BerandaTafsir TematikPerintah Dakwah yang Menyejukkan dalam Al-Quran

Perintah Dakwah yang Menyejukkan dalam Al-Quran

Dakwah menjadi kegiatan yang digandrungi masyarakat muslim. Bahkan sekarang, tidak hanya secara tatap muka, hampir semua platform digital sudah menjadi arena berdakwah. Namun, di era kebebasan berpendapat ini justru menjadikan pendakwah secara leluasa berceramah tanpa memperhatikan etika hingga menyulut emosi sebagian pihak. padahal Al-Quran telah menuntun kita untuk menjalankan dakwah yang menyejukkan.

Baca juga:Tafsir Tarbawi: Membudayakan Mauidzah Hasanah dalam Pendidikan Islam

Tafsir QS. An-Nahl (16):125

Setidaknya, salah satu ayat yang dijadikan acuan dalam berdakwah yang baik terdapat dalam surat An-nahl ayat 125 yang berbunyi:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya (hanya) Tuhanmu yang mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahu orang-orang yang mendapat petunjuk”

Imam at-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Ta’wili Ayil Quran menjelaskan bahwa ayat tersebut merupakan perintah kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyeru umat manusia kepada syariat Islam. Adapun hikmah yang dimaksud ialah wahyu dari Allah yakni Al-Quran

Sedangkan, Mau’idlah hasanah ia tafsiri sebagai bentuk pelajaran yang baik hingga menjadikan  seseorang selalu mengingat Allah. Sedangkan yang ketiga ialah mendebat dengan cara-cara yang baik.

Dalam Tafsir al-Misbah, Quraish Shihab menerangkan bahwa ayat tersebut merupakan perintah kepada Nabi untuk melanjutkan usahanya mengajak manusia pada ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Dan bagi siapa saja yang meragukan hingga menolak, maka diperintahkan untuk membantah mereka dengan cara yang terbaik.

Baca juga: Tafsir Surah Al Nahl Ayat 125: Metode Dakwah Rasulullah SAW

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa tidak ada yang perlu dirisaukan atas hujatan hingga tuduhan yang tak berdasar dari kaum yang tidak mau diajak. Biarkan itu menjadi urusan Allah sehingga diakhir ayat disebutkan bahwa Allah lebih mengetahui siapa yang tersesat dan  yang medapat petunjuk.

Pada kalimat  وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ, al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi menjelaskan bahwa maksudnya ialah mendebat lawan dengan cara yang lebih baik. Apabila ada yang melanggar batas atau menyakiti perasaan, maka segera memafkan dan tetap melayani mereka (yang mendebat) dengan sebagus-bagus ucapan.

Akhlak merupakan cerminan pendakwah

Merujuk pada ulasan beberapa mufassir di atas, bahwa Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan misi dakwahnya dengan 3 cara. Pertama, dengan hikmah. Kedua, dengan mau’idlah hasanah. Dan ketiga ialah mujadalah bil ahsan. Beragam cara tersebut merupakan gambaran bahwa segala bentuk dakwah ialah harus dilakukan dengan cara yang baik.

Selain memiliki kemampuan dan keilmuan yang mempuni, seorang pendakwah harus mampu menyi’arkannya dengan akhlak terpuji. Dari tutur kata hingga tingkah laku merupakan cerminan dari semua keilmuan yang ia miliki. Bahkan Rasulullah SAW bersabda dalam suatu hadis di Musnad Imam Ahmad:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa nabi Saw pernah bersabda: sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”(HR Ahmad)

Dakwah dengan menyenangkan, bukan menegangkan

Surat An-Nahl ayat 125 merupakan seperangkat pedoman dalam melaksanakan dakwah. Aturan ini dapat dikembangkan seluas mungkin sesuai dengan kondisi masyarakat yang dihadapi.

Dakwah hanyalah sekedar menyampaikan, tidak perlu memberikan penilaian dan menghakimi berbagai pihak. hal ini ditegaskan oleh ayat tersebut dengan menyatakan bahwa hanya Allah lah yang berhak menentukan apakah seseorang beriman atau musyrik. Namun sebagian pendakwah justru melampau batas hingga dengan mudahnya ia nyatakan sesat terhadap pihak tertentu.

Baca juga: Meramahkan Metode Hikmah Kepada Peserta Didik

Bagaimanapun juga, dakwah dengan menyenangkan dan menyejukan sangatlah diperlukan. Terlebih dalam kemajemukan masyarakat Indonesia. Satu hal yang harus dihindari ialah tidak memancing perkara dengan ungkapan-ungkapan provokatif karena ini hanya memunculkan suasana yang panas. Justru dengan suasana sejuk dan nyaman, pesan dakwah mudah diterima oleh masyarakat. Wallahu a’lam[]

Muhammad Anas Fakhruddin
Muhammad Anas Fakhruddin
Sarjana Ilmu Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...