BerandaTafsir TematikMengenal Empat Term Dosa dalam Alquran

Mengenal Empat Term Dosa dalam Alquran

Beberapa hari lalu umat Islam menyambut tahun baru hijriah. Layaknya tahun baru masehi yang dirayakan di berbagai belahan dunia, di Indonesia, momen bahagia ini disambut meriah oleh umat Islam. Pada umumnya, momen bahagia ini disambut dengan pelaksanaan doa bersama. Mereka memanjatkan dua macam doa tahunan; doa akhir tahun yang dipanjatkan menjelang magrib dan doa awal tahun yang dipanjatkan setelahnya.

Doa bersama tersebut dilaksanakan di musala atau masjid. Menjelang magrib, mereka memohon ampunan atas kesalahan dan penerimaan atas kebaikan yang dikerjakan selama setahun berlalu. Sementara dalam doa awal tahun, mereka memohon penjagaan dan perlindungan dari setan dan bala tentaranya, bantuan untuk menundukkan nafsu syahwat, dan kekuatan untuk menyibukkan diri dalam kebaikan. Sebuah permohonan yang tepat dan sangat sesuai dengan momen saat itu.

Baca juga: Tuntunan Alquran dalam Melaksanakan Tahapan Tobat dari Dosa-Dosa

Di sebagian tempat yang meneyelanggarakan doa bersama, kegiatan ini ditambah dengan muhasabah yang dikemas dalam tausiah. Biasanya, seorang ustaz yang ditunjuk akan mengajak semuanya untuk lebih memperhatikan diri masing-masing. Baik terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan selama setahun yang lalu, maupun terhadap rencana satu tahun ke depan.

Setiap jiwa pasti pernah berbuat kesalahan; dan yang terbaik adalah mereka yang bertobat atas kesalahannya. Demikian kurang lebih kata Nabi Muhammad dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Turmuzi, Ibnu Majah, ad-Darimi, dan Ahmad dari sahabat Anas bin Malik.

Empat term dosa dan maknanya

Alquran membahasakan dosa di antaranya dengan empat kata; dzanb (ذنب), wizr (وزر), itsm (إثم), dan haraj (حرج). Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras karya Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi disebutkan bahwa empat term dosa tersebut–dengan derivasi bentuk jamaknya–masing-masing terulang sebanyak 37 kali, 12 kali, 37 kali, dan 15 kali.

Imam Raghib al-Ishfahani dalam Mu’jam-nya menjelaskan perbedaan empat kata tersebut. Kata yang pertama menunjuk pada akhir atau akibat dari kesalahan yang diperbuat. Allah akan memberikan hukuman kepada seseorang kelak di akhirat karena dosa yang dilakukannya. Hampir semua dosa akan Allah berikan balasannya di akhirat nanti. Sedikit sekali dosa yang hukumannya Allah berikan di dunia sebagaimana durhaka kepada orang tua.

“Allah akan menunda balasan setiap dosa sesuai kehendak-Nya sampai hari kiamat, kecuali dosa durhaka kepada orang tua. Allah akan menyegerakan balasannya untuk pelakunya sebelum dia meninggal dunia” (H.R. al-Hakim dari sahabat Abu Bakrah dalam “Kitab al-Birr wa ash-Shilah”, al-Mustadrak).

Baca juga: Apakah Dosa Syirik Dapat Terampuni?

Adapun term yang kedua, titik beratnya terletak pada bobot kesalahan. Dalam Q.S. Al-An’am [6]: 164 kata wizr ini bisa ditemukan.  Di sana disebutkan وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى “Seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” Sekecil apapun, dosa memiliki berat yang kelak akan nampak ukurannya ketika ditimbang nanti (Q.S. Al-A’raf [7]: 8-9; Q.S. Al-Qari’ah [101]: 6 dan 8).

Lebih dari itu, disebutkan di akhir surah Az-Zalzalah [99], dosa yang sebesar atom kelak bisa dilihat oleh mata telanjang. “Maka Kami singkapkan penutup matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.”(Q.S. Qaf [50]: 22).

Sementara yang ketiga, yakni itsm (إثم), lebih pada istilah untuk perbuatan yang membuat lambatnya kehadiran pahala atau kebaikan. Kelambatan ini bisa jadi karena hadirnya dosa akibat kesalahan yang dikerjakan, sehingga saldo tabungan kebaikan seseorang tidak bisa meningkat dengan cepat.

Baca juga: Surah Al-An’am [6] Ayat 164: Seseorang Tidak Akan Memikul Dosa Orang Lain

Penggunaan term itsm ini bisa dilihat di antaranya dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 203 yang berbicara seputar bermalam di Mina sebagai salah satu ritual haji. Kemenag RI, menerjemahkan kata itsm dengan dosa. Oleh Muhammad ‘Abduh dalam Tafsir al-Manar-nya, kata itsm pada ayat ini dimaknai dengan haraj (حرج) yang di antaranya diartikan sebagai kesempitan. Tempat yang sempit biasanya membuat sesuatu menjadi lamban ketika melewatinya.

Kata haraj (حرج) sendiri, oleh al-Ishfahani didefinisikan sebagai tempat berkumpulnya dua hal yang membuat ruang antara keduanya menjadi sempit. Orang-orang yang melakukan kesalahan akan merasa sempit segalanya. Pikirannya terasa susah untuk berkembang karena dihantui oleh kesalahan. Dadanya terasa berat untuk bernafas karena rasa takut. Ruang geraknya pun juga menjadi sempit dan sulit.

Kendati lebih pas diterjemahkan dengan kesempitan, term haraj yang dimaknai sebagai dosa bisa dijumpai pada Q.S. At-Taubah [9]: 91; “Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) bagi orang-orang yang lemah, sakit, dan yang tidak mendapatkan apa yang akan mereka infakkan, jika mereka ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan apa pun untuk (menyalahkan) orang-orang yang berbuat baik. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Baca juga: Tobat Menghapus Dosa dan Membuka Pintu Rezeki

Dari keempat term dosa yang digunakan oleh Alquran, bias diambil pelajaran bahwa bisa saja saat ini Allah memberikan hukuman atas kesalahan yang sudah dikerjakan. Namun, hukuman tersebut belum tentu hukuman yang sebenarnya karena seseorang tidak tahu persis akan kepastian jatuhnya hukuman tersebut. Kesalahan demi kesalahan akan membuatnya merasa berat untuk melangkah dan segalanya terasa sempit. Dan satu hal yang pasti, kesalahan akan menjadi beban di akhirat nanti.

Di momen pergantian tahun ini, hendaklah seorang muslim bermuhasabah. Dia harus berusaha menyudahi kebiasaan buruk. Menghadirkan penyesalan yang mendalam atas hal yang tidak baik tersebut. Memohon ampunan kepada Allah jika keburukan yang dikerjakan berkaitan dengan kewajiban pribadi terhadap Allah. Dan meminta maaf kepada orang lain jika kesalahan yang dilakukan berhubungan dengan hak manusia. Tujuannya agar langkahnya ke depan menjadi lebih ringan dan penuh optimisme.

Syafiul Huda
Syafiul Huda
Musyrif dan mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...