Moh. E. Hasim, Tokoh Mufasir Sunda Aktifis Muhammadiyah

mufasir sunda
mufasir sunda. credit: pustakaaksara.com

Muhammad Emon Hasim atau disebut Moh. E. Hasim mencatatkan namanya dalam list para mufasir Sunda. Ia adalah seorang budayawan, akademisi, dan penulis tafsir berasal dari Sunda Priangan. Ia merupakan  anak dari seorang petani kelapa di Desa Ciseurih, lahir di Kampung Bangbayang Kidul, Kawali Kabupaten Ciamis pada tanggal 15 Agustus 1916. Hasim dikenal sebagai tokoh masyarakat yang baik, dermawan dan bijaksana. Hasim  merupakan seorang guru dan aktifis Muhammadiyah yang menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Jepang. (Muhammad Khoirul Anwar, Khazanah Mufasir Nusantara : 102).

Mufasir Sunda ini mendapatkan anugerah Sastra Rancage pada tahun 2001, yaitu sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage untuk orang-orang yang telah berjasa mengembangkan bahasa dan sastra daerah seperti bahasa Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Aceh dan lainnya. E. Hasim mendapatkan penghargaan bergengsi tersebut karena dianggap memberikan kontribusi dalam pemeliharaan bahasa Sunda melalui karya tafsirnya. (Jajang A Rohmana, Tafsir Al-Qur’ān dari dan untuk Orang Sunda: Ayat Suci Lenyepaneun Karya Moh. E. Hasim : 3).

Baca Juga: K.H Ahmad Sanusi: Sang Mufasir Asal Bumi Pasundan

Perjalanan Intelektual

Semasa kecil, Hasim belajar di Sekolah Dasar selama tiga tahun, kemudian melanjutkan ke sekolah rakyat (Schakelschool) Muhammadiyah dan HIS (Hollandsch-Inlandsche School). Sekolah menengah pertamanya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), melanjutkan ke AMS (Algemeene Middelbare School) namun tidak selesai. Kegagalan tersebut membuat Hasim terus belajar melalui buku-buku dan perkawanan yang mengantarkan ia menguasai berbagai bahasa dan pedagogi. Sehingga Hasim diterima sebagai guru HIS Pasundan, kemudian setelah itu menjadi kepala Schakel School Islam Miftahul Huda. (Muhammad Khoirul Anwar, Khazanah Mufasir Nusantara : 102).

Hasim hidup pada masa penjajahan Jepang, Ia sempat mengajar di Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko) kemudian menjadi Pengarah Tenaga Kerja dan pengajar bahasa di Kabupaten. Namun, jiwa nasionalisme Hasim tidak diragukan lagi. Ia terlibat dalam berdirinya BARA, BKR, TKR di Ciamis, Hasim juga memimpin Persatuan Perjuangan Nasional yang merupakan gabungan dari organisasi Sabililah, Hisbullah, BPRI dan Tentara Pelajar. Hal tersebut membuat Hasim tertangkap dan melarikan diri ke Bandung, dan di sana Hasim melanjutkan profesinya sebagai guru bahasa di berbagai lembaga pendidikan. (Ajip Rosidi, Apa Siapa Orang Sunda : 180).

Pada tahun 2009 Hasim wafat pada usia 93 tahun dan dimakamkan di daerah tempat tinggalnya Pasir Kaliki Bandung. Karya-karya lain dari Hasim selain tafsir Lenyepaneun di antaranya, Grammar and Exercise Elementary Grade, Hadis Penting Pelita Hati, Rupa-rupa Upacara Adat Sunda Jaman Ayeuna (1984), Kamus Istilah Islam (1987), Hadis Penting Papadang Ati (1997) Ayat Suci dalam Renungan 30 Jilid (1998) Khatbah Shalat Juma’ah (2006)

Baca Juga: Mufasir-Mufasir Indonesia: Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani

Sekilas Tentang Tafsir Ayat Suci Lenyepaneun

Penghargaan Rancagè yang diperoleh Hasim merupakan buah dari karya tafsirnya yaitu tafsir Ayat Suci Lenyepaneun yang disusun lengkap 30 jilid sejak tahun 1990. Tafsir tersebut berbahasa Sunda sesuai dengan bahasa daerah asalnya, ditulis untuk kepentingan masyarakat umum dan disusun selama tiga tahun. Penggunaan bahasa Sunda dalam tafsirnya memperlihatkan hubungan antara rasa bahasa ibu (bahasa jiwa) dengan upaya penjabaran ayat suci Alquran sehingga lebih menyentuh untuk orang-orang Sunda.

Tafsir Ayat Suci Lenyepaneun merupakan tafsir Alquran pertama yang menggunakan bahasa Sunda dengan aksara Roman yang orisinal, dengan menggunakan bahasa Sunda lancaran atau ringan. Selain misi keagamaan, penggunaan bahasa daerah dalam tafsirnya menunjukkan kecintaan Hasim kepada bahasa Sunda yang perlu dilestarikan. Tafsir ini menggunakan pendekatan bil al-ra’yi dengan corak adab al-ijtimā’i, dari segi sumber, mufasir Sunda tersebut lebih sering merujuk kepada tafsir Al-Azhar karya Hamka juga beberapa kamus Sunda, Arab dan Inggris. (Jajang A Rohmana, Tafsir Al-Qur’ān dari dan untuk Orang Sunda: 8-10).

Aspek lokalitas yang menjadi ciri khas tafsir Ayat Suci Lenyepaneun ini selain bahasa daerah yang digunakan terdapat pula beragam respons sang mufasir Sunda tersebut atas situasi sosial, politik serta keagamaan di sekitar masyarakat. Contohnya seperti penggunaan tatakrama (aturan-aturan bertutur bahasa Sunda), penggunaan ungkapan tradisional dalam penafsiran, gambaran alam pasundan dengan berbagai keindahannya, cerita keseharian orang Sunda dan respons atas wacana sosial keagamaan seperti kritikannya terhadap pandangan Islam tradisional hingga masalah yang berkaitan dengan Orde Baru. (Jajang A Rohmana, Tafsir Al-Qur’ān dari dan untuk Orang Sunda : 16).

Tanggapan terhadap Islam tradisional ini bisa ditemukan dalam muqaddimah Hasim, seperti yang dikutip oleh Jajang A. Rohmana dalam artikelnya, Ideologisasi Tafsir Al-Quran di Jawa Barat: Kecenderungan Islam Modernis dalam Tafsir Nurul-Bajan dan Ayat Suci Lenyepaneun,

Seueur ummat Islam di lembur urang nu ngagaduhan kayakinan yen Al-Quran teh cekap diaos wungkul teu peryogi kaharti eusina…pola pikir sapertos di luhur bakal ngagiring ummat Islam kana golngan ummat anu taklid sareng jumud, gampil dibantun sumarimpang kaluar tina pituduh Nu Maha Agung dina sadaya widang, akidah dicampur syirik, ubudiah katut muamalah pinuh ku bid’ah sareng khurafah…. (Banyak umat Islam di daerah kita yang memiliki keyakinan bahwa Al-Qur’an cukup dibaca saja tidak perlu dipahami isinya…pola pikir seperti di atas akan menggiring umat Islam pada golongan umat yang taklid dan jumud, mudah dibawa menyimpang keluar dari petunjuk Yang Maha Agung dalam segala bidang, akidah dicampur dengan syirik, ubudiah dan muamalah penuh dengan bid’ah dan khurafah)

Baca Juga: Brigjen Bakri Syahid : Mufasir Quran Bahasa Jawa

Berdasar muqaddimah ini dapat kita lihat bagaimana respon para pengkaji Alquran ketika itu tentang isu-isu keagamaan. seperti diketahui Muhammadiyah mengusung pembaharuan pemikiran dalam Islam, berbeda dengan kelompok Islam tradisional. Di sinilah terlihat ideologi mufasir memberi pengaruh yang sangat kuat pada ideologi karya tafsirnya.