BerandaKisah Al QuranPandangan Ulama Seputar Kisah Nabi Daud As. (Bagian 1)

Pandangan Ulama Seputar Kisah Nabi Daud As. (Bagian 1)

Selain berisi aturan hukum, etika-moral dan keyakinan-teologis, Alquran banyak mengandung kisah-kisah nabi dan umat terdahulu. Misalnya kisah Nabi Adam as., Nabi Nuh as., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as. dan nabi-nabi yang lain. Di antara kisah yang diceritakan Alquran adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada Nabi Daud as.

Dalam Q.S. Shad [38]: 21-25, Allah Swt. mengisahkan dua orang yang berperkara dan meminta penyelesaian dari Nabi Daud as. Namun, ulama tafsir memiliki pandangan yang bervariasi mengenai maksud dari kisah yang termaktub dalam ayat tersebut. Sebelum lebih jauh membahas penafsiran dari para ulama, berikut redaksi Q.S. Shad [38]: 21-25 beserta artinya:

وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ (21) إِذْ دَخَلُوا عَلَى دَاوُودَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوا لَا تَخَفْ خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلَا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَى سَوَاءِ الصِّرَاطِ (22) إِنَّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ (23) قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ (24) فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ (25)

  1. Dan apakah telah sampai kepadamu berita orang-orang yang berselisih ketika mereka memanjat dinding mihrab?
  2. Ketika mereka masuk menemui Dawud lalu dia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, “Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zhalim kepada yang lain; maka berilah keputusan di antara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukilah kami ke jalan yang lurus.
  3. Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja, lalu dia berkata, “Serahkanlah (kambingmu) itu kepadaku! Dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.”
  4. Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat zhalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zhalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.
  5. Lalu Kami mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik. Q.S. Shad [38]: 21-25.

Baca Juga: Ibrah Kisah Nabi Daud: dari Taubat hingga Manajemen Ibadah

Menafsiri kisah di atas, setidaknya ada tiga versi mengenai maksud dari kisah yang diceritakan.

Pertama, sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa kisah di atas sebenarnya berisi teguran kepada Nabi Dawud as. atas tindakan yang beliau lakukan. Dalam Kitab Bahr al-‘Ulum dikisahkan, pada suatu hari Nabi Dawud as. bersabda di hadapan Bani Israil, “Adakah di antara kalian yang mampu beribadah kepada Allah Swt. seharian penuh tanpa sedikitpun tergoda oleh tipu daya setan?” Mereka menjawab, “Kami tidak mampu.” Pada saat itulah, terbesit dalam hati Nabi Dawud as. bahwa beliau mampu melakukan hal tersebut.

Beliau kemudian memasuki mihrab dan menguncinya agar tidak mendapat gangguan apapun ketika beribadah. Beberapa saat kemudian, ada burung yang sangat indah hinggap di tempat ibadah beliau. Singkat cerita, beliau mengejar burung tersebut sampai keluar, namun tiba-tiba beliau mendapati seorang wanita yang sedang mandi. Karena kebetulan dibelakang mihrabnya ada telaga yang biasa dijadikan tempat mandi para perempuan.

Akhirnya, fokusnya untuk menjalankan ibadah pun tidak terlaksana, gara-gara bertemu dengan perempuan cantik yang sedang mandi di telaga tadi. Diam-diam, Nabi Daud as. menaruh perasaan terhadap perempuan tersebut. Ia kemudian menanyakan perihal status perkawinannya. Perempuan tadi mengatakan bahwa ia sudah menikah, tetapi suaminya sekarang sedang ada dalam medan perang.

Mengetahui hal tersebut, Nabi Daud as. secara diam-diam mengirim surat kepada komandan perang dimana suami perempuan tadi ikut berperang. Dalam suratnya, Nabi Daud as. memerintahkan komandan perangnya agar menempatkan suami perempuan tadi di garda depan dengan harapan agar ia gugur di medan perang dan setelah itu akan menikahi istrinya.

Guna memberikan sindiran kepada Nabi Daud as. atas tindakannya tersebut, Allah mengutus dua malaikat yang menyamar menjadi dua orang yang sedang berperkara masuk ke dalam mihrab Nabi Daud as. sebagaimana diceritakan dalam ayat tersebut. (Bahr al-‘Ulum, Juz 3, 162-163)

Baca Juga: Ketika Allah Mengajarkan Nabi Daud tentang Kepemimpinan

Kedua, dalam Tafsir al-Bahr al-Madid dan beberapa kitab tafsir lain diceritakan bahwa di zaman Nabi Daud as. ada seorang laki-laki bernama Uriya. Ia memiliki istri yang sangat cantik. Karena kecantikannya itu, Nabi Dawud as. kemudian ingin menikahinya dan meminta kepada Uriya agar menceraikan istrinya supaya bisa dinikahi oleh Nabi Daud as.

Namun, perlu dipahami bahwa tradisi ini lumrah terjadi dan bukan merupakan suatu yang tabu pada masa itu. Hal ini sama seperti yang terjadi pada sahabat Muhajirin dan Anshar ketika dipersaudarakan oleh Nabi Muhammad Saw. ketika baru hijrah ke Madinah. Sahabat Anshar dengan suka cita menceraikan salah satu istrinya untuk diberikan kepada sahabat Muhajirin yang tidak memiliki istri.

Tindakan Nabi Daud as. ini kemudian mendapat teguran dari Allah Swt., sebab hal itu hanya dilandaskan pada nafsu semata. Padahal saat itu, Nabi Daud as. telah memiliki 99 orang istri, sementara istri Uriya hanya memiliki seorang perempuan tadi. Maka Allah swt. mengutus dua malaikat yang menjelma menjadi sosok manusia yang sedang berperkara masuk ke dalam mihrab Nabi Daud as., sebagaimana diceritakan dalam ayat diatas. (al-Bahr al-Madid, Juz 5, 16)

Ketiga, berbeda dengan dua kisah di atas, versi ini sedikitpun tidak mengandung kisah yang terkesan mendiskreditkan Nabi Daud as. Menurut versi ketiga ini, ayat di atas mengisahkan perihal dua orang yang sedang berperkara melompati tembok pagar guna menemui Nabi Daud as. yang sedang beribadah. Mengetahui kedatangan dua orang tersebut, Nabi Daud as. kaget bahkan sempat menduga bahwa mereka ingin mencelakainya. Tapi ternyata, mereka berdua tidak punya niat jahat dan memang benar-benar ingin minta putusan dari Nabi Daud as. terkait masalah yang sedang mereka perselisihkan. Karena prasangka Nabi Daud as. Tadi, akhirnya beliau pun sujud memohon ampun kepada Allah Swt. (Tafsir al-Maraghi, Juz 23, 108-109)

Menurut Imam al-Razi, tiga versi di atas memang populer dan beredar di berbagai kitab tafsir. Akan tetapi, harus diyakini bahwa nabi dan rasul adalah manusia yang terpelihara dari perbuatan dosa. Karena ituah, banyak para ahli tafsir dari kalangan muhaqqiqin yang menolak dua versi pertama, lebih-lebih versi pertama.

Wallahu a’lam bish shawab.

Muhammad Zainul Mujahid
Muhammad Zainul Mujahid
Mahasantri Mahad Aly Situbondo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...