Realisasi Lafadz Ishlah dalam Al-Quran: Sembilan Cara Merawat Bumi

Lafadz Ishlah dalam Al-Quran: Sembilan Cara Merawat Bumi
Lafadz Ishlah dalam Al-Quran: Sembilan Cara Merawat Bumi

Telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya hukum merawat bumi adalah wajib. Pada kesempatan kali ini akan diuraikan secara lanjut terkait dengan realisasi lafadz ishlah (إصْلاَح) dalam al-Quran yang difahami sebagai cara atau langkah untuk merawat bumi. Realisasi lafaz ishlah merupakan perwujudan dari tafsir kata ishlah, dengan tujuan utama membangun cara-cara merawat bumi dan membentuk perspektif bahwa al-Quran tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga aplikatif.

Lafaz ishlah menunjukan pada pembaruan ekosistem bumi baik skala mikro (kecil) mencakup keluarga atau skala makro (besar) yaitu eksternal keluarga, meliputi sektor kehidupan masyarakat, di antaranya ekonomi, budaya, agama, dan sosial. Lalu, bagaimana cara yang harus ditempuh untuk merawat bumi? Berikut langkah-langkahnya.

Baca juga: Tafsir Surah An-Nur Ayat 58-59: Etika Anak Ketika Ingin Masuk Kamar Orang Tua

Pertama, Memperbaiki Akidah

Akidah atau keyakinan menjadi dasar kuat lahirnya suatu tindakan yang secara doktrin Islam baik, bahkan secara adat. Akidah yang benar itulah yang membentuk kesadaran manusia dari mana, dimana, dan akan kemana. Karenanya, memperbaiki akidah juga visi pertama dakwah Rasulallah SAW ketika di Mekah. Akidah yang diartikan sebagai ikatan atau perjanjian tidak hanya berserah dan bertekad bertauhid kepada Allah, lebih dari itu dengan akidah manusia harus mengikuti apa yang diperintahkan-Nya, termasuk menjaga bumi.

Memperbaiki akidah dapat dilakukan dengan memperkuat akidah kepada Allah, menjauhi perbuatan menyekutukan-Nya, dan tidak melakukan perbuatan bidah akidah; yaitu sesuatu yang tidak diajarkan oleh Rasulallah sehingga merusak pada akidah.

Baca juga: Dasar Hukum dan Syarat-Syarat Penyembelihan Hewan Kurban

Kedua, Memperbaiki Prilaku

Setelah masalah akidah selesai dan berangsur memperbaiki, secara otomatis sesorang akan memerhatikan pada prilakunya. Setidaknya ada pertanyaan dalam hatinya, apakah prilaku ini sesuai dengan akidah, atau belum? Hal ini dikarenakan akidah sedikit banyaknya mempengaruhi atas baik dan tidaknya prilaku seseorang. Perilaku ini dipengaruhi oleh nilai, adat, etika, dan sikap.

Prilaku yang berhubungan dengan merawat bumi sedikitnya memiliki dua komponen, yaitu 1) prilaku terhadap manusia, yang harus dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan. Prilaku ini tidak terlalu memperdulikan agama, ras, dan etnis mana, yang terpenting adalah melihat kesamaan sebagai manusia dalam hak dan kewajibannya.

2) rilaku terhadap sesama makhluk hidup. Poin ini menegaskan bahwa aktivitas di dunia ini dipandang sebagai bentuk interaksi semua makhluk yang mengharuskan berprilaku baik. Poin ini lebih umum daripada sebelumnya, karena prilaku ini memandang semua yang ada di bumi adalah makhluk Allah; sehingga kita harus saling menjaga.

Ketiga, Akhlak

Pada poin ini manusia hidup di muka bumi harus berdasarkan nilai-nilai agama yang dianut. Berakhlak merupakan anjuran bahkan keharusan dalam kehidupan beragama. Harus diyakini pula bahwa setiap agama memiliki aturan dan undang-undang untuk mengatur pengikutnya supaya berakhlak baik dan benar. Oleh sebab itu, barometer baik tidaknya manusia dalam konteks ini ditentukan oleh nilai-nilai agama.

Sebagaimana Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, lantas misi tersebut harus direalisasikan oleh umatnya. Salah satu akhlak mulia terhadap bumi dapat dilakukan dengan tidak menebang pohon sembarang. Karena pohon juga memiliki hak hidup dan menghidupi. Kalau memang dirasa penting untuk ditebang, maka orang tersebut harus menanam kembali.

Keempat, Sistem Sosial

Al-Quran telah menggariskan misalnya dalam surah al-Hujurat ayat 11-12, bahwa sistem sosial manusia dibangun atas kesamaan derajat, tidak berdasarkan ras, suku, bangsa, bahkan agama. Artinya, setiap manusia pasti membutuhkan orang lain, karena manusia disebut makhluk sosial. Memperbaiki sistem sosial sebagai upaya menjaga bumi harus dimulai dari kesadaran individu, kelompok, dan institusi.

Misalnya, dalam merawat bumi antara indvidu (minimal dua orang) harus bersinergi dengan kelompok atau komunitasnya, kemudian ditopang oleh institusi dengan tujuan yang sama merawat dan menjaga bumi. Kesamaan dan kesesuain tujuan menjadi kunci dalam sistem sosial ini.

Baca juga: Dasar Hukum dan Syarat-Syarat Penyembelihan Hewan Kurban

Kelima, Peradaban dan Kultur

Tidak diragukan lagi al-Quran yang notabene bersifat normatif, lebih dari itu al-Quran telah membangun peradaban dan kultur yang baik. Seperti dalam Q.S Al-‘Alaq [96]: 1-5 secara tersirat akan melahirkan peradaban yang bernuansa analitik progresif. Apapun bentuknya terutama terkait dengan menjaga bumi, membaca situasi dan keadaan bumi merupakan salah satu cara untuk menjaga bumi.

Hal tersebut senada dengan semangat al-Quran bahwa manusia harus terus membangun peradaban melalui membaca, terutama membaca fenomena bumi. Penghijauan dan kealamian keadaan bumi merupakan dua poin dari hasil membaca bumi saat ini. Jadi, memperbaiki peradaban dan kultur konteks ini adalah dengan cara membaca kehidupan dan situasi bumi saat ini.

Keenam, Infrastruktur

Infrastruktur tidak hanya diartikan sebagai bentuk fisik saja, melainkan mencakup non-fisikal. Pembangunan dengan tujuan keadilan sosial merupakan semangat adanya proyeksi infrastruktur. Perbaikan infrastruktur setidaknya harus terintegrasi pada tiga sektor, yaitu ekonomi yang kaitanya dengan pemanfaaatan material setelah selesainya infrastruktur. Sosial berikaitan dengan keadilan bagi masyarakat. Lingkungan dengan semangat menjaga keutuhannya.

Perihal dengan lingkungan, infrastruktur dalam konteks fisik misalnya pembangunan jalan dan jembatan tetap harus memperhatikan lingkungan sekitar. Sehingga memperbaiki infrastruktur tidak menjadi boomerang, alih-alih memperlancar mobilitis masyarakat, malah akan menjadi batu sandungan bagi masyarakaat jangka panjang.

Ketujuh, Pertanian

Sistem pertanian yang perlu ditekankan sebagai upaya menjaga lingkungan adalah meyakini bahwa Allah telah memberikan air hujan dan saluran air (irigasi) untuk menumbuhi tumbuh-tumbuhan. Sebagimana dalam Q.S al-Nahl ayat 10-11, Allah menurunkan air dari langit memiliki dua fungsi, yaitu untuk diminum dan menumbuhkan tanaman.

Secara sederhana, perbaikan sistem pertanian dimulai dari membangun irigasi dan saluran air yang baik, sehingga tanaman khsusnya pertanian tidak kekurangan air. Hal itu juga bumi akan terjaga dan lebih indah.

Baca juga: Ayat-Ayat ‘Lucu’ Musailamah Al-Kadzdzab dalam ‘Menjawab’ Tantangan Al-Quran

Kedelapan, Industri

Berdasarkan bahan bakunya, industri memiliki beberapa pembagian di antaranya industri yang bahan bakunya diambil dari alam sekitar, dari tempat lain selain alam sekitar, dan berbentuk jasa yang akan dijual kepada konsumen.

Dari beberapa pembagian industri tersebut yang terkoneksi dengan alam adalah bagian pertama dan kedua. Sebab, sistem industri tersebut tergantung pada alam, misalnya perkebunan, perhutanan, pertamabangan, dan lain-lain. Sumber-sumber tersebut tetap tidak boleh merusak alam. Cara yang dapat dilakukan dengan membangun sistem industri ramah lingkungan.

Kesembilan, Perdagangan

Sistem perdagangan ideal telah diatur oleh Islam dengan aturan yang lengkap. Prinsip tersebut tentunya perlu diamini oleh semua pelaku usaha. Prinsip tersebut di antaranya saling memberikan manfaat dengan menghindari prilaku penipuan yang akan merugikan salah satu pihak.

Dalam konteks ini sistem perdagangan yang mengindikasikan pada perusakan lingkungan harus diminimalisir. Cara tersebut dapat ditempuh dengan memperkuat elemen pembentukan perdagangan yang baik. Menurut IMF (Insights and Analysis on Economics & Finance) elemen itu mencakup; 1) lebih banyak perdagangan jasa, 2) lebih produktif, 3) lebih inklusif, dan 4) lebih banyak kerja sama internasional. Wallahu A’lam.