Salah satu elemen yang masuk dalam kajian mushaf kuno adalah iluminasi. Iluminasi sendiri secara umum dapat diartikan sebagai hiasan naskah yang bersifat abstrak yang berfungsi sebagai unsur estetik serta ‘penerang’ (illumination: pencerah) atau pemertinggi teks. Ia dapat dijumpai dalam beragam teknik, seperti penulisan, pewarnaan, hiasan dekoratif, dan lain sebagainya.
Terkait dengan letaknya, iluminasi mushaf kuno umumnya ditemukan pada halaman awal, yakni pada Surah Alfatihah [1] dan awal Surah Albaqarah [2]; pada halaman tengah, yakni pada awal Surah Alkahfi [18] atau Surah Alisra’ [17]; dan pada halaman akhir, yakni pada Surah Alfalaq [113], Annas [114], dan Surah Alfatihah [1] akhir. Selain itu, iluminasi juga muncul sebagai penanda juz, kepala surah, serta tahzib atau taqsim (pembagian ayat).
Untuk ragam gaya dan model, iluminasi mushaf ada yang menganut gaya geometris dengan menonjolkan unsur garis, sudut, bidang, atau ruang; ukiran yang mengadaptasi unsur tetumbuhan (floral); atau bahkan kombinasi di antara keduanya. Jarang sekali iluminasi yang berupaya menampilkan hiasan fauna atau makhluk hidup lain. Kontroversi gambar dalam tradisi Islam dan kecenderungan fungsi dekoratif ketimbang fungsi ilustratif agaknya menjadi alasan atas hal ini. Berbeda dengan naskah kuno lain, seperti sastra.
Namun demikian, Berdasarkan informasi yang diberikan Hanan Syahrazad, terdapat sebuah mushaf yang menjadi koleksi Museum Geusan Ulun, Sumedang, Jawa Barat, yang dihiasi dengan motif Macan Ali; ‘Makhluk khayal’ yang menjadi lambang dari Kerajaan Kasepuhan Cirebon. Mushaf lain dalam koleksi yang sama, sebagaimana telah dikaji oleh Jonni Syatri, juga menunjukkan adanya iluminasi dengan gaya fauna, sebagaimana gambar di bawah ini.
Baca juga: Potret Iluminasi Mushaf Alquran Nusantara Dulu dan Kini
Menariknya, keberadaan naskah-naskah lain di sekitar mushaf kuno tampak memberikan pengaruh terhadap iluminasi yang digunakan. Masih dari Syahrazad, kajian yang dilakukannya menunjukkan bahwa mushaf-mushaf koleksi Pura Pakualaman, Yogyakarta, memiliki iluminasi layaknya naskah-naskah Pakualaman lain.
Merujuk pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Saktimulya terhadap naskah-naskah skriptorium Pakualaman, mushaf-mushaf ini mengikuti pola wedana renggan (wedana berarti gambar pembingkai teks; renggan berarti hias) dan wedana gapura renggan. Pola pertama barangkali cukup lazim dijumpai dalam mushaf-mushaf kuno Nusantara. Namun tidak demikian dengan pola yang kedua.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Pertanyaannya kemudian, adakah nilai-nilai filosofis tertentu yang ingin disampaikan oleh si pembuat atas hiasan unik yang diberikan itu? Sementara jika melihat adanya kemungkinan simbolisme dalam mushaf Kerajaan Kasepuhan Cirebon sebagaimana disebutkan Syahrazad sebelumnya, maka tidak menutup kemungkinan bahwa setiap iluminasi dalam mushaf memiliki nilai filosofisnya masing-masing. Terlebih jika mengamati Mushaf Pakualaman yang, dalam persepektif Saktimulya, bahkan dianalisis secara hermeneutis pada setiap elemennya.
Cukup sulit untuk menjawab pertanyaan ini. Karena, lagi-lagi, perbedaan fungsi yang dimiliki oleh iluminasi dalam mushaf kuno. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsinya kebanyakan bersifat dekoratif semata, bukan ilustratif. Berbeda dengan naskah sastra yang iluminasinya juga menjadi bagian dari ilustrasi teks yang tengah dituturkan. Sehingga, penarikan kesimpulan atas nilai filosofis sebuah iluminasi dapat dianalisis dengan mengaitkan konteks teks yang sedang dibicarakan.
Hal ini yang kemudian oleh Syahrazad dilakukan generalisasi bahwa motif geometris dan floral dalam iluminasi mushaf kuno merupakan simbol atas sesuatu yang abstrak; dan sesuatu yang abstrak dan dilakukan secara repetitif adalah upaya visualisasi dari kalimat tauhid, la ilaha illallah.
Meski begitu, apakah semua iluminasi mushaf berarti simbolisasi kalimat tauhid? Wallahu a‘lam bi al-shawab. Kajian mendalam harus dilakukan untuk menggali lebih jauh atas kemungkinan nilai filosofis sebuah iluminasi dari mushaf kuno. []
Baca juga: Disimpan British Library, Beginilah Potret Empat Al-Qur’an Kuno dari Jawa