Setiap karya tafsir yang bernuansa atau bercorak khusus mesti diawali dari asumsi-asumsi dasar yang menjadi paradigmanya. Seperti tafsir nuansa ilmi misalnya, yang berangkat dari—setidaknya—tiga paradigma; 1) keyakinan bahwa Al-Quran memuat atau mengandung seluruh ilmu pengetahuan; 2) Al-Quran tidak bertentangan dengan temuan sains; dan 3) sains dapat membantu menafsiri dan mengungkap tabir i’jaz Al-Quran.
Begitu pula dengan tafsir-tafsir Tarbawi di Indonesia. Penyusunan karya Tafsir Tarbawi paling tidak berpijak pada dua asumsi dasar. Pertama, Al-Quran diposisikan sebagai sumber nilai pendidikan Islam. Di sini, Tafsir Tarbawi berperan sebagai pemberi nilai bagi pendidikan Islam yang ideal. Kedua, Al-Quran diyakini sebagai sumber valid untuk membuat serangkaian konsep-konsep ilmu pendidikan Islam. Dari sini, Tafsir Tarbawi muncul dalam rangka berupaya mencari dan merumuskan bangunan ilmu pendidikan Islam. Sederhananya, penyusunan Tafsir Tarbawi di Indonesia dimaksudkan untuk menggali nilai-nilai pendidikan dan menggali konsep pendidikan, khususnya pendidikan Islam.
Terlepas dari perbedaan sudu pandang dalam melihat posisi Al-Quran; apakah terbatas sebagai sumber nilai ataukah juga sumber pengembangan ilmu pendidikan Islam, semua mufasir Tafsir Tarbawi sepakat bahwa Al-Quran merupakan sumber pendidikan Islam. Mereka juga sepakat dengan paradigma tauhid, integral dan seimbang dari pesan-pesan pendidikan dalam Al-Quran. Hanya saja dalam teknis menjelaskannya, mereka terkadang berbeda satu sama lain.
Baca Juga: Khazanah Tafsir Tarbawi di Indonesia (1): Embriologi dan Perkembangannya
Al-Quran Sumber Nilai Pendidikan Islam
Untuk paradigma pertama ini bisa dilihat dalam Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Ayat-ayat Tarbawi) dan Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an karya Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan karya Nurwadjah Ahmad, Tafsir Tarbawi: Nilai-nilai Pendidikan dalam Al-Qur’an karya Salman Harun, Tafsir dan Hadis tentang Pendidikan karya Nanang Gojali, Tafsir Tarbawi: Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan karya Kadar M. Yusuf, Tafsir Pendidikan; Makna Edukasi Alquran dan Aktualisasi Pembelajarannya karya Mahmud Arif, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan karya Listiawati, dan Tafsir Tarbawi: Kajian Ayat-ayat Al-Qur’an dengan Tafsir Pendidikan karya Mahyudin.
Lebih jauh dalam buku pertamanya, Nata tegas mengatakan kalau karya tersebut disusun tidak untuk menggali dan mengembangkan konsep (teori dan praktik) Pendidikan Islam sebagai suatu disiplin keilmuan tertentu, melainkan lebih sebagai pengkajian terhadap ayat-ayat Al-Quran dari perspektif pendidikan semata. Nata terlihat lebih menekankan pada aspek nilai yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran yang sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia (Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, hlm. 9-10).
Begitu pula dengan Ahmad. Karyanya Tafsir Tarbawi: Nilai-nilai Pendidikan dalam Al-Qur’an tidak dimaksudkan untuk menggali ataupun menemukan konsep ilmu pendidikan Islam dari ayat-ayat Al-Quran. karya ini hadir lebih menitikberatkan untuk menemukan nilai-nilai pendidikan yang tersimpan dalam ayat-ayat Al-Quran. Karya-karya yang sudah disebutkan di atas berkonsentrasi untuk sebatas mengungkap nilai-nilai pendidikan Islam dalam Al-Quran. Tidak terlihat upaya-upaya membuat sebuah bangunan epistemologi dan konsep yang berkaitan dengan pendidikan Islam.
Baca Juga: Khazanah Tafsir Tarbawi di Indonesia (2): Background Keilmuan Mufassir
Al-Quran Sumber Ilmu Pendidikan Islam
Untuk paradigma yang kedua ini bisa kita cermati dalam Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan karya Ahmad Munir, Epistemologi Pendidikan Islam: Integrasi al-Tarbiyyah dan al-Ta’lim dalam Al-Qur’an karya Rosidin, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Meretas Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an karya Muh. Anis, Tafsir Ayat-ayat Pembelajaran dalam Al-Qur’an karya Syukri dan Pembelajaran dalam Islam (Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an) karya Aam Abdussalam. Dalam karya-karya tersebut terlihat cara pandang mufasirnya terkait posisi Al-Quran dan bagaimana mengembangkan pendidikan Islam dari Al-Quran.
Muh. Anis misalnya, ia mengatakan bahwa Al-Quran tidak lain merupakan percikan kecerdasan Tuhan Maha Cerdas dan Maha Pendidik. Anis sendiri menulis tafsirnya karena merasa prihatin atas fenomena pengembangan pendidikan yang terlalu mendewakan filsafat rasionalisme dan empirisme Barat. Baginya, sebagai produk pemikiran manusia yang terbatas, kedua aliran filsafat ini rentan akan kelemahan dan kekurangan. Karena itu, epistemologi pendidikan Islam yang berpijak pada wahyu Tuhan (Al-Quran) mestinya lebih kokoh daripada produk dua aliran filsafat tersebut (Anis, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Meretas Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an, hlm. iii-v).
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Aam Abdussalam. Menurutnya, Al-Quran merupakan sumber pendidikan dan pendidikan adalah misi utama Al-Quran. sebagai sumber pokok Islam, tentu konsep pendidikan yang ditawarkan Al-Quran jauh lebih komprehensif dan unggul dibandingkan dengan konsep-konsep pendidikan seperti yang ada sekarang (Abdussalam, Pembelajaran dalam Islam: Konsep Ta’lim dalam Al-Qur’an, hlm 23-29).
Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan karya Ahmad Munir dan Tafsir Ayat-ayat Pembelajaran dalam Al-Qur’an karya Syukri juga memiliki orientasi pada penggalian konsep pendidikan dalam Al-Quran. Selain membahas tema-tema penting yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan, karya-karya tersebut mencoba melangkah lebih jauh dengan merumuskan konsep ideal pendidikan Islam yang diambil langsung dari ayat-ayat Al-Quran.
Mayoritas umat Islam menempatkan Al-Quran sebagai sumber penetapan hukum. Tidak jarang mereka seakan kurang peka terhadap pesan-pesan edukatif Al-Quran. Seperti yang dikatakan Mahmud Arif, Tafsir Tarbawi adalah sebuah usaha untuk menguak perspektif Al-Qura tentang pendidikan yang amat penting dalam pemuliaan manusia, pengembangan potensinya, penanaman nilai, pembentukan kepribadian dan merespon setiap kebutuhan serta tantangan kehidupan (Arif, Tafsir Pendidikan: Makna Edukasi Alquran dan Aktualisasi Pembelajarannya, hlm. 14-19). Wallahu a’lam