Tafsir al-Jalalain ditulis oleh dua orang Jalal al-Din, yaitu al-Mahalli dan al-Suyuthi. Keduanya memiliki hubungan guru dan murid. Al-Mahalli adalah gurunya dan al-Suyuthi adalah muridnya. Al-Mahalli memulai penafsiran pada Al-Kahfi sampai dengan An-Nas ditambah dengan Al-Fatihah. Sementara al-Suyuthi memulai dari Al-Baqarah sampai dengan Al-Isra. Dalam menulisnya, al-Suyuthi mengikuti metode yang diterapkan oleh al-Mahalli dengan corak yang ringkas, padat, juga dengan beberapa penjelasan kebahasaan. Kitab tafsir ini banyak digunakan di pesantren dan perguruan tinggi keislaman dan dipandang sebagai tafsir dengan corak ijazi (singkat) dan menjadi tafsir pendahuluan sebelum mempelajari tafsir yang lain.
Tafsir ini telah banyak diberi syarah atau hasyiah oleh beberapa ulama setelahnya. Penjelasan tafsir ditulis oleh al-Karkhi al-Bakri, (w. 1006 H) dalam Majma’ al-Bahrain wa Mathla’ al-Badrain ‘ala Tafsir al-Jalalain, al-Azhary al-Jamal (w. 1204 H) dalam Al-Futuhat al-Ilahiyah bi Taudhih al-Jalalain li al-Daqaiq al-Khafiyah, Ahmad bin Muhammad as-Shawi (w. 1241 H) dalam Hasyiah al-Shawi ala al-Jalalain, Usman Jalaluddin al-Kalantani (1880-1952) dalam Anwar al-Huda wa Amthar al-Nada, dan Muhammad Ahmad Kan’an al-Qadhi dalam Qurrah al-Ainain ala Tafsir al-Jalalain. Dari beberapa kitab ini, yang cukup populer di Indonesia adalah karya al-Shawi. Namun, kalau ditelusuri lebih lanjut, akan muncul kitab-kitab lain atau hasil penelitian terhadap kitab ini.
Baca juga: Tafsir Jalalain dan Sederet Fakta Penting Tentangnya
Latar Belakang Penulisan
Al-Shawi memiliki nama lengkap Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Misri al-Khalwati, lahir pada 1175 H/1761 M di pinggiran Mesir (Sa’ al-Hijr) dan wafat pada tahun 1241 H/1852 M). Beliau adalah pemimpin ulama al-Azhar yang bermazhab Maliki juga penganut tarekat al-Khalwatiyah. Al-Shawi merupakan ulama yang memiliki banyak karya di bidang fikih, akidah, tafsir, hadis, dan tasawuf.
Tafsir al-Jalalain dijelaskan oleh beberapa ulama, termasuk salah satunya adalah al-Shawi. Nuansa penafsiran al-Shawi ada yang sama penjelasannya dengan penulis lain dan ada pula yang berbeda. Struktur kebahasaan dibahas oleh al-Shawi berikut dengan beberapa makna istilah yang terkandung di dalamnya. Kitab penjelasan yang ditulisnya tidak bisa dilepaskan dari Syaikh Sulaiman al-Jamal, penyusun penjelasan tafsir al-Jalalain, yang dikenal kitabnya dengan sebutan Hasyiyah al-Jamal.
Menurutnya, Tafsir al-Jalalain merupakan produk tafsir yang agung dan tinggi derajatnya. Di dalamnya terkumpul beragam makna yang dapat dipelajari dan dianalisis oleh para ahli ilmu. Suatu saat, al-Shawi merasakan adanya dorongan Ilahi untuk menyibukkan diri dalam mempelajarinya sesuai dengan daya kemampuannya. Begitu pun, ia menulis secara ringkas penjelasan dari gurunya, Syaikh Sulaiman al-Jamal, dengan tambahan penjelasan.
Dalam menulis kitabnya, al-Shawi juga merujuk pada ragam kitab tafsir, yang ia sebut sekitar 20 kitab, seperti al-Baidhawi, hasyiyah al-Baidhawi, al-Khazin, al-Khathib, al-Samin, Abu al-Su’ud, al-Kawayi, al-Bahr, al-Nahr, al-Saqiyah, al-Qurthubi, al-Kasysyaf, Ibn Athiyah, al-Tahbir, dan al-Itqan. Dalam penulisannya, al-Shawi secara umum tidak menghubungkan dengan pemahaman-pemahaman lain dari penyusunnya melainkan sesuai dengan yang dijelaskan oleh penulis yang disebutkan tadi.
Dalam penulisannya, al-Shawi cukup teliti. Al-Shawi melakukan verifikasi isi kitabnya dari awal sampai akhir sebanyak dua kali. Verifikasi dilakukan terhadap Syaikh Sulaiman al-Jamal, Syaikh Ahmad al-Dardiri, dan Syaikh al-Amir. Beberapa ulama ini dihubungkan dengan keilmuannya dengan al-Hafnawi dan Syaikh al-Sha’idi al-‘Adawi. Syaikh al-Hafnawi dihubungkan dengan Syaikh al-Budairi al-Dimyathi, dari Syaikh ‘Ali al-Syibramalisi, dari Syaikh al-Halabi, dari Syaikh ‘Ali al-Ajhuri, dari Syaikh al-Burhan al-‘Alqami, dari saudaranya yaitu Syaikh Muhammad al-‘Alqami, dari al-Imam al-Suyuthi.
Rangkaian garis keilmuan ini menunjukkan kredibilitas dan ketelitian al-Shawi dalam menyusun kitab tafsir yang memiliki sanad ilmu sampai pada penulis awal, yaitu al-Imam al-Suyuthi.
Baca juga: Alasan Tafsir Jalalain Jadi Tafsir Favorit di Pesantren
Corak Penafsiran al-Shawi
Dalam menjelaskan maksud ayat, al-Shawi menerapkan beragam disiplin ilmu. Dalam kitabnya, dapat ditemukan usul fikih, fikih, nahu, saraf, dan qiraat. Selain itu, penjelasan dengan pendekatan sufistik juga tampak, berhubungan al-Shawi sebagai sufi dan penganut tarekat al-Khalwatiyah. Beragam pendekatan disiplin ilmu yang digunakan menunjukan bahwa al-Shawi termasuk ulama yang menguasai banyak disiplin ilmu.
Memperhatikan beragam pendekatan ini, al-Shawi cenderung menggunakan metode tahlili. Beliau menjelaskan makna Alquran dengan berbagai aspek yang berkaitan dengannya dan juga dengan penggunaan ragam ilmu yang dikuasainya. Namun, ia tetap merujuk pada urutan mushaf Utsmani.
Penjelasan terhadap teks Alquran, al-Shawi memulainya dengan uraian kebahasaan terutama dari aspek nahu, saraf, dan maknanya. Contohnya dalam menjelaskan teks tentang penunjukkan tempat, misalnya hadzihi al-qaryah, al-Shawi turut menjelaskan posisi geografis dengan mengutip ragam pendapat dari Mujahid dan Ibnu ‘Abbas. Begitu pula, ia merujuk pada Tafsir al-Khazin.
Dalam menyebutkan ulama yang pemikirannya dikutip, al-Shawi sering tidak menyebutkan nama aslinya. Yang disebutkan adalah gelar seperti al-‘arif, al-mufassir, dan sebagainya.
Penjelasannya tidak semata-mata hasil pemikirannya. Al-Shawi menyandarkan pada hadis, pendapat sahabat, dan tabiin. Penjelasannya dapat dipandang pula bersentuhan dengan tafsir bi al-ra’y, karena al-Shawi menjelaskan ayat sesuai dengan keilmuan dan pemahamannya meskipun tetap memperhatikan pendapat yang dianggap paling sahih pada ilmu nahu, sharaf, i’rab, dan perbedaan bacaan Alquran. Wallahu a’lam.
Baca juga: Menelusuri Jejak Tafsir ‘Faidl al-Rahman’ Kiai Sholeh Darat