BerandaTafsir TematikSurat Yunus Ayat 6: Refleksi Pergantian Tahun

Surat Yunus [10] Ayat 6: Refleksi Pergantian Tahun

Pergantian tahun merupakan momen yang sangat dinantikan oleh sebagian masyarakat dunia. Biasanya, pergantian tahun akan dirayakan dengan berbagai macam cara, mulai dari sekedar doa dan harapan hingga perayaan-perayaan yang memakan biaya besar. Itu semua adalah ekspresi kegembiraan, kesedihan, kekecewaan atas tahun yang dilalui serta harapan kebaikan pada tahun yang akan datang.

Bagi masyarakat dunia khususnya di Indonesia, pergantian tahun dijadikan sebagai sarana merefleksikan  dan mengintrospeksikan diri terkait peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di tahun sebelumnya. Kemudian, pergantian tahun juga dijadikan sebagai langkah awal untuk menjadi lebih baik dan lebih produktif di tahun selanjutnya.

Di Indonesia, biasanya menjelang pergantian tahun terjadi diskursus rumit tentang hukum merayakan tahun baru sebagaimana diskursus mengucapkan selamat natal. Kelompok pertama menyatakan bahwa tidak boleh merayakan tahun baru dengan berbagai atributnya karena mengikuti kebudayaan orang kafir. Sebaliknya, kelompok kedua menyatakan bahwa tidak mengapa merayakan tahun baru dengan berbagai tindakan positif ataupun dalam rangka muhasabah diri.

Terlepas dari perdebatan itu, penulis berkeyakinan bahwa setiap pergantian waktu, detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun adalah fenomena yang wajar ditemui. Jika pergantian tahun dapat menjadi sarana bertadabbur dan berfikir, maka tak salah untuk sekedar diperingati selama tidak diisi dengan perbuatan yang melanggar norma agama. Dalam konteks ini, pergantian tahun adalah salah satu dari ayat-ayat Allah swt bagi manusia.

Pergantian waktu adalah tanda-tanda kekuasaan Allah swt

Dalam Al-Qur’an, Allah swt sering kali menyebutkan perilhal waktu dan semisalnya untuk menjelaskan sesuatu yang dianggap penting (misalnya, wal ashr yakni demi masa). Karena pada hakikatnya, waktu adalah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Hanya saja mereka sering mengabaikan atau lalai terhadapnya. Manusia baru menyesal manakala waktu sudah terbuang sia-sia dan tak mungkin kembali lagi.

Salah satu ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai waktu adalah surat Yunus [10] ayat 6. Firman Allah swt:

اِنَّ فِى اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللّٰهُ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَّقُوْنَ ٦

Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Yunus [10] ayat 6).

Menurut Quraish Shihab, ayat ini menegaskan bahwa: sesungguhnya pada pergantian, yakni perputaran bumi pada porosnya yang mengakibatkan terang dan gelap dan perbedaan baik dalam panjang maupun pendeknya waktu malam dan siang dan juga pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, baik fenomena alam maupun makhluk di dalamnya, benar-benar terdapat tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah swt bagi orang-orang yang bertakwa.

Penyebutan kata malam terlebih dahulu pada ayat ini – menurut sebagian ulama – menandakan bahwa kegelapan terwujud terlebih dahulu sebelum wujud cahaya (makhluk). Kemudian Allah swt dengan anugerah-Nya menerangi secara material dan spiritual makhluk-makhluk dalam semesta, termasuk perjalanan hidup manusia. Sebab tanpa penerangan dari-Nya, manusia akan hidup dalam kegelapan seutuhnya.

Kalimat ikhtilaf al-laili wa al-nahari dapat diartikan sebagai perbedaan atau pergantian malam dan siang. Bila dipahami dalam arti perbedaan, maka ini mengisyaratkan bahwa malam dan siang adalah dua cahaya yang masing-masing memiliki keistimewaan. Perbedaan keduanya merupakan salah satu gejala alam di mana setiap makhluk tak mampu mengelaknya. Adapun ikhtilafi dalam arti pergantian, maka ini disebabkan oleh rotasi bumi pada porosnya.

Selanjutnya, pada surat Yunus [10] ayat 6 Allah swt juga mengaskan bahwa pergantian siang dan malam serta berbagai ciptaan yang ada di langit dan di bumi merupakan tanda-tanda-Nya bagi orang yang bertakwa. Hal ini menandakan bahwa pergantian waktu, siang dan malam ataupun pergantian tahun adalah fenomena yang harus direnungi dalam rangka mentadabburi ayat-ayat Allah swt. Mereka yang mampu melakukannya adalah orang-orang yang bertakwa.

Melalui surat Yunus [10] ayat 6, kita dapat belajar dan memahami bahwa pergantian waktu – termasuk pergantian tahun – adalah fenomena alam yang Allah swt ciptakan untuk keteraturan alam dan juga untuk direnungi oleh manusia sebagai makhluk beriman serta sebagai tujuan hidup mereka. Dengan perenungan tersebut, manusia akan semakin yakin dan mengenal Sang Maha Pencipta lebih jauh guna beribadah kepada-Nya.

Dengan demikian, pergantian tahun atau tahun baru adalah satu hal dari sekian banyak hal yang patut manusia renungkan. Ini adalah momentum untuk mengevaluasi diri terkait apa yang telah dilakukan selama ini, apa saja yang kurang dan harus diperbaiki sebagai seorang hamba dan manusia. Kemudian, kita juga harus merancang dan memperbaiki berbagai hal yang kurang sempurna di masa lalu agar menjadi lebih baik lagi.

Pergantian tahun dapat menjadi momentum kebangkitan seseorang dalam hidup, baik itu berkenaan dengan pekerjaan, keluarga, pendidikan maupun ibadah sebagai bagian terpenting hidup. Jangan sampai kita membuat pergantian tahun menjadi titik awal keburukan dan titik terjauh dari Allah swt. Selain itu, pergantian tahun semestinya diisi dengan berbagai hal positif, bukan sebaliknya. Semoga pergantian tahun menjadi langkah awal kita menjadi baik guna menebar kebaikan. Aamiin.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...