BerandaTafsir Al QuranPenjelasan Al-Quran tentang Fenomena Alam Semesta Bertasbih kepada Allah

Penjelasan Al-Quran tentang Fenomena Alam Semesta Bertasbih kepada Allah

Apakah yang bertasbih kepada Allah adalah manusia saja? Apabila kalian mengira bahwa selama ini yang bertasbih kepada Allah hanya manusia saja adalah keliru. Karena banyak ayat Al-Quran yang menerangkan bahwa alam semesta bertasbih kepada Allah SWT. Semua makhluk di dunia ini bertasbih kepada Allah. Salah satu ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang hal ini adalah surat Al-Isra ayat 44:

تُسَبِّحُ لَهُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ ٱلسَّبْعُ وَٱلْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”

Seluruh alam bertasbih kepada Allah, baik makhluk hidup maupun benda mati

Beberapa kali Allah telah menerangkan dalam Al-Quran tentang tasbihnya seluruh makhluk di alam semesta. Baik itu makhluk hidup seperti hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan, maupun benda mati seperti gunung-gunung. Ayat yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah surah An-Nur ayat 41:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلطَّيْرُ صَٰفَّٰتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُۥ وَتَسْبِيحَهُۥ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”

Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim menuturkan bahwa yang dimaksud dengan apa yang ada di langit dan bumi adalah seluruh makhluk baik dari kalangan malaikat, manusia, jin, semua hewan serta benda mati. Hal ini pun senada dengan keterangan dari Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al-Wajiz bahwa seluruh makhluk Allah yang bertasbih itu berasal dari makhluk hidup seperti bangsa hewan maupun benda-benda mati.

Dalam suatu hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa semut juga bertasbih. Rasululullah pada saat itu menceritakan kepada sahabat-sahabatnya bahwa pada zaman dahulu Nabi Musa pernah duduk dibawah pohon yang rindang. Pada saat bersantai tiba-tiba ia merasa kesakitan karena ada bagian tubuhnya yang digigit seekor semut. Nabi Musa pun marah lantas menyuruh pasukannya untuk membakar sarang semut tersebut. Namun Nabi Musa ditegur Allah perihal tersebut seperti yang disabdakan Rasulullah SAW “Hanya karena kamu digigit oleh seekor semut, lalu kamu membinasakan sebuah umat yang bertasbih” (HR Bukhari Muslim).

Kisah ini serta ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah membuktikan bahwa hewan-hewan seperti burung dan semut juga turut bertasbih. Melalui ayat-ayat dan kisah ini indikasinya tidak hanya dua jenis hewan di atas. Melainkan seluruh hewan di alam ini pun juga bertasbih menyucikan dan mengagungkan nama Allah, alam semesta bertasbih.

Dalam ayat lain Allah memberikan keterangan perihal benda mati yang juga bertasbih. Allah memberikan satu contoh yaitu gunung-gunung. Ayat-ayat tersebut pada waktu itu merujuk kepada Nabi Daud karena ia adalah salah satu nabi yang diberikan mukjizat oleh Allah mengerti bahasa hewan dan memiliki kerajaan bukan dari manusia saja, melainkan dari makhluk lain. Gunung-gunung tersebut diperintahkan Allah untuk bertasbih bersama-sama dengan Nabi Daud. Adapun ayat-ayat tersebut terdapat dalam surah surah Saba’ ayat 10:

وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Hai gunung-gunung dan burung­-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud.”

Kemudian juga dalam surah Shad ayat 18-19:

إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالإشْرَاقِ . وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ

Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi, dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah.”

Seperti penjelasan oleh Ibnu Katsir dan Wahbah Zuhayli di atas, bahwa pada dasarnya semua makhluk Allah itu bertasbih. Baik yang di langit maupun di bumi, baik yang hidup ataupun mati. Semua alam bertasbih memuji Allah tanpa terkecuali. Dan bahwa manusia yang congkak saja yang tidak mau bertasbih memuji dan menyucikan-Nya.

Baca juga: Kenali Kandungan Surat Al-Waqiah dan Beberapa Keuatamaannya

Bertasbih dengan caranya masing-masing

Pada pambahasan di atas telah diterangkan bahwa semua makhluk di alam ini bertasbih kepada Allah. Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara mereka bertasbih?

Ibnu Musthafa Al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi mendefinisikan tasbih adalah suatu bentuk penyucian nama dan dzat Allah dari segala macam sifat yang tidak pantas disandang-Nya. Sedang Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim menjelaskan pengertian yang lebih lebar bahwa semua makhluk yang ada di langit dan di bumi turut menyucikan Allah, mengagungkan, memuliakan, dan membesarkan-Nya dari apa yang dikatakan orang-orang musyrik. Seluruh alam semesta mempersaksikan keesaan Allah sebagai Tuhan mereka.

Mengenai cara bertasbihnya makhluk, Al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi memberikan keterangan bahwa mereka betasbih dengan cara masing-masing. Jika makhluk tersebut mempunyai akal seperti manusia maka cara tasbihnya adalah dengan beribadah seperti menyebut asma Allah dengan lisannya. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasululullah pun memberikan tuntutan mengenai amalan tasbih untuk umatnya, “barang siapa yang mengucapkan subhanallah wa bihamdih dalam sehari seratus kali maka kesalahan-kesalahannya dihapuskan meskipun seperti buih di lautan” (Muttafaqun ‘alaih).

Baca juga; Alasan Mengapa Surat Al-Ikhlas Sebanding Sepertiga Al-Quran Menurut Imam Ghazali

Al-Mahalli dan Al-Suyuthi dalam Tafsir Jalalayn memberikan penjelasan bahwa seluruh tasbih dan shalatnya makhluk dengan caranya masing-masing, sedang Allah yang mengetahui apa yang mereka perbuat. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah juga sependapat dengan hal itu, beliau menambahkan penjelasan bahwa bertasbihnya makhluk adalah dengan menjalankan tugasnya sebagaimana fitrahnya masing-masing. Hal ini juga didasarkan pada hadis Rasulullah ketika beliau melarang umatnya untuk membunuh seekor katak “suara katak adalah tasbihnya,” (HR An-Nasai).

Pendapat-pendapat para mufassir di atas juga disepakati oleh Buya Hamka dalam Tafsri Al-Azhar. Ia memberikan tambahan komentar bahwa seluruh makhluk Allah di alam semesta ini bertasbih menyucikan-Nya dan mengangungkan-Nya baik dengan lisan maupun dengan isyarat aktivitas tubuhnya.

Kebesaran Allah memang tidak akan berkurang meskipun manusia tidak mengagungkan-Nya, bahkan jika pun manusia tidak menyembah-Nya. Namun tujuan bertasbih adalah untuk manusia sendiri. Manusia yang hakikatnya adalah seorang hamba maka selayaknya ia mengagungkan nama-Nya dan menyucikan-Nya. Menyucikan dan mengangungkan-Nya adalah wujud amal seorang hamba yang saleh karena ia tunduk dan taat kepada Sang Penciptanya.

Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Peminat Literatur Islam Klasik dan Kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....