BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir DuniaBadr al-Din az-Zarkasyi, dari Pembuat Hiasan hingga Penulis Kitab al-Burhan fi ‘Ulum...

Badr al-Din az-Zarkasyi, dari Pembuat Hiasan hingga Penulis Kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an

Para ulama sepakat bahwa pakar ilmu Al-Quran keturunan Turki ini memiliki nama asli Muhammad. Namun, terjadi silang pendapat di kalangan ulama terkait nama ayahnya. Menurut pendapat Ibnu Hajar, Ibnu al-Ma’ad al-Hanbali, dan al-Maqrizi, nama ayahnya adalah Bahadur ibn Abdillah. Sedangkan al-Dawudi dan al-Suyuthi justru berpandangan sebaliknya yaitu bernama Abdullah ibn Bahadur.

Melihat pertentangan pendapat tersebut, Muhammad al-Mukhtar ibn Muhammad al-Amin al-Syinqithi selaku muhaqqiq kitab karya az-Zarkasyi yang berjudul Salasil al-Dzahab, lebih memilih pendapat dari putranya az-Zarkasyi yang menyatakan bahwa nama ayah az-Zarkasyi adalah Jamaluddin Abdillah. Dengan demikian, nama lengkap Imam az-Zarkasyi secara nasab adalah Muhammad ibn Jamaluddin Abdillah az-Zarkasyi.

Imam az-Zarkasyi lahir pada tahun 745 H di kota Kairo, Mesir. Nama az-Zarkasyi sendiri diambil dari kata Zarkasy yang bermakna bordir atau hiasan. Hal ini dikarenakan ia telah berlatih membuat hiasan sejak kecil. Selain itu, ia juga dikenal dengan panggilan (kunyah) berupa Abu Abdillah, serta mendapat gelar (laqab) dari masyarakat dengan julukan Badr al-Din, al-Mufti, al-Minhaji, dan al-Mushannif.

Baca Juga: Pesan Az-Zarkasyi bagi Para Pengkaji Ilmu Al Quran

Sejak kecil, az-Zarkasyi telah mendapatkan tarbiyah (pendidikan) ilmu dasar keislaman dari keluarganya. Ketika muda, az-Zarkasyi mempelajari dan mendalami fikih Imam asy-Syafi’i. Bahkan, ia telah hafal kitab fikih madzhab syafi’i yaitu Minhaj al-Thalibin wa Umdah al-Muttaqin karangan Imam an-Nawawi di usia yang masih sangat muda. Selain mendapatkan ilmu dari keluarganya sendiri, az-Zarkasyi juga berguru kepada beberapa ulama terkemuka Mesir, seperti Jamaluddin al-Isnawi (w. 772 H), dan Sirajuddin al-Bulqini (w. 805 H).

Tidak hanya menimba ilmu di Mesir, az-Zarkasyi juga melakukan rihlah ilmiah ke kota Aleppo (Suriah) untuk belajar fikih dan ushul fikih kepada Syihabuddin al-Adzra’i (w. 783 H). Kemudian, ia melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Damaskus untuk belajar ilmu hadis kepada al-Hafidz Ibnu Katsir (w. 774 H). Selain dua nama tersebut, az-Zarkasyi juga menimba ilmu kepada ulama-ulama terkemuka pada zamanya, seperti al-Hafidz Mughulatha ibn Qilij al-Turkiy (w. 762 H), ‘Umar ibn Amilah (w. 778 H), al-Shalah ibn Abi ‘Amr (w. 780 H), Ahmad ibn Muhammad ibn Jum’ah (w. 774 H), dan Ibnu Hisyam (w. 774 H).

Setelah banyak belajar ilmu keislaman di tanah Syam, az-Zarkasyi kemudian kembali ke Kairo dan mulai mengajarkan ilmu-ilmu yang ia dapatkan. Beberapa nama yang menjadi murid az-Zarkasyi antara lain adalah Syamsuddin al-Barmawi (w. 831 H), Najmuddin ‘Umar ibn Huja ad-Dimasyqi (w. 830 H), Muhammad ibn Hasan as-Syumanni (w. 821 H), Sirajuddin ‘Umar ibn Isa al-Wururi (w. 861 H), Abdurrahim ibn Ibrahim al-Amyuthi (w. 867 H), Muhammad ibn Ahmad al-Kattani (w. 852 H), Muhammad Waliyuddin al-Thaukhi, dan Muhammad ibn ‘Umar al-Thanbawi.

Muhammad Hasan dalam sub bab tarjamah al-mushannif kitab al-Mantsur fi al-Qawa’id karya az-Zarkasyi, menyampaikan ungkapan menarik dari Ibnu Hajar al-Asqalani terkait pribadi az-Zarkasyi. Menurutnya, az-Zarkasyi merupakan sosok ulama yang suka mengunjungi toko kitab setiap siang hari. Namun, di dalam tokoh tersebut az-Zarkasyi tidak membeli kitab, tetapi membacanya di tempat. Ketika membaca tersebut ia sudah menyiapkan kumpulan kertas untuk mencatat segala hal yang menarik dari kitab yang ia baca. Yang mana catatan tersebut kemudian dijadikan  oleh az-Zarkasyi sebagai sumber rujukan dalam penulisan kitabnya.

Imam az-Zarkasyi wafat pada hari Ahad tanggal 3 Rajab tahun 794 H. Ia wafat di usia yang masih cukup muda, yaitu 49 tahun. Imam az-Zarkasyi dimakamkan di tempat Qarafah Sughra, Kairo, Mesir. Selama hidupnya, az-Zarkasyi dikenal sebagai ulama yang sangat produktif. Muhammad Misbah dalam Kontribusi az-Zarkasyi Dalam Studi Sunnah Nabi menjelaskan bahwa karya az-Zarkasyi mencapai jumlah 64 buku. Oleh karena itu tidak heran jika ia mendapat julukan al-Mushannif (penulis).

Beberapa judul karyanya tersebut antara lain adalah al-Dibaj fi Taudhih al-Minhaj, al-Bahr al-Muhith fi Ushul al-Fiqh, I’lam al-Sajid fi Ahkam al-Masajid, Tafsir al-Qur’an al-Adzim (hanya sampai QS. Maryam), al-Mu’tabar fi Takhrij Ahadits al-Minhaj wa al-Muktashar dan tentunya karyanya yang paling fenomenal yaitu al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.

Baca Juga: Kemukjizatan pada Irama Al-Quran dalam Kajian Subhi Al-Shalih

Sekilas Tentang Kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an

Sebelum era az-Zarkasyi, sudah terdapat beberapa kitab yang membahas tentang ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Terkait hal tersebut, as-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an menyebutkan beberapa kitab itu seperti al-Hawi fi ‘Ulum al-Qur’an karya Muhammad ibn Khalaf al-Mazban (w. 309 H), ‘Ajaib ‘Ulum al-Qur’an karya Abu Bakr Muhammad ibn al-Qasim al-Anbari (w. 328 H), al-Burhan fi Musykilat al-Qur’an karya Abu al-Ma’ali ‘Azizi al-Jili (w. 494 H), Funun al-Afnan karya Ibnu al-Jauzi (w. 597 H), Jamal al-Qurra’ karya ‘Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H), dan al-Mursyid al-Wajiz fi ‘Ulum

Namun demikian, Laila Muhammad Mas’ud dalam tesisnya yang berjudul Tsaqafah al-Mufassir ‘inda al-Zarkasyi min Khilal Kitabihi (al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an), menyatakan bahwa kitab pertama yang mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur’an secara komprehensif dan lengkap adalah kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Kemudian, terkait latar belakang penulisan kitab tersebut, Imam az-Zarkasyi menyampaikan dalam mukaddimah bahwa para ulama terdahulu masih belum banyak yang menulis karya di bidang ulum al-Qur’an secara lengkap. Oleh karena itu, ia kemudian memulai penulisan kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.

Dalam mukaddimah kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an versi cetakan Dar al-Hadits, Abu al-Fadhl al-Dimyathi selaku muhaqqiq kitab tersebut menyampaikan bahwa kitab ini merupakan kitab yang sangat komplit dan lebih komprehensif dibanding kitab-kitab ulum al-Qur’an setelahnya, semisal al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya as-Suyuthi dan Manahil al-’Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an karya az-Zarqani. Bahkan, ada sebagian ulama yang mengatakan bahwasanya kitab al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an tersebut merupakan ringkasan dari kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.

Baca Juga: Al-Wujuh dan Al-Nazhair Kata Shalat pada Al-Qur’an

Secara sistematika penyusunan, dalam cetakan Dar al-Hadits al-Qahirah kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an ini tersusun sebanyak 1206 halaman yang terkumpul dalam bentuk satu jilid. Sedangkan dalam cetakan penerbit Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Dar al-Ma’rifah, dan Dar al-Hadharah, kitab tersebut tersusun dalam bentuk empat jilid.

Adapun sistematika pembahasannya, kitab tersebut berisi 47 subab pembahasan tentang ulum al-Qur’an, yang diawali dengan pembahasan asbabun nuzul (ma’rifah sabab al-nuzul), dan diakhiri dengan pembahasan alat-alat yang dibutuhkan oleh pengkaji Al-Qur’an dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an (fi ma’rifah al-adawat). Namun, sebelum menuju 47 subab pembahasan tersebut, terlebih dahulu az-Zarkasyi memberikan pengantar berupa penjelasan mengenai konsep ilmu tafsir beserta ilmu Al-Qur’an. Wallahu A’lam

Moch Rafly Try Ramadhani
Moch Rafly Try Ramadhani
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...