BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Anjuran Membersihkan Ruas Jari Saat Bersuci

Tafsir Ahkam: Anjuran Membersihkan Ruas Jari Saat Bersuci

Islam mengkategorikan rutinitas membersihkan diri seperti memotong kuku, mencabut bulu ketiak, membersihkan ruas jari dan kebiasaan membersihkan tubuh lainnya sebagai “fitrah” atau tradisi dalam Islam yang ada semenjak nabi-nabi terdahulu. Hal ini diungkapkan dalam hadis Nabi yang sering disinggung oleh ahli tafsir dalam tafsir surat Al-Baqarah ayat 124.

Namun yang jarang diketahui termasuk dari fitrah yang memperoleh perhatian oleh Islam adalah membersihkan ruas jari. Ruas jari adalah bagian tubuh yang dianjurkan oleh Islam untuk senantiasa diperhatikan kebersihannya. Sebab kotoran-kotoran yang kadang berkumpul di celah ruas jari dan menjadi sumber penyakit serta menghalangi air menyentuh kulit saat wudhu maupun mandi besar. Lebih lengkapnya, simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini:

Baca juga: Marak e-commerce, Antara Kemudahan dan Keborosan: Refleksi Surah Al-Furqan Ayat 67

Membersihkan Ruas Jari

Allah berfirman:

۞ وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ

 (Ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.” Allah berfirman, “(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2] 124).

Sebagian ahli tafsir mengartikan “kalimat” dalam ayat di atas sebagai hal-hal yang termasuk fitrah atau tradisi nabi-nabi terdahulu. Mereka kemudian mengutip hadis tentang hal-hal yang dikategorikan fitrah (Tafsir Munir/1/312):

« عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ »

Sepuluh hal yang termasuk fitrah adalah mencukur kumis, membiarkan jenggot, bersiwak, menyedot air ke hidung, memotong kuku, membasuh ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan bercebok (HR. Imam Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan selainnya).

Dalam hadis di atas terdapat keterangan tentang anjuran membersihkan ruas jari. Di lain tempat, Imam Al-Qurthubi mengutip keterangan Imam At-Tirmidzi yang menyebutkan sebuah hadis:

قصوا أظافيركم وادفنوا قلاماتكم ونقوا براجمكم

Potong kuku-kuku kalian, kubur sisa potongannya dan bersihkan ruas jari kalian (HR. Imam At-Tirmidzi)

Baca juga: Tafsir Ahkam: Efek Membasuh Telapak Tangan Sebelum Wudhu

Imam At-Tirmidzi kemudian mendefinisikan Baraajim sebagai kerutan-kerutan yang ada di tempat bertemunya sendi jari. Dimana kerutan tersebut adalah tempat berkumpulnya kotoran. Tempat tersebut diperintahkan untuk dibersihkan agar kotoran yang ada tidak menghalangi sampainya air ke kulit sehingga membuat hadas besar tidak hilang tatkala mandi (Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an/2/102).

Ibn Hajar mengutip keterangan beberapa ulama’ bahwa anjuran membersihkan ruas jari berkaitan dengan kebiasaan orang Arab dahulu yang tidak mencuci tangan setelah makan. Sehingga menggumpallah kotoran di kerutan ruas jari. Beberapa riwayat hadis menyebutkan agar lebih memperhatikan lagi bagian ruas jari tatkala wudhu. Namun ulama’ menegaskan bahwa membersihkan ruas jari tidak hanya dianjurkan tatkala berwudhu saja, tapi juga tatkala mandi dan membersihkan tubuh (Fathul Bari/16/479).

Membersihkan ruas jari adalah kesunnahan. Beberapa ulama’ kemudian menyamakan hukum membersihkan tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat berkumpulnya kotorang di tubuh, dengan hukum membersihkan ruas jari. Di antaranya lipatan-lipatan kulit di area telinga dan bagian dalam hidung (Syarah Sahih Muslim Lin Nawawi/1/414).

Sebagai penutup, Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu menyatakan bahwa ulama’ sepakat tentang kesunnahan membasuh ruas jari. Ia juga menegaskan bahwa kesunnahan tersebut tidaklah khusus tatkala wudhu saja (Al-Majmu’/1/288). Wallahu a’lam bish showab[].

Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Membaca Basmalah Sebelum Wudhu

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...