjalanan manusia menuju Allah. Kehidupan di dunia dengan tujuan hidup di akhirat. Manusia mau atau tidak, pasti akan berakhir usahanya dengan kematian dan pertemuan dengan Allah.

Dalam ayat di atas dijelaskan, bahwa ada hamba yang menerima kitab nya melalui tangan kanan. Kata al-Yamîn berarti kanan, namun nenurut Quraish Shihab juga memiliki arti kekuatan. Kebahagiaan, dan keberkatan. Simbol kanan dalam agama adalah lambang kebajikan dan keberuntungan, begitupun dalam ayat di atas menjelaskan penghuni surga disebutkan dengan sebutan  ash-hâb al-yamin (kelompok kanan).

Selanjutnya, selain pemberian kitab melalui tangan kanan, kitab juga diberikan pada sebagian hamba melalui balik punggungnya.

وَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ وَرَاۤءَ ظَهْرِهٖۙ فَسَوْفَ يَدْعُوْا ثُبُوْرًاۙ وَّيَصْلٰى سَعِيْرًاۗ اِنَّهٗ كَانَ فِيْٓ اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًاۗ اِنَّهٗ ظَنَّ اَنْ لَّنْ يَّحُوْرَ ۛ بَلٰىۛ اِنَّ رَبَّهٗ كَانَ بِهٖ بَصِيْرًاۗ

Kecelakaan bagi seorang hamba yang menerima kitab dari balik punggungnya. Adalah ia yang tidak sama sekali memiliki perhitungan tentang akhirat. Ayat ini tidak harus dipertentangkan dengan ayat al-Quran lainnya yang mengatakan bahwa ada hamba yang menerima kitab dari tangan kirinya. Ada sebagian ulama yang mengatakan, bisa jadi seorang hamba menerima kitab dari balik punggungnya menggunakan tangan kirinya. Ada pula yang berpendapat, bahwa seseorang yang menerima kitab dari balik punggungnya adalah dari bagian kelompok muslim yang durhaka. Sedangkan yang menggunakan tangan kiri, adalah orang hamba yang kafir.

Dari dua macam penerimaan kitab di hari kemudian nanti, ketika membaca ayat-ayat ini diharapkan ibu hamil memohon untuk calon bayinya, agar termasuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang menerima kitab melalui tangan kanannya.


Baca Juga: Hikmah Membaca Surat Maryam bagi Ibu Hamil


Ayat 16-19; Tingkatan yang Dilalui Manusia dalam Perjalanan Hidup

فَلَآ اُقْسِمُ بِالشَّفَقِۙ وَالَّيْلِ وَمَا وَسَقَۙ وَالْقَمَرِ اِذَا اتَّسَقَۙ لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍۗ

Dari ayat 16-19 ini, yang menjadi perdebatan para ulama adalah tentang arti, latarkabunna thabaqan ‘an thabaq. Perbedaan ini menurut Quraish Sihab dikarenakan banyaknya makna latarkabunna dan thabaq. Kata rakib  yang menjadi dasar kata la tarkabunna,yang mulanya memiliki makna ‘mengendarai’, secara majazi memiliki arti mengalahkan,menguasai, mengikuti, menelusuri, mengatasi, meninggi, dan selalu bersama. Sedangkan, kata Thabaq, mengandung makna persamaan sesuatu atau situasi yang lain, baik yang bertumpuk atau tidak.

Jabir Ibn Abdillah memahami kalimat di atas sebagai situasi kematian, kebangkitan, dan kebahagiaan atau kesengsaraan. Ibnu Abbas memahami kalimat tersebut sebagai ancaman menyangkut hari Kiamat, yakni situasi yang suli setelah situasi sulit sebelumnya.

Sedangkan al-Biqâi, memahami kalimat tersebut sebagai perjalanan setiap manusia yang bertingkat. Dari tingkat dalam perut ibu, kemudian lahir ke bumi dalam keadaan bayi, menyusu, disapih, kemudian remaja, dewasa, tua dan pikun, hingga meninggalkan dunia menuju Barzakh. Dibangkitkan dari kubur, digiring ke Padang Mahsyar, di hisab, melawati shirat, hingga akhirnya surga, atau neraka.

Berbeda, Sayyid Quthub memaknai kalimat tersebut, bahwa manusia akan mengalami sebuah situasi satu menuju situasi lain yang telah digariskan. Situasi tersebut yang dilukiskan olehnya sebagai kendaraan, dan semua manusia akan dibawa oleh kendaraannya pada arah yang ditetapkan yang pada akhirnya akan menemui Tuhannya, sebagaimana ayat-ayat terdahulu.

Membaca berbagai pendapat di atas, penulis sedikit menyimpulkan, bahwa pembacaan surat al-Insyiqaq untuk ibu hamil sebagai bentuk permohonan kepada Allah agar anak yang dikandungnya diberikan situasi-situasi (kendaraan) yang baik, ketetapan yang baik, dengan keimanan dan perjumpaan yang sempurna dengan Tuhannya kelak di akhirat.

Baca juga: Inilah Enam Makna Doa dalam Al-Quran

Ayat 20-25; Siksa Allah Pedih bagi Hamba yang Ingkar, dan Pahala Tiada Putus Bagi Hamba Beriman.

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَۙ وَاِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْاٰنُ لَا يَسْجُدُوْنَ ۗ ۩ بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَۖ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا يُوْعُوْنَۖ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍ

Enam ayat penutup surat al-Insyiqaq ini mengingatkan kembali akan siksaan pedih bagi hamba yang ingkar, enggan bersujud pada-Nya, dan mendustakan ayat Al-Quran. Sebaliknya, pahala tak terputus bagi yang beriman serta beramal saleh.

Kata yukadzibûn dan yu’ûn, disamping bermakna kesinambungan juga bermakna  seakan sikap buruk itu tampak mereka lakukan. Dan penggunaan kata kerja masa lampau pada kata amanû dalam ayat terakhir tersebut mengisyaratkan bahwa apa yang dikerjakan mereka di dunia akan berlanjut hingga setelah kematian. Kata mamnun yang menutup surat ini, bermakna putus yang berakar dari kata manna, jadi ghairu mamnûn, berarti ganjaran yang tidak putus-putus. Bisa juga terambil dari minnah yang memiliki arti ganjaran yang tidak disebut-sebut. Kurang lebih seperti itu penjelasan Quraish Shihab.

Dari enam ayat terakhir ini, seakan memberikan gambaran pada setiap yang membacanya, khusunya ibu hamil, untuk mengabarkan pada anak yang dikandungnya, bahwa ada hamba yang mendapat siksa, juga hamba yang mendapat pahala yang tidak terputus. Tentu, ketika masa kehamilan seorang ibu sudah memasuki empat bulan, hendaknya seringlah berinteraksi dengan anak dalam kandungannya dengan membaca Al-Quran. Karena pembentukan diri seorang anak salah satunya dimulai sejak ia dalam kandungan ibunya. Selain itu, perbanyaklah berdo’a dan berdzikir ketika kandungan mulai empat bulan, qada dan qadar nya mulai diberikan.

Wawwahu a’lam bissowâb

Ulya Nurir Rahmah
Ulya Nurir Rahmah
Pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...