Bulan Rabiulawal menjadi bulan penuh sukacita bagi para pencinta Nabi Muhammad saw. Disebut rabī’ yang dalam Bahasa Arab berarti musim semi, menandakan momen bunga-bunga tumbuh dan bermekaran selepas musim dingin. Kelahiran Rasulullah di Bulan ini seharusnya juga menumbuhkan bunga kegembiraan di hati setiap pengikutnya di seluruh penjuru dunia.
Sebagai pencinta Nabi Muhammad saw. perlukah sebuah alasan untuk berbahagia di hari kelahiran Sang Kekasih? Bukankah rasa bahagia adalah respons khas para pencinta saat menyambut kedatangan kekasih? Tulisan ini akan mengurai satu perintah yang hanya disebut sekali dalam Alquran dan mengandung beragam keunikan. Perintah apakah itu? Simak penafsiran ayat berikut ini!
Q.S. Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ ٥٨
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.””
Dalam ayat ini, Nabi Muhammad saw. diperintahkan menghimbau semua manusia agar menyambut karunia Allah (faḍlillāh) dan rahmat-Nya (raḥmatihī) dengan penuh kegembiraan. Lalu, apa yang dimaksud dengan karunia dan rahmat-Nya dalam ayat ini? Dan kegembiraan seperti apa yang diperintahkan?
Makna Karunia dan Rahmat-Nya
Sebagian mufasir seperti Quraish Shihab dan Asy-Sya’rāwī menjelaskan bahwa faḍlillāh wa raḥmatihī adalah Alquran. Karena pada ayat sebelumnya dijelaskan fungsi Alquran yang sedemikian agung dan multimanfaat serta jauh dari tuduhan sihir. (Tafsir Al-Misbah, juz 6, hal. 105, Tafsīr al-Sya’rāwī, juz 10, hal. 6004) Artinya, karunia Allah dan rahmat Allah terkumpul dalam satu wujud, yaitu Alquran al-Karim.
Berebeda dengan sebelumnya, Ibn ‘Atiyyah dalam kitabnya memberikan 4 pendapat penafsiran yang berkaitan dengan karunia dan rahmat Allah. Pertama, pendapat yang dinukil dari Ibn Abbās, bahwa faḍlillāh adalah al-Islām dan raḥmatihī adalah al-Qur’ān. Kedua, dari Abu Sa’īd Al-Khuḍrī, bahwa faḍlillāh adalah Alquran dan raḥmatihī merupakan para ahlinya (ahlulqur’ān). Ketiga, dari Zaid bin Aslām dan al-Dahāk, kebalikan dari yang pertama, faḍlillāh adalah al-Qur’ān dan raḥmatihī adalah al-Islām. Sementara yang terakhir, dari Fariqah, bahwa faḍlillāh adalah Nabi Muhammad saw. dan raḥmatihī adalah al-Qur’ān. (Tafsīr Muḥarrar Al-Wajīz, jilid 3, hal. 126.)
Baca juga: Dalil Maulid Nabi dalam Al-Quran (6): Surah Al-Ahzab Ayat 56
Dari 4 pendapat yang dinukil Ibn Atiyyah, pendapat yang menarik adalah yang terakhir, bahwa faḍlillāh adalah Nabi Muhammad Saw. Pendapat ini juga didukung oleh penafsiran Makārim al-Syīrāzī, bahwa dalam banyak riwayat disebutkan bahwa faḍlillāh atau karunia Ilahi yang dimaksud adalah wujud Nabi Muhammad saw. dengan kenabiannya (nubuwwah). Di akhir penafsiran, al-Syīrāzī menjelaskan bahwa beragamnya pemaknaan ini tidak bertentangan satu sama lain, melainkan keseluruhannya terkandung dalam frasa faḍlillāh dan raḥmatihī. (Tafsīr al-Amṡal, jilid 6, hal. 383.)
Maka Bergembiralah!
Setelah memahami makna karunia dan rahmat-Nya, lalu kegembiraan seperti apa yang diperintahkan? al-Rāzī dalam kitabnya menjelaskan bahwa kata fabiẓālika (dengan itu) merupakan pengulangan kata untuk penguatan (taukīd). Selain itu, frasa fabiẓālika falyafraḥū, sesuai susunan kebahasaan memberi makna pembatasan (al-ḥasr), yang bermakna bahwa seorang manusia hanya wajib berbahagia dengan hal itu, tidak dengan selainnya. (Tafsīr Mafātīh al-Ghoib, juz 17, hal. 269.)
Penjelasan tersebut memberi isyarat bahwa kebahagiaan dan kegembiraan wajib ditampakkan ketika seorang manusia mendapat karunia dan rahmat-Nya saja. Dan satu dari bentuk karunia itu adalah kehadiran dan kelahiran Nabi Muhammad saw. Momentum kelahiran Rasulullah adalah saat maulid Nabi di bulan Rabiulawal seperti ini.
Baca juga: Ketika Allah Menyeru Rasulullah di dalam Al-Qur’an
Kata fa-ra-ḥa bermakna kebahagiaan dalam hati yang ditampakkan. Berbeda dengan kata sa’ādah yang bermakna kebahagiaan yang hanya dirasakan di dalam diri manusia (batin). Artinya, perintah berbahagia yang dimaksud adalah kebahagiaan yang bermula dari hati kemudian ditampakkan dalam ekspresi raut wajah, tutur kata yang indah, serta perayaan-perayaan yang meriah.
Ayat ini diakhiri dengan kalimat, itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan. Dengan demikian, kegembiraan dengan menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw. adalah kebaikan yang tak tertandingi dengan apapun yang manusia pernah kumpulkan. Seluruh mufasir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mimmā yajma’un adalah mengumpulkan harta dan sesuatu yang bersifat materi. (Tafsīr Ibn Asy‘ūr, jilid 11, hal. 205)
Tadabur Ayat
Melalui surah Yunus ayat ke-58 ini dapat diambil beberapa poin yang penting untuk ditadaburi. Pertama, Satu di antara bentuk karunia Allah adalah kelahiran Nabi Muhammad saw. Kedua, hanya karena karunia dan rahmat Allah seseorang manusia wajib berbahagia. Ketiga, kebahagiaan yang diperintahkan adalah kebahagiaan yang bersemi di dalam hati kemudian ditampakkan ke luar diri. Keempat, perasaan gembira atas karunia dan rahmat-Allah lebih baik dari segala apapun kenikmatan materi di dunia ini.
Baca juga: Muhammad Nabi Cinta; Nabi Muhammad di Mata Seorang Penganut Katolik
Dengan demikian, tidakkah perintah berbahagia ini cukup menjadi alasan kita merayakan maulid Nabi? Mari kita sambut kelahiran Nabi Muhammad saw. sebagai karunia Ilahi dan rahmat Allah untuk alam semesta dengan penuh sukacita. Mari kita tampakkan kegembiraan kita dengan berbagai tradisi dan perayaan yang meriah dengan penuh kecintaan kepada Rasulullah saw. Semoga rasa cinta dan kegirangan ini menjadi bekal kebaikan untuk meraih safaat Rasulullah kelak di hari akhir nanti. Wallahu’alam Bishawab.