Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Syakban; bulan mulia yang dihimpit di antara bulan yang mulia pula. Bulan yang di dalamnya memiliki waktu istimewa di pertengahanya,yang dinamakan dengan Nisfu Sya’ban.
Secara bahasa, Abdurrahman Al-Shafury dalam kitabnya, Nuzhatul Majalis wa Muntakhabun Nafais, mengatakan bahwa kata Syakban terdiri dari lima huruf yang melambangkan makna-makna tertentu; huruf syin bermakna asy-syaraf (kemuliaan), huruf ain bermakna al-uluww (derajat yang tinggi), huruf ba’ bermakna al-birr (kebaikan), huruf alif bermakna al-ulfah (kasih sayang), dan huruf nun yang bermakna al-nur (cahaya).
Istilah Syakban berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata syi’ab yang artinya jalan di atas gunung. Maksudnya, Syakban merupakan waktu untuk menemukan jalan demi mencapai kebaikan. Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Makki dalam kitab Madza fi Sya’ban (hal. 5), mengatakan bahwa dinamakan Syakban karena dalam bulan itu banyak kebaikan bercabang. Imam Dailami meriwayatkan hadis dari Aisyah yang berbunyi:
شَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ اللهِ وَ الشَّعْبَانُ اَلْمُطَهَّرُ وَرَمَضَانُ اَلْمُكَفَّرُ
Syakban adalah bulanku. Ramadan bulan Allah. Sya’ban mensucikan (dosa) dan Ramadan menggugurkannya.
Peralihan Kiblat dari Baitul Maqdis ke Kakbah
Di balik keistimewaan bulan Syakban terdapat peristiwa yang bersejarah bagi kaum mulislimin. Sayyid Muhammad dalam keteranganya mengatakan bahwa di dalam bulan Syakban terjadi peralihan kiblat dari Baitul Maqdis (Palestina) ke Kakbah (Makkah).
Peralihan Kiblat sebenarnya sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad. Diceritakan bahwa ketika itu beliau hijrah ke Madinah dan sudah menetap di sana selama 17 bulan. Lalu Nabi saw. rindu dengan tanah airnya sehingga dia selalu menghadap ke langit memohon kepada Allah Swt. untuk menurunkan wahyu perihal peralihan kiblat ini.
Riwayat berikutnya dikemukakan Muhammad Husain Haikal dalam bukunya Sejarah Hidup Muhammad saw. (hal 349) bahwa orang Yahudi merasa sesak menghadapi Nabi saw. dan para pengikutnya yang semakin hari semakin bertambah kuat di Madinah. Mereka mulai merancang berbagai tipu daya dan gangguan agar bisa mengusir Nabi saw. seperti halnya kaum Quraisy yang berhasil menekan dan mengusiknya sehingga dia meningalkan kota Makkah.
Mereka mengatakan kepada Nabi saw. bahwa semua rasul sebelumnya pergi ke Baitul Maqdis karena memang disanalah tempat tinggal para nabi. Apabila Muhammad benar-benar seorang rasul, seharusnya dia mengikuti perbuatan para nabi terdahulu, yaitu menetap di Baitul Maqdis. Mereka bilang, kota Madinah ini hanyalah kota perantara dalam hijrahnya dari Makkah menuju Masjidil Aqsha.
Tidak perlu waktu lama Rasulullah untuk mengetahui maksud yang tersembunyi dari ucapan orang Yahudi. Beliau tahu mereka tengah menjalankan tipu muslihat kepadanya. Sekali lagi, mereka berusaha menipunya dengan mengatakan bahwa mereka akan mau menjadi pengikutnya jika dia kembali ke kiblatnya semula. Kejadian tersebut terekam melalui firman Allah Swt. dalam Q.S. Albaqarah: 142-143 yang artinya:
Orang yang kurang akalnya di antara manusia berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah; “Timur dan barat adalah kepunyaan Allah. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya ke jalan yang lurus.” Demikian (pula) kami telah menjadikanmu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)-mu. Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti rasul dan siapa yang membelot. Sunggub (pemindahan kiblat) itu terasa berat kesuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Kewajiban Salat Menghadap Kiblat dan Hukum Salat di Dalam Ka’bah
Akhirnya Allah Swt. mengabulkan doa Nabi Muhammad saw. dengan menurunkan ayat peralihan kiblat yang termaktub dalam Q.S. Albaqarah: 144:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.
Imam Baidhawi dalam menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. terkadang melihat langit untuk menunggu wahyu datang. Nabi Muhammad saw. mengharapkan kepada tuhanya untuk mengalihkan kiblat ke Kakbah, sebab di sanalah kiblat Nabi Ibrahim, tempat pertama Islam diserukan (Nasiruddin al-Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi, Juz 1, hal. 111).
Adapun terkait waktu pengalihan kiblat, Al-Qurtubi dalam kitabnya, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, mengutip pendapat Abu Hatim Al-Basti. Dia berkata bahwa Allah Swt. menurunkan ayat meralihan kiblat kepada Nabi Muhammad saw. pada malam Selasa di pertengahan bulan Syakban yang dinamakan dengan malam Nisfu Sya’ban (Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi, juz 1, hal. 671).
Peralihan kiblat terjadi di Masjid Bani Salamah. Dalam Tafsir al-Baghawi diterangkan bahwa ketika itu Nabi Muhammad saw. salat zuhur dengan para sahabat. Ketika salat memasuki rakaat kedua, turunlah ayat peralihan kiblat, sehingga Rasulullah saw. memalingkan badannya ke arah Kakbah dan para sahabat mengikuti perbuatannya tersebut. Masjid tempat peralihan kiblat ini kemudian dinamakan Masjid Qiblatain (Masjid Dua Kiblat).
Itulah salah satu peristiwa bersejarah dalam Islam yang terjadi di bulan Syakban. Peristiwa ini menjawab mengapa bulan Syakban tergolong bulan yang istimewa, khususnya pertengahnya, sebab pada pertengahan bulan Syakban ini terjadi tahwilul kiblat (peralihan kiblat). Maka, semoga kita diberikan panjang umur dan taufik oleh Allah Swt. agar kita semangat beribadah kepada Allah di bulan Syakban ini dan bisa mendapati bulan suci Ramadan. Amin.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Shalat Menghadap Ka’bah Atau Menghadap Kiblat?