BerandaTokoh TafsirMengenal Bey Arifin dan Tafsir Samudera Al-Fatihah

Mengenal Bey Arifin dan Tafsir Samudera Al-Fatihah

Bey Arifin dengan karyanya, Samudera Al-Fatihah telah mencatatkan namanya sebagai salah satu tokoh tafsir di Indonesia. Karya tafsirnya juga telah meramaikan keragaman model dan corak tafsir Indonesia yang lahir saat itu. Keputusan sang pengarang untuk hanya membahas atau menafsirkan satu surah saja, yaitu surah Al-Fatihah menguatkan tesis bahwa Al-Fatihah itu memang istimewa dan Al-Quran itu luas sekali kandungannya. Berikut penjelasan tentang Bey Arifin dan karyanya.

Baca Juga: Mengenal Kitab Tafsir Indonesia yang Lahir dari Ruang Akademik

Biografi Bey Arifin

Bey Arifin Lahir di desa Parah Lawek, kecamatan Tilatang, Sumatera Barat pada tanggal 26 September 1917 M, atau  sekitar tanggal 9 1335 H. Ibunya bernama Siti Zulaikha, dan ayahnya bernama Muhamad Arif. Karena beliau lahir dari keluarga masyarakat minang, dimana kebiasaan dari masyarakat minang tidak langsung memberi nama anak yang baru lahir, maka beliau di awal kelahirannya diberi nama Buyung, yang artinya anak laki-laki. Karena ibunya berasal dari suku Tanjung, ditambahkanlah nama depan Tanjung, sehingga menjadi Buyung Tanjung. Selain nama itu, beliau juga sering dijuluki oleh keluarganya dengan nama Buyung Kepuyuak.

Berkat perjuangan dari ayahnya, beliau kemudian masuk sekolah umum tingkat dasar yang pada saat itu bernama FolkSchool. Beliau menempuh pendidikan ini selama tiga tahun. Akan tetapi, waktu selama tiga tahun itu belum cukup bagi Bey Arifin untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan. Beliau kemudian meneruskan sekolahnya ke tahap dua di Velvolgschool. Pada saat yang sama, beliau juga mengikuti pendidikan Ibtida’iyah pada Diniyahschool. Sehingga saat beliau tamat di Velvolgschool, ia juga tamat di tingkat Ibtida’iyah Diniyahschool pada tahun 1931.

Pada tahun 1938, Bey Arifin melanjutkan pendidikannya di Islamic College, kota Padang. Disana beliau sering berpidato dalam kumpulan organisasi seperti HPII (Himpunan Pemuda Islam Indonesia). Beliau sering menyingkat namanya dengan huruf B.J dan kemudian menambahkan nama belakang ayahnya Afifin, sehingga menjadi B.J Arifin. Akan tetapi, pada tahun 1934, salah seorang temannya yang bernama Tamarjaya menyarankan kepadanya agar huruf B.J diganti menjadi Bey, sehingga namanya menjadi Bey Arifin.

Bey Arifin adalah seorang dosen yang pernah mengajar di berbagai sekolah islam di pulau sumatera, Jawa, dan Kalimantan Selatan. Beliau aktif sebagai pimpinan di Kodam (Komando Daerah Militer) VIII Brawijaya hingga pensiun pada tahun 1970. Ia banyak menghasilkan karya selain Samudera Al-Fatihah ini antara lain: Hidup Sesudah Mati, Rangkaian Cerita Dalam Al-Qur’an, Mengenal Tuhan, Dialog Islam dan Kristen. Beliau meninggal dan dimakamkan di Surabaya, Jawa Timur, 30 April 1995 pada umur 77 tahun.

Baca Juga: Metodologi Tafsir Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Konstruksi Fiqh Ke-Indonesiaan

Kandungan surah Al-Fatihah yang seluas samudera

Mengenai latar belakang kepenulisan tafsir ini, Bey Arifin menjelaskan pada bagian pendahuluan tafsirnya, Samudera Al-Fatihah nya bahwa keutamaan, kedudukan dan kandungan surah Al-Fatihah sebagai pembuka Al-Quran itu sudah sangat jelas. Untuk itu, ia menulis tafsir khusus tentang surah Al-Fatihah ini agar dapat mengkaji lebih dalam tentang pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dan tentu untuk menambah keimanan dan kekhusyukan dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Jika dilihat dari segi tahun penafsiran, Samudera Al-Fatihah dalam tulisan Ace Saefuddin, Metodologi Dan corak Tafsir Modern (Telaah Terhadap Pemikiran J. J.G. Jansen.) termasuk dalam kelompok penafsiran masa modern, tepatnya tahun 1951-1980. Tahun munculnya tafsir ini juga bisa dijadikan sebagai salah satu indikasi dalam menilik metode penafsirannya. Sebagaimana disampaikan oleh Nashruddin Baidan  dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia menjelaskan bahwa dari empat macam metode yang berkembang dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an di Indonesia, hanya dua metode saja yang diterapkan pada periode modern ini yaitu metode analitis dan metode global.

Hal ini dapat dilihat ketika Bey Arifin menafsirkan satu tema dalam penjelasan penafsiran Basmalah, ia menjelaskan tema tersebut mulai dari menyebutkan nama-nama Allah dengan maknanya, fungsi basmalah bagi kehidupan manusia dan pengaruhnya bagi orang yang membaca. Ini jelas menggambarkan bahwa Bey Arifin dalam menafsirkan tema tertentu menggunakan metode analitis.

Sedang untuk coraknya, beberapa peneliti tentang karya tafsir tersebut seperti Abdul Muiz dalam penelitiannya, Relasi Al-Quran dan Sains (Telaah Kritis Terhadap Tafsir Samudera Al-Fatihah Karya Bey Arifin) mengatakan bahwa Samudera Al-Fatihah menggunakan corak pendekatan ilmi atau yang biasa disebut corak ilmu pengetahuan.

Baca Juga: Dinamika Perkembangan Tafsir Ilmi di Indonesia

Contoh penafsiran hamdalah Bey Arifin

Susunan  penulisan buku ini dimulai dengan menjelaskan keistimewaan surah al-Fatihah, menjelaskan nama-nama lain dari surah al-Fatihah, menafsirkan bacaan Ta’awudz, baru kemudian masuk kedalam pembahasan surah al-fatihah itu sendiri yang dimulai dari lafaz basmalah, tidak lupa juga ia membahas tentang ungkapan ‘amin’ yang biasa dibaca ketika sselesai membaca surah Al-Fatihah.

Sistematika penafsirannya diawali dengan mengulas per ayat lengkap dengan terjemahannya. Setelah itu ia membagi satu ayat tersebut kedalam beberapa tema lagi untuk ditafsirkan. Diawali dengan penafsiran secara bahasa, baru kemudian lebih dalam lagi membahas tentang tema dari ayat tersebut. Salah satu contoh ketika menafsiri ayat al-hamdulillahi rabbil alamin.

Dalam tafsir hamdalah ini Bey Arifin membaginya kedalam tiga pokok pembahasan yang mana merupakan penafsiran dari penggalan kalimat hamdalah itu sendiri (Bey Arifin, Samudera Al-Fatihah, hal. 147-198).

  1. Al-Aalamiin (Alam Semesta), segala yang ada dinamai “alam” memiliki dua pengertian. Pertama, alam Nyata, yaitu semua alam yang dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Kedua, alam ghaib, yaitu alam yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Alam yang dapat ditangkap dengan menggunaka panca indera manusia pun terbagi kedalam dua kategori, yaitu Alam Kosmos seperti matahari, planet-planet, dan galaksi Bima Sakti. Serta Alam Mikros seperti nyamuk, bakteri, sperma dan ovum, virus, dan atom.
  2. Rabbil ‘Aalamiin (tuhan semesta alam), semakin tinggi pengetahuan manusia, semakin banyak hal-hal yang tidak diketahui. Hal ini mengakibatkan semakin dekatlah manusia kepada pengakuan terhadap suatu kekuasaan atau zat yang berdiri sendiri dibelakang alam semesta dan bagian-bagiannya, suatu zat yang bukan saja menciptakan alam semesta, tetapi juga mengaturnya, yang menjaga dan memeliharanya, suatu zat yang selalu senantiasa mengawasi alam semesta dan segala bagiaan-bagiannya itu.
  3. Alhamdulillaah (segala puji bagi Allah), disaat manusia diciptakan Allah dan hidup diatas muka bumi ini maka ia sudah dapat melihat luasnya alam semesta, sudah dapat melihat segala keindahan dan warna pemandangan, pasti akan timbul rasa syukur dan terima kasih terhadap Allah yang sudah menciptakan dirinya.

Selanjutnya, ditambahkanlah beberapa hadits dan ayat al-Qur’an lain yang menjadi pendukung dari penafsiran itu guna mengantarkan pembaca kepada pemahaman yang dimaksudkan. Demikian sekilas perkenalan dengan Samudera Al-Fatihah karya Bey Arifin. Dalam penafsiran surah Al-Fatihah ini kita juga dapat mengambil ibrah, jika satu surah saja mengandung banyak pesan dan kandungan yang sangat dalam dan luas, maka bagamiana dengan keseluruhan Al-Quran yang surahnya berjumlah ratusan? Wallahu a’lam

Harfin
Harfin
Mahasiswa Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto, aktif di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Sikap al-Qurṭubī Terhadap Riwayat Isrāīliyyāt

0
Tema tentang Isrāīliyyāt ini sangat penting untuk dibahas, karena banyaknya riwayat-riwayat Isrāīliyyāt dalam beberapa kitab tafsir. Hal ini perlu dikaji secara kritis karena riwayat ...