BerandaTafsir TematikOrang Bersyukur Semakin Langka, Ini Keutamaan Syukur Menurut Al-Qur’an

Orang Bersyukur Semakin Langka, Ini Keutamaan Syukur Menurut Al-Qur’an

Syukur adalah sebuah ibadah yang sering luput dari perhatian manusia. Banyak kita saksikan mereka yang masih merasa gelisah, khawatir, insecure, bahkan sampai pada level stres. Bersyukur semakin langka di masa sekarang, mengingat kita sedang berada pada kondisi pandemi yang memberikan banyak tekanan di satu sisi dan di sisi lain memberi tantangan untuk menjadi lebih baik.

Kondisi semacam ini perlu disikapi dengan bijak oleh orang-orang beriman. Satu di antara imun diri dalam menghadapi sulitnya hidup adalah bersyukur. Untuk itu, menjadi penting bagi kita memahami kembali konsep syukur di dalam Al-Qur’an. Selanjutnya, tulisan ini akan menguraikan sekelumit ayat-ayat syukur yang menarik untuk direnungkan kembali.

Sedikit Orang yang Bersyukur

Satu ayat unik yang berkaitan dengan syukur adalah surah As-Saba’ ayat 13. Setelah perintah untuk beramal sebagai tanda syukur, ayat ini menegaskan satu kenyataan bahwa sedikit sekali orang yang bersyukur.  Berikut redaksi dan terjemahan ayatnya:

يَعْمَلُونَ لَهُ ما يَشاءُ مِنْ مَحاريبَ وَ تَماثيلَ وَ جِفانٍ كَالْجَوابِ وَ قُدُورٍ راسِياتٍ اعْمَلُوا آلَ داوُدَ شُكْراً وَ قَليلٌ مِنْ عِبادِيَ الشَّكُورُ

Artinya: “Mereka bekerja untuknya apa yang dikehendakinya seperti gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung serta piring-piring yang seperti kolam-kolam dan periuk-periuk yang tetap. Beramallah (hai) keluarga Daud sebagai tanda kesyukuran. Dan sedikit dari hamba-hamba-Ku yang sempurna kesyukuran-(nya).

Quraish Shihab menerangkan ayat ini, dengan penafsiran bahwa amat sedikit hamba Allah yang mantap rasa syukurnya. Hal ini diuraikan lebih lanjut melalui penjelasan frasa qalīl dan syakūr. Qalīl yang berarti sedikit disebutkan dalam bentuk nakirah atau indefinite, sehingga bermakna amat sedikit.

Adapun frasa syakūr, merupakan bentuk hiperbola atau mubālaghah dari kata syākir, yakni orang yang sering, banyak, dan mantap syukurnya. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa sebenarnya banyak yang bersyukur, namun sedikit yang syukurnya mantap dan banyak. Karena syukur juga memiliki beberapa tingkatan (Tafsīr al-Misbāh, jil. 12, hal. 359).

Baca juga: Inilah 3 Kiat-Kiat Agar Kita Selalu Bersyukur dalam Menjalani Kehidupan

Kebaikan Syukur Untuk Diri Sendiri

Ayat selanjutnya berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman yang diuji dengan didatangkannya istana dalam sekejap. Kemudian peristiwa ini menjadi medan ujian bagi Nabi Sulaiman untuk kemudian bersyukur atau justru kufur terhadap kenikmatan ini. Mari simak surah An-Naml ayat 40 berikut:

قالَ هذا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَني‏ أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَ مَنْ شَكَرَ فَإِنَّما يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَ مَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَريمٌ

Artinya: Ia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhan-ku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhan-ku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”

Asy-Sya’rawi menerangkan bahwa peristiwa ini menjadi ujian bagi Nabi Sulaiman, apakah ia menjadikan peristiwa ini sebagai nikmat yang disyukuri atau malah tidak dia syukuri. Sikap Nabi Sulaiman dapat dilihat dari perkataan dan sikapnya kemudian.

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa rasa syukur itu kebaikannya kembali pada orang yang bersyukur, karena Allah sama sekali tidak butuh rasa syukur hamba. Ia adalah maha sempurna dan kaya. Dengan kata lain, andai seluruh makhluk bersyukur, itu tidak menambah sedikitpun kebesaran Allah. Sebaliknya, andai seluruh makhluk kufur, itu juga tidak mengurangi sedikitpun keagungan dari kerajaan Allah (Tafsīr asy-Sya’rawī, jil. 17, hal. 10787).

Baca juga: Mencontoh Spirit dan Doa Nabi Sulaiman dalam Mensyukuri Nikmat

Bersyukur Menambah Nikmat

Ayat terakhir yang menarik adalah surah Ibrahim ayat 7. Ayat ini menerangkan janji Allah untuk menambah nikmat bagi mereka yang bersyukur. Kemudian mengingatkan azab yang pedih bagi mereka yang kufur terhadap nikmat-nikmat Allah. Allah berfirman:

وَ إِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزيدَنَّكُمْ وَ لَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذابي‏ لَشَديدٌ

Artinya: (Dan ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Makarim Asy-Syirazi dalam Tafsīr Al-Amthal menafsirkan ayat ini, bahwa ada tiga tingkatan syukur. Pertama, tingkatan keyakinan dan pemahaman akan Allah Sang Pemberi Nikmat, inilah rukun pertama syukur. Kedua, bersyukur dengan lisan dengan mengucap lafal syukur seperti “alhamdulillah”. Ketiga, tingkatan terpenting, syukur dengan perbuatan; yaitu dengan menggunakan segala nikmat semaksimal mungkin dalam ketaatan kepada Allah (Al-Amthal fī Tafsīr Kitābillah al-Munzal, jil. 6, Hal. 490).

Di sisi yang lain, Thaba’thaba’i menjelaskan ayat ini secara menarik. Bahwa rasa syukur dengan tiga tingkatan (secara mantap) akan menambah nikmat pada pelakunya. Nikmat ini dapat berupa nikmat yang lahir; berupa bertambah sehatnya tubuh atau bertambahnya harta, dan nikmat yang batin; berupa tambahan iman dan petunjuk.

Ia juga menafsirkan bahwa ayat ini menunjukkan kelembutan dan kasih sayang Allah, karena saat berbicara kepada orang yang bersyukur, Allah mengatakan “pasti akan Aku tambah” (laazīdannakum). Namun, kepada yang kufur, Allah tidak mengatakan “pasti akan aku azab” (lau’adzibannakum), akan tetapi Allah hanya memberi peringatan bahwa adzab-Nya amat pedih (Tafsīr al-Mīzān, jil. 7, hal. 217).

Melalui tiga ayat syukur ini, semoga dapat menambah semangat kita untuk terus bersyukur. Bersyukur dengan sering dan mantap sampai pada tingkatan al-Syakūr. Bersyukur secara sempurna dengan keyakinan, lisan, dan amal perbuatan, karena kita yakin bahwa Allah selalu menambah kenikmatan bagi mereka yang bersyukur dan rasa syukur itu kembali kepada diri kita sendiri.

Dengan demikian, tekanan, ujian, dan kondisi pandemi ini tidak boleh menyurutkan kita untuk terus bersyukur. Justru, dengan bersyukur, Allah akan memberi kekuatan kepada kita untuk menghadapi lika-liku kehidupan. Bahkan, Allah melipatgandakan segala kenikmatan yang berhasil kita syukuri.

Wallahu’alam bishawab.

Baca juga: Tafsir Surat Ibrahim Ayat 7: Hikmah dan Cara Mensyukuri Nikmat Allah

Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Mahasiswa pascasarjana IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa disapa di @azzaranggi atau twitter @ar_zaranggi
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....