BerandaTafsir TematikTafsir AhkamPerempuan Menstruasi Wajib Qada Puasa, Bukan Salat

Perempuan Menstruasi Wajib Qada Puasa, Bukan Salat

Apabila laki-laki tidak dapat menjalankan salat karena uzur, maka dia wajib mengqada salatnya. Namun hal itu tidak berlaku bagi perempuan menstruasi. Sebanyak apapun salat yang dia tinggalkan selama menstruasi, dia tidak berkewajiban mengqada salatnya. Sedang untuk permasalahan puasa, perempuan menstruasi tetap berkewajiban mengqada puasanya. Lalu bagaimana bisa perempuan menstruasi tidak berkewajiban mengqada salatnya? Apa yang perbedaan salat dan puasa dalam permasalahan perempuan menstruasi? Berikut keterangan lengkapnya:

Qada Salat dan Puasa Sebab Menstruasi

Allah berfirman:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah [2] :222).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Mengenal “Madzi” dan “Wadi”

Imam al-Qurthubi tatkala menguraikan tafsir ayat tersebut menjelaskan bahwa perempuan menstrusi berkewajiban mengqada puasa, tidak salat. Dasar yang dipakai adalah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Mu’adzah. Muadzah berkata kepada Aisyah:

مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

“Sebenarnya permasalahan orang haid itu bagaimana, kok dia berkewajiban mengqada puasa, tapi tidak berkewajiban mengqada salat?” Aisyah berkata: “Apakah kamu orang Harura?” Aku (Mu’adzah) berkata: “Aku bukan orang Harura. Aku hanya bertanya”. Aisyah berkata: “Suatu kali kami mengalami haid. Lalu kami diperintahkan mengqada puasa dan tidak diperintahkan mengqada salat” (Tafsir al-Qurthubi/3/83).

Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa Harura adalah semacam golongan yang kaku dalam memahami agama. Aisyah khawatir Mu’adzah sedang meminta penjelasan panjang lebar tentang mengapa orang haid berkewajiban mengqada puasa, sedang salat tidak wajib. Setelah Mu’adzah meyakinkan Aisyah bahwa dia hanya sekedar bertanya saja, maka Aisyah menerangkan bahwa alasan banyak orang meyakini hukum tersebut, adalah karena memang Nabi memerintahkan orang haid untuk mengqada puasa serta tidak memerintahkan mereka mengqada salat (Fathul Bari/2/2).

Ibn Daqiq menjelaskan, kemungkinan besar dengan adanya perintah mengqada puasa dan tidak adanya perintah mengqada salat, Aisyah kemudian berkesimpulan bahwa mengqada salat bagi perempuan menstruasi hukumnya tidak wajib. Sebab menstruasi adalah keadaan yang terbilang sering dialami perempuan. Andai mengqada salat hukumnya wajib bagi mereka, tentu Nabi akan mengungkapkannya (Ihkamul Ahkam/1/209).

Imam al-Nawawi menjelaskan, ulama sepakat bahwa perempuan menstruasi berkewajiban mengqada puasa. Dan kewajiban ini bukan karena dia pada dasarnya berkewajiban puasa kemudian terhalang oleh menstruasi sehingga kemudian harus mengqada puasanya. Menurut mayoritas ulama, perempuan menstruasi kehilangan kewajiban melaksanakan puasa dan salat sejak dia mengalami haid. Oleh karena itu, andai tidak ada perintah mengqada puasa, tentu mengqada puasa pun bukan suatu kewajiban. Dan dikarenakan perintah mengqada hanya ditunjukkan pada puasa, maka hanya puasa yang wajib diqada (al-Majmu/2/355).

Baca Juga: Mimpi Basah Belum Tentu Mengharuskan Mandi Besar

Imam al-Nawawi mengutip keterangan sebagian ulama menjelaskan perbedaan salat dan puasa. Salat memiliki jumlah banyak dan dilaksanakan setiap hari. Tentu akan berat apabila ada kewajiban untuk mengqadanya bagi permpuan menstruasi. Berbeda dan puasa yang diwajibkan sekali dalam setahun. (Syarah Sahih Muslim/2/46).

Kesimpulan

Dari berbagai keterangan di atas kita bisa mengambil kesimpulan, kewajiban qada puasa bagi perempuan menstruasi berkaitan dengan adanya hadis, yang hanya menjelaskan bahwa perempuan hanya diperintahkan mengqada puasa. Dan tidak ada perintah mengqada salat padahal salat dan puasa terbilang sama-sama ibadah yang harus ditinggalkan sebab menstruasi. Wallahu a’lam.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...