BerandaTafsir TematikTafsir AhkamPro Kontra Tentang Hukum Babi Laut Menurut Ulama Tafsir

Pro Kontra Tentang Hukum Babi Laut Menurut Ulama Tafsir

Salah satu tafsir ahkam yang menjadi perbincangan para ahli tafsir di dalam kitab tafsir mereka terkait keharaman babi, adalah soal khinzirul ma’ atau babi laut. Babi laut dinyatakan oleh ahli tafsir sebagai jenis hewan yang memicu pro kontra antar ulama’ terkait kehalalan atau keharamannya. Hal ini dapat dilihat dalam tafsir karya Imam Ar-Razi dan Imam Al-Qurthubi. Lalu sebenarnya seperti apakah babi laut itu? Dan seperti apakah pro kontra para ulama’ terkait hukum babi laut? Simak penjelasannya sebagai berikut:

Keberadaan Babi Laut

Allah berfirman:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Baqarah [2] :173).

Imam Al-Qurthubi tatkala mengulas ayat di atas menyatakan, tidak ada perbedaan di antara para ulama’ terkait keharaman babi darat. Sedang mengenai babi laut, ada pro kontra antar ulama’. Imam Ar-Razi menyatakan, ulama’ berbeda pendapat mengenai babi laut. Imam Ibn Abi Laila, Imam Malik, Imam As-Syaf’i dan Imam Al-Auza’i menyatakan bahwa segala apa yang ada di laut boleh dimakan. Ini menunjukkan bahwa babi laut hukumnya halal. Sedang Imam Abu Hanifah menyatakan babi laut tidak boleh dimakan (Tafsir al-jami’ li ahkamil qur’an/2/223 dan Tafsir Mafatihul Ghaib/3/33).

Baca juga: Inilah Delapan Ciri-Ciri Mukmin Sejati Menurut Surah Al-Furqan

Keterangan Imam Al-Qurthubi dan Imam Ar-Razi menunjukkan bahwa ada istilah babi laut di kalangan para ulama’. Dan ini menunjukkan bahwa hewan tersebut adalah selain dari hewan babi yang sebagaimana kita kenal. Lalu sebenarnya jenis binatang laut apakah babi laut tersebut? Apakah ini mirip dengan istilah anjing laut?

Apabila kita memasukkan kata kunci khinzirul ma’ (babi laut) di kolom pencarian situs Google, maka akan muncul keterangan bahwa hewan tersebut adalah hewan pengerat yang memiliki nama lain Kapibara. Sayangnya sepertinya ini bukanlah babi laut yang dimaksud oleh ulama’. Sebab babi laut yang disebut ulama’ mengarah ke jenis hewan laut, sedang Kapibara adalah hewan darat.

Keterangan yang cukup dekat dengan apa yang dimaksud ulama’ adalah pernayataan Ad-Damiri dalam kitab Hayatul Hayawan, bahwa menurut pendapat mashur babi laut adalah Dolphin atau ikan lumba-lumba. Ad-Damiri juga mengulas panjang lebar tentang perbedaan ulama’ mengenai hukum mengkonsumsi babi laut (Hayatul Hayawan/1/309).

Baca juga: Mengungkap Makna dan Pesan Lafaz Khusr dalam Al-Quran

Hukum Mengkonsumsi Babi Laut

Imam Al-Mawardi menyatakan hewan laut yang diperdebatkan oleh para ulama’ mengenai hukumnya adalah yang memiliki kemiripan dengan hewan darat. Seperti tikus laut, anjing laut dan babi laut. Mayoritas ulama’ menyatakan hewan-hewan tersebut halal untuk dikonsumsi. Sedang ulama’ yang menyatakan haram adalah Imam Abu Hanifah serta sebagian pengikut Mazhab Syafiiyah (Al-Hawi Al-Kabir/15/141).

Imam Ar-Razi menyatakan, mayoritas ulama’ menyatakan babi laut halal berdasar Surat Al-Maidah ayat 96 yang menerangkan bahwa hewan laut hukumnya halal. Sedang dasar yang dipakai Abu Hanifah untuk mengharamkan babi laut adalah, bagaimana pun babi laut adalah termasuk hewan yang dinamai babi. Dan sudah ada keterangan tentang diharamkannya babi di dalam Al-Qur’an (Tafsir Mafatihul Ghaib/3/33).

Berbagai uraian di atas menjelaskan kepada kita bahwa babi laut atau biasa kita kenal sebagai ikan lumba-lumba, hukum mengkonsumsinya masih diperdebatkan oleh para ulama’. Mayoritas ulama’ menyatakan halal, sedang Imam Abu Hanifah dan sebagian pengikut Mazhab Syafiiyah menyatakan haram. Wallahu a’lam bish showab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...