Beberapa waktu yang lalu penulis mendapati sebuah kitab tafsir tulisan KH. A. Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus. Meski telah lama terbit, penulis baru mengetahuinya saat itu dari seorang kawan. Setelah penulis cari di tafsiralquran.id, ternyata belum ada satu pun tulisan yang membahasnya. Kecuali satu yang penulis ketahui memiliki hubungan, karya Miatul Qudsia berjudul Mufasir Indonesia: KH. Mustofa Bisri, Ulama Tafsir Nusantaran serta karya Muhammad Rafi dengan judul Kiai Bisri Mustofa: Sang Penggubah Tafsir Arab Pegon Al-Ibriz Karenanya dalam tulisan kali ini, ijinkan penulis membagikan sedikit review tafsir Gus Mus berjudul Tafsir Al-Ubairiz yang sedikit berbeda dengan tulisan sebelumnya.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Bolehkah Berwudhu dengan Cairan Lain Selain Air Mutlak?
Deskripsi Tafsir Al-Ubairiz
Tafsir ini memiliki judul lengkap Al-Ubairiz fi Tafsir Ghara’ib al-Qur’an al-‘Aziz. Dari namanya, beberapa pembaca mungkin akan mengira bahwa tafsir ini adalah mukhtashar atau ringkasan dari tafsir Al-Ibriz karya ayahanda Gus Mus, Kiai Bisri Mustofa. Jika iya, maka pembaca telah keliru. Tafsir ini benar-benar baru, tulisan Gus Mus.
Dalam pengantarnya, tak satu pun Gus Mus menyinggung nama Al-Ibriz. Beliau hanya menyampaikan alasan dibalik penyusunan tafsir ini, dimana umat Islam tak seharusnya hanya memperbanyak amaliah bacaan Al-Qur’an semata tanpa disertai kajian terhadap aspek makna dan maksudnya.
Gus Mus juga menyampaikan bahwa kitab tafsir ini berisi arti kata-kata pilihan yang dianggap asing atau gharib, sesuai dengan nama lengkapnya. Serta model penyajian kitab ke dalam dua bahasa: Jawa dengan aksara pegon dan Indonesia dengan aksara latin.
Mungkin saja pemilihan nama lebih didasarkan pada aspek tabarukan atas karya Kiai Bisri dengan mengikuti bentuk tashgir. Atau bahkan bentuk tashgir yang digunakan merupakan isyarah bunuwwah Gus Mus kepada sang ayah, Kiai Bisri. Kiai Bisri cilik begitu kurang lebihnya. Dengan mengikuti kaidah ithlaq al-mahal wa urida bihi al-hal.
Tafsir ini disusun berdasarkan tartib mushhafi atau sesuai urutan surat dalam mushaf Al-Qur’an. Boleh jadi masuk dalam kategori tafsir ijmaliy, jika tidak tafsir ikhtishariy, karena hanya terdiri dari satu jilid dan tidak begitu tebal.
Baca juga: Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 7-8: Hiasi Dirimu Dengan Amal Saleh, Bukan Perhiasan Dunia
Pegon: Aspek Kebahasaan dan Kondisi Sosial Penulis
Satu hal yang menurut penulis sangat menarik adalah kehadiran bahasa Jawa dan aksara pegon dalam tafsir Al-Ubairiz. Karena hal ini dapat menjelaskan banyak hal terkait dengan tafsir berikut latar belakang sosial penulisnya.
Berkaitan dengan tafsir, penggunaan bahasa Jawa dan pegon tak hanya berfungsi sebagai bahasa dan aksara pengantar, lebih dari itu ia menunjukkan bahwa corak penafsiran yang diikuti penulisnya adalah corak kebahasaan. Corak ini mewujud setidaknya dalam dua hal. Pertama, vernakularisasi dan kedua, analisa struktur kata dalam kalimat melalui pola pemaknaan gandhul. Seperti pada kata utawi (mubtada’), iku (khabar), ing (maf‘ul bih) hale (hal), dan lain sebagainya.
Hal ini berarti bahwa kendati tafsir yang diberikan hanya pada potongan kata tertentu, tetapi dalam memberikan tafsir, Gus Mus tidak melupakan struktur asal kata dan posisinya dalam kesatuan kalimat dari ayat-ayat yang ditafsirkan. Dimana pola-pola semacam ini tidak akan terlihat jika diamati dari makna atau tafsirnya dalam versi bahasa Indonesia.
Baca juga: Surah Ali Imran Ayat 110: Konsep Khairu Ummah dalam Ilmu Sosial Profetik
Sementara hal-hal yang berkaitan dengan penulisnya, bahasa Jawa dan aksara pegon menjelaskan bahwa Gus Mus merupakan sosok yang besar dalam kultur pendidikan pesantren Jawa. Terlihat pada model pemaknaan dan bahasa yang digunakan. Ini juga menunjukkan bahwa beliau merupakan sosok yang mahir dalam bidang ilmu alat (nahu dan sharaf) serta teliti dalam pengaplikasiannya.
Selain itu, sebagai karya yang terbit pada akhir dasawarsa 90-an, tafsir Al-Ubairiz juga mengikuti jejak tafsir-tafsir kawasan pesisir Jawa lainnya dimana ia ditujukan kepada masyarakat Jawa pesantren. Bedanya, model sajian tafsir yang telah dilengkapi dengan terjemah berbahasa Indonesia juga memberikan kemungkinan akses bagi masyarakat perkotaan.
*****
‘Ala kulli hal, tafsir Al-Ubairiz ini sesuai dengan apa yang telah Gus Mus sampaikan, “sehingga pembaca dengan sangat mudah dapat menggunakan sewaktu-waktu”, lengkap dengan kesederhanaan sajian dan materi di dalamnya. Cocok sebagai entry-level bagi kalangan awam atau pelajar tafsir tingkat awal (mubtadi’in) yang belum memiliki ketertarikan pada makna dan penjelasan yang njlimet. Wallahu a‘lam bi al-shawab.