BerandaUlumul QuranPengertian Kata Syukur dan Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-hari

Pengertian Kata Syukur dan Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-hari

Kata syukur adalah kata yang sudah sangat populer di kalangan kita, baik di media masa elektronik, media masa cetak, maupun media-media lainnya. Kepopulennya disebabkan karena kata sudah menjadi bahasa baku bahasa Indonesia.

Kata syukur ini pada mulanya bukanlah milik atau lahir dari bahasa Indonesia sendiri, tetapi berasal dari kosa kata bahasa Arab. Tidak ada yang tahu sejak kapan kata ini digunakan di dalam bahasa Indonesia.

Tetapi yang jelas, kata ini digunakan setelah terjadi asimilasi budaya antara budaya Islam dan budaya Nusantara pada masa dahulu ketika Islam tersebar di Nusantara. Sudah tentu, bahwa yang menggunakan pada masa-masa awal itu adalah penganjur dan mubalig Islam, serta ulama yang menyebarkan agama Islam ketika itu.

Di samping kata syukur kita juga mengenal beberapa istilah yang terkait yaitu, kata “syukuran” dan “tasyakuran.” Keduanya juga berasal dari kata syukur. Kata “syukuran” diartikan dengan ucapan dan mengadakan selamatan untuk bersyukur kepada Tuhan, misalnya karena terhindar maut, terhindar dari penyakit, dan sebagainya. Kata “tasyakuran” tidak ditemukan di dalam KBBI. Ini berarti bahwa kata ini belum menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia.

Penggunaan kata syukur di dalam bahasa Indonesia seringkali dirangkaian dengan kata “alhamdulillah” sehingga susunannya menjadi “syukur al-hamdulillah.” Penggunaan seperti ini sudah sangat populer digunakan dalam bahasa sehari-hari, dalam bahasa pergaulan kita. Misalnya, “syukur al-hamdulillah” saya lulus dalam ujian dengan nilai cumlaude.

Penggunaan kata syukur juga seringkali dikaitkan dengan kata “puja dan puji” sehingga menjadi “puja dan puji syukur” seperti dalam kalimat yang sering kita ucapkan atua sering kita dengart dalam kalimat pembukaan acara. Misalnya ucapan yang berbunyi “Mari kita memanjaktkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah Swt.”

Baca Juga: Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 10 -13: Syukurilah Nikmat Allah SWT, Jangan Sampai Mendustakannya

Mungkin juga kita tidak menggunakan kata syukur di dalam ucapan kita seperti ketika Anda ditanya tentang kabar Anda. “Bagaiman kabar Pak. Jawabnya: “Alhamdulillah.” Ucapan ini juga sudah menunjukkan “Syukur alhamdulillah.”

Kata syukur ini pada dasarnya berasal dari kata syukr (شكر) yang ada di dalam bahasa Arab. Kemudian digunakan di dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa baku. Dalam bahasa Indonesia (KBBI, h. 878) kata ini diartikan dengan dua arti, yaitu:

  1. Terima kasih kepada Allah, seperti dalam ungkapan: “Ia mengucapkan syukur kepada Allah karena terlepas dari marabahaya.”
  2. Untunglah (menyatakan lega, senang, dsb), seperti dalam ungkapan: “Untunglah suamiku tidak mengalami cedera di kecelakaan itu.”

Dari kata syukur ini (KBBI, h. 763) lahir berbagai bentuk kata yang lain, seperti “bersyukur, mensyukuri, dan syukuran.”

Bersyukur artinya berterima kasih; mengucap syukur, seperti dalam ungkapan: “Saya sangat bersyukur, dia terhindar dari bahaya.”

Mensyukuri, artinya mengucap terima kasih kepada; berterima kasih karena suatu hal; berselamatan untuk bersyukur kepada Tuhan (karena terhindar dari maut, sembuh dari penyakit, dsb), seperti dalam ungkapan: “Ibu itu membuat sebuah tumpeng untuk mensyukuri putrinya yang baru sembuh.” Syukuran, artinya ucapan syukur.

Secara bahasa (etimologi) kata syukr (شكر) di dalam bahasa Arab adalah bentuk kata dasar (mashdar) dari kata kerja syakara (شكر) – yasykuru (يشكر). Seliain kata ini, ada juga bentuk kata dasar yang lain, yaitu syukūran(شكورا) dan syukrānan (شكرانا).

Dalam pengertian kebahasaan ini, kata syukr (شكر) memiliki banyak arti, seperti 1) berterima kasih kepada (syakara al-rajul wa lahu), 2) Allah memberi kamu pahala (Syakara Allah sa’yaka), 3) memuji (syakara al-rajula).

Dari kata ini lahir beberapa bentuk kata yang lain, seperti syākir (شاكر), yang berarti ‘seseorang yang bersyukur’ yang bentuk jamaknya adalah syākirūn (شاكرون), yang berarti ‘orang-orang yang bersyukur. Lahir pula kata syakūr, yaitu salah satu dari sifat-sufat Allah swt. yang berarti ‘Yanga Maha Mensyukuri’.

Baca Juga: Mencontoh Spirit dan Doa Nabi Sulaiman dalam Mensyukuri Nikmat

Ada sejumlah pengertian syukur secara terminologi yang dikemukakan oleh para ulama. Al-Jurjani mengatakan bahwa syukur ialah suatu kebaikan untuk menerima nikmat, baik secara lisan, dengan tangan atau dengan hati.

Ada yang berpendapat bahwa pujian terhadap seseorang yang berbuat baik dilakukan dengan cara menyebut/mengingat kebaikannya. Seorang hamba disebut bersyukur kepada Allah berarti dia memuji kepadanya dengan mengiongat kebajikannya yang merupakan nikmat, dan Allah mensyukuri seorang hamba yaitu dengan menerima kebajikan manusia karena ketaatannya kepada Allah (kitab al-Ta’rifat, h. 128).

Syukur, menurut al-Jurjani, terbagi atas dua macam, yaitu 1) al-syukr al-lughawi (syukur secara kebahasaan), dan 2) al-syukr al-‘urfi. Al-syukr al-lughawi ialah ungkapan tentang sesuatu yang baik (indah) terhadap sesuatu yang mulia terhadap nikmat, baik secara lisan, maupun secara badaniah.

Al-Syukr al-lughawi ialah sikap seorang hamba Allah terhadap semua hal yang diberikan oleh Allah sebagai nikmat yang telah dianugerahkan Allah swt, seperti pendengaran, penglihatan, dan lain-lainnya terhadap segala apa yang diciptakan Allah swt. Al-syukr al-lughawi lebih bersifat umum, sedangkan al-syukr al-‘urfi lebih khusus (kitab al-Ta’rifat, h. 128).

Ahmad Thib Raya
Ahmad Thib Raya
Guru Besar Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU