Wilayah kekuasaan Islam sejak wafatnya Nabi Muhammad Saw. mengalami perluasan yang cukup pesat. Tidak hanya berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Jazirah Arab, umat Islam berhasil menancapkan benderanya hingga ke bagian Afrika Barat. Penaklukan wilayah-wilayah yang dilakukan oleh umat Islam bukan hanya sebatas upaya perluasan wilayah kekuasan, melainkan juga dalam rangka menyebarluaskan ajaran Islam. Hal pertama dan paling utama yang diajarkan kepada penduduk di wilayah baru adalah Alquran dan Sunnah sebagai asas ajaran Islam.
Sekilas tentang Afrika Barat
Menurut catatan Muhammad ibn Rizq al-Tharhuni dalam al-Tafsīr wa al-Mufassirūn fi al-Gharb al-Afriqiy (selanjutnya disebut al-Tafsīr wa al-Mufassirūn) wilayah Afrika Barat berbatasan dengan Libya di timur, Laut Mediterania di utara, Samudera Atlantik di barat, dan Niger, Mali, serta Senegal. Dengan demikian, wilayah Afrika Barat meliputi Tunisia, Aljazair, Maroko, dan Mauritania. (al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 28)
Usaha penaklukkan wilayah ini telah dimulai secara bertahap sejak masa khalifah Umar ibn Khattab, lalu dilanjutkan oleh khalifah Utsman ibn ‘Affan. Sebelum datangnya Islam, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Romawi. (Sejarah Perkembangan Islam di Aljazair, 85)
Baca juga: Konsep Awal Tafsir ‘Isyari’ Kiai Sholeh Darat
Setelah menjadi wilayah kekuasaan Islam, wilayah ini mengalami beberapa kali pergantian kekuasaan, antara lain: Dinasti Umayyah (96-184 H); Dinasti Aghlabiyah (184-296 H); Dinasti Adarisah (296-362 H); Dinasti Shanhajiyah (362-449 H); Dinasti Muwahhidin dan Murabitin (434-668 H); hingga Dinasti ‘Utsmaniyah sebelum akhirnya dikuasai oleh Prancis. (al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 51-109)
Kemunculan Tafsir di Afrika Barat
Di wilayah Afrika Barat, pada masa awal, aktivitas pengajaran ilmu-ilmu agama terpusat di Kairouan, Tunisia. Di bidang tafsir, para tabi’in mengajarkan tafsir melalui metode bi al-ma`tsūr (periwayatan), yang merupakan ciri khas penafsiran pada masa itu. Mereka meriwayatkan dari murid para sahabat yang diakui keahliannya di bidang tafsir seperti ‘Abdullah ibn ‘Abbas, Ubay ibn Ka’ab, dan lainnya. Selain itu, terdapat pula ulama lokal yang melakukan pengembaraan ilmu ke Timur, seperti ‘Abdullah ibn Furukh (w. 176 H) yang ber-talaqqi kepada Imam Malik ibn Anas (w. 179 H), Sufyan al-Tsauri (w. 161 H), dan ‘Abd al-Malik ibn Juraij (w. 150 H). (al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 496-498)
Baca juga: Sejarah Kemunculan Tafsir Pesantren
Pengembaraan keilmuan yang dilakukan itu membawa pengaruh terhadap perkembangan tafsir di Kairouan, seperti mulai masuknya kitab-kitab tafsir dari Timur, di antaranya Tafsir Musayyab ibn Syarik al-Kufi (w. 186 H) yang diajarkan oleh Asad ibn al-Furat (w. 213 H) di Masjid Jami’ Kairouan, serta diajarkan pula oleh Yahya ibn Salam (w. 200 H), mufassir dari Afrika Barat pertama yang menafsirkan seluruh Alquran. Pemikiran khas ulama Timur pun mulai mewarnai penafsiran ulama Kairouan. (al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 500-501)
Perkembangan di Era Dinasti Murabithin dan Setelahnya
Pada masa dinasti Murabithin, perkembangan keilmuan di dunia Islam cukup pesat di hampir semua bidang. Di bidang tafsir, bermunculan para mufassir yang memiliki kemampuan menonjol, antara lain adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn Jauzi (w. 483 H), Abu al-Hasan ‘Ali ibn Muhammad al-Gharnati (w. 577 H), dan ‘Abd al-Jalil ibn Musa al-Anshari (w. 608 H). Pada masa selanjutnya, yakni dinasti Hafshiyah, terdapat ‘Abd al-Aziz ibn Ibrahim al-Tunisi (w. 673 H), seorang mufassir yang memadukan Tafsir al-Muharrar al-Wajīz karya Ibn Athiyyah (w. 468 H) dan Tafsir al-Kasysyāf karya al-Zamakhsyari (w. 538 H). (al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 504-505)
Yang menarik adalah, banyak penguasa dari Afrika Barat yang turut andil dalam perkembangan tafsir di wilayah ini dengan menyusun kitab tafsir. Mereka adalah ‘Abd al-Rahman ibn Rustam, (w. 171 H) pendiri Dinasti Rustamiyah, ‘Abdullah ibn Yasin al-Jazuli (w. 541 H) dari Dinasti Murabithin, hingga Maula Sulaiman ibn Muhammad (w. 1238 H), tokoh terhormat dari Dinasti Alawiyyin di Maroko. (al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 506 H)
Baca juga: Mengenal Al-Kiya Al-Harrasi, Pengarang Kitab Tafsir Ahkam Al-Qur’an
Yang pasti, perkembangan tafsir di wilayah Afrika Barat terus berlanjut hingga saat ini. Beberapa nama mufassir dari Afrika Barat mungkin tidak asing bagi sarjana Alquran di Indonesia, sebut saja Muhammad al-Tahir ibn `Asyur (w. 1393 H), mufassir asal Tunisia pengarang tafsir al-Tahrīr wa al-Tanwīr, Ahmad ibn ‘Ajibah (w. 1224 H), mufassir sufi asal Maroko pengarang tafsir al-Bahr al-Madīd fī Tafsīr al-Kitāb al-Majīd, beliau juga pengarang kitab Iqādh al-Humam fī Syarh al-Hikam yang sering dikaji di pesantren.
Pesatnya perkembangan tafsir di Kairouan juga menarik hati para mufassir Andalusia untuk datang dan mendalami ilmu. Di antara mufassir Andalusia yang pergi ke Kairouan ialah Baqi ibn Makhlad (w. 276 H), mufassir pertama di Andalusia, Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H), dan lainnya. Sebaliknya, terdapat pula mufassir Afrika Barat yang mengembara ke Andalusia untuk mendalami ilmu, seperti Ahmad ibn ‘Ammar al-Mahdawi (w. 431 H). Bahkan ada yang akhirnya menghabiskan sisa hidupnya di Andalusia, yakni Abu Ya’qub al-Warjalani (w. 570 H) (al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, h. 526-528).
Tafsir di Afrika Barat berkembang cukup pesat. Banyak mufasir lahir dari berbagai penjuru wilayah tersebut. Tidak hanya itu, paradigma penafsiran yang dipakai pun juga mengikuti perkembangan tafsir dari masa ke masa; mulai tafsir berbasis riwayat-skriptual hingga rasio-kontekstual. Wallahu a’lam.