Kitab Tafsir al-Khalil secara genealogi merupakan awal mula munculnya kitab tafsir pertama di Madura, yaitu pada abad 19. Kitab tafsir yang ditulis oleh Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan ini merupakan tafsir komprehensif berjumlah 30 juz dan tergolong sebagai kitab tafsir Alquran pertama yang berbahasa Jawa.
Klaim tentang kitab tafsir pertama berbahasa Jawa disebutkan oleh Lora Kholili Kholil (peneliti manuskrip Syekh Kholil Bangkalan/LBM NU) saat mengisi acara di Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan. Menurutnya, sebelum Tafsir al-Khalil telah muncul banyak kitab tafsir Alquran berbahasa jawa, tetapi tidak secara lengkap. Ia mencontohkan kitab tafsir Alquran yang ditulis oleh Syekh Sholeh Darat. Beliau dalam menulis kitab tafsirnya tidak sampai sempurna 30 Juz.
Latar Belakang Kitab Tafsir al-Khalil
Kitab tafsir yang ditulis oleh Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan sebenarnya tidak memiliki nama khusus seperti kitab tafsir lainnya. Nama Tafsir al-Khalil diberikan oleh Lora Ustman Hasan, Ketua Lembaga Lajnah Turost Ilmy Syaikhoan Muhammad Kholil, sekaligus salah satu cicit beliau.
Menurut Lora Ustman Hasan penamaan kitab tafsir ini diambil dari dua kata. Pertama, nama dari “Kitab Tafsir” yang mulanya Kitab Tafsir al-Qur’an al-Adhim itu sendiri yang terletak di halaman depan kitab tersebut. Kedua, diambil dari nama pengarangnya, yaitu Syaikhona Muhammad Kholil. Kitab Tafsir al-Khalil sampai saat ini belum tersebar secara luas.
Baca juga: Masa Kelahiran Tafsir Al-Quran di Tanah Madura
Kitab Tafsir al-Khalil ditulis pada 1320 hijriyah. Kitab ini terdiri dari 30 juz dengan 1 jilid. Kitab ini ditulis Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan ketika beliau berumur 69-70 tahun, di tahun 1320 H. atau sekitar 1901-1902 M. di usia yang sedemikian tua beliau masih produktif.
Di halaman penutup dalam kitab tafsirnya, Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan menuliskan wasiat kepada para pembaca kitab tafsirnya. Lalu secara tegas beliau menulis namanya dengan tulisan “Mat Khalil”. Bukti bahwa beliau sangat tawaduk dan tidak kearab-araban meski pada kenyataannya beliau selama 26 tahun hidup di tanah Arab.
Dengan menulis nama “Mat Khalil”, juga menandakan bahwa beliau sangat bangga menjadi orang Indonesia dan bangga dengan kesukuan beliau sebagai orang Madura.
Metode Penulisan Kitab Tafsir al-Khalil
Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan dalam kitab tafsirnya menggunakan metode makna interlinear (bergantung pada teks). Oleh beliau setiap teks diberi makna gantung dengan menggunakan aksara Arab Pegon atau disebut dengan terjemah gandul (terjemah kata demi kata). Selain dari itu beliau juga memberikan catatan pinggir atau penjelasan tambahan (yang disebut dengan tafsir).
Metode yang digunakan dalam kitab Tafsir al-Khalil ialah penafsiran secara ijmali atau global. Seperti yang sudah disebutkan di atas, kitab tafsir ini menerjemahkan kata perkata ayat Alquran dengan memberikan penjelasan lanjutan. Corak penafsiran Syaikhona Muhammad Khalil adalah lughawi atau kebahasaan, dilihat dari uraiannya sangat kental dengan kaidah bahasa Arab atau i’rab.
Baca juga: Mengenal Sosok Muhammad Irsyad, Mufasir Modernis Asal Madura
Syaikhona Muhammad Kholil dikenal sebagai ulama yang sangat ahli di bidang bahasa Arab. Beliau di catatan pinggir kitabnya banyak menafsirkan ayat secara terperinci mulai dari aspek kebahasaan, makna global, dan asbab an-nuzul.
Langkah-langkah yang dipakai Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan dalam menafsirkan Alquran ialah dengan menyantumkan riwayat dengan teliti. Beliau sering menafsirkan Alquran dengan merujuk kepada riwayat yang bersumber pada pendapat mufasir dan hadis Nabi.
Baca juga: Qur’an in Every Day Life: Potret Budaya Tahfidz Alquran di Congaban
Contoh, ketika beliau menafsirkan surah al-Baqarah ayat 180 dan 198. Beliau dalam catatan pinggirnya menulis nama pengarang kitab yang beliau kutip, yaitu Tafsir al-Jalalain dan Ruwahu at-Tirmidzi.
Selain itu di catatan pinggirnya beliau sering menjelaskan tentang ilmu tata bahasa. Beliau mendefinisikan arti kalimat kemudian menambahkan penjelasan kedudukan kalimat tersebut dalam struktur i’rab.