Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum, tugas museum adalah pengkajian, pendidikan, dan kesenangan. Pasal 34 ayat (1) dari peraturan pemerintah tersebut mengemukakan bahwa pengkajian di museum dilakukan terhadap koleksi, pengelolaan, pengunjung, dan/atau program museum.
Lebih jauh lagi, dalam ayat (2) dari pasal tersebut terungkap bahwa pengelola museum wajib untuk melakukan pengkajian di museum. Selain itu, masih dalam ayat dan pasal yang sama, termaktub bahwa pengkajian dimaksud dapat dilakukan oleh setiap orang atau masyarakat hukum adat dengan izin dari kepala museum.
Sehubungan dengan itu, telah banyak kajian yang dilakukan di museum—atau mengenai museum, termasuk museum Alquran. Umumnya, kajian di museum Alquran berfokus pada koleksinya, yaitu mushaf-mushaf—terutama yang tergolong sebagai mushaf kuno.
Contoh literatur mengenai koleksi museum Alquran di antaranya kajian tentang preservasi dan konservasi mushaf-mushaf Alquran koleksi Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Jakarta. Ada juga literatur tentang ragam hias serta aspek rasm, tanda baca, dan kaligrafi mushaf-mushaf kuno di museum yang sama.
Baca juga: Mengenal Empat Museum Alquran di Indonesia
Di luar fokus pada koleksi, ternyata spektrum isu kajian mengenai museum Alquran lumayan luas. Sebagai contoh, ada penelitian mengenai konsep artistektur Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Jakarta. Kemudian, ada pula yang mengaitkan museum Alquran dengan pembangunan bangsa Indonesia.
Selain itu, ada literatur yang membahas kaitan antara museum Alquran dan identitas Islam. Terakhir, ada literatur yang memaparkan tentang pengaruh keberadaan museum Alquran terhadap perekonomian warga di sekitarnya.
Berbagai hasil kajian itu semuanya dilakukan oleh pihak luar, bukan oleh pengelola museum Alquran. Meskipun demikian, ternyata ada kajian survei kepuasan masyarakat oleh Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Jakarta—yang menjadi contoh kajian mengenai museum Alquran oleh pengelolanya sendiri.
Museum Alquran tampaknya telah menjadi lokasi dan objek penelitian pilihan bagi para peneliti. Bidang penelitian di museum Alquran pun cukup beragam—tidak melulu berkaitan dengan agama. Penelitian-penelitian itu berkisar pada isu koleksi, bangunan, dan peran ekonomi-sosial-budaya museum Alquran.
Beberapa catatan
Meskipun demikian, ada dua hal yang menjadi catatan sehubungan dengan penelitian di museum Alquran. Pertama, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015, pengkajian di museum idealnya berkisar pada empat isu, yaitu: koleksi, pengelolaan, pengunjung, dan/atau program museum.
Sementara itu, jika menilik berbagai isu penelitian di museum Alquran yang sudah ada, terlihat bahwa penelitian tentang pengelolaan dan program museum Alquran belum teridentifikasi. Penelitian mengenai topik tersebut menjadi penting karena bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pengelola museum.
Kedua, beragam publikasi yang ada menunjukkan bahwa pengkajian di museum Alquran—juga mengenai koleksinya—masih banyak dilakukan oleh pihak luar, belum banyak dilakukan oleh pengelola museum sendiri. Padahal, peraturan yang ada mengamanatkan museum untuk melakukan pengkajian.
Baca juga: Syekh Husin Fallugah dan Museum Manuskrip Kajian Keislaman Terbesar di Kalimantan Barat
Dalam kasus museum Alquran yang dimiliki oleh pemerintah—misalnya Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Jakarta—hal tersebut dapat dimaklumi mengingat museum-museum tersebut tidak lagi memiliki fungsi penelitian. Hal itu sebagaimana berlaku juga untuk instansi pemerintah lainnya.
Fungsi penelitian di instansi pemerintah telah diintegrasikan di sebuah lembaga bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)—yang dibentuk pada tahun 2019, tetapi efektif mengintegrasikan fungsi penelitian lembaga pemerintah per tahun 2022.
Sehubungan dengan itu, pengelola museum Alquran—terutama yang dimiliki pemerintah—perlu bekerja sama dengan lembaga penelitian, misalnya BRIN, untuk melakukan pengkajian. Di bawah BRIN, ada sejumlah unit yang bidang penelitiannya dapat dikaitkan dengan kepentingan museum Alquran.
Baca juga: Mengenal Mushaf Sunan Ampel di Museum Alquran PTIQ Jakarta
Penelitian sosial-budaya berada di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) serta Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Abastra); sementara penelitian kebijakan dan perekonomian ditangani Organisasi Riset Tata Kelola, Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM).
Kolaborasi dengan BRIN memungkinkan pengelola museum Alquran untuk memenuhi tugasnya dalam melakukan pengkajian. Isu koleksi museum idealnya merupakan porsi OR Abastra; sementara isu pengelolaan, pengunjung, dan/atau program museum besar irisannya dengan kepakaran peneliti di OR IPSH dan TKPEKM.