Tafsir Ahkam: Apakah Berwudhu Diwajibkan Niat Terlebih Dahulu?

Apakah Berwundlu Diwajibkan Niat Terlebih Dahulu?
Apakah Berwundlu Diwajibkan Niat Terlebih Dahulu?

Dalam pelajaran fikih dasar, kita biasa dikenalkan bahwa saat berwudhu hendaknya harus niat terlebih dahulu. Ini agak berbeda dengan redaksi Al-Qur’an tentang wudhu yang tidak menyebutkan niat sebagai salah satu bagian dari wudhu. Redaksi Al-Qur’an yang tidak menyebut niat sebagai bagian dari wudhu telah memancing perdebatan antar ulama’ tentang kewajiban niat tatkala hendak berwudhu. Lalu sebenarnya apakah wajib niat saat berwudhu? Berikut penjelasan ulama’ pakar tafsir dan pakar hukum fikih.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Bolehkah Berwudhu dengan Cairan Lain Selain Air Mutlak?

Perintah Berwudhu di dalam Al-Qur’an

Perintah berwudhu sebelum mengerjakan salat di dalam Al-Qur’an salah satunya merujuk pada firman Allah yang berbuyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. (QS. Al-Ma’idah [5] :6).

Baca juga: Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 7-8: Hiasi Dirimu Dengan Amal Saleh, Bukan Perhiasan Dunia

Di dalam ayat di atas memang secara jelas tidak ada redaksi yang menjadikan niat sebagai bagian dari wudhu. Namun menurut sebagian ulama’, niat dalam ayat di atas juga disinggung, tapi secara tidak langsung. Imam Ibn Katsir dan As-Syaukani menyatakan, sebagian ulama’ memakai ayat di atas sebagai dasar wajibnya niat di dalam salat. Mereka memahami redaksi “basuhlah wajahmu” bermakna “basuhlah wajahmu demi salat”. Hal itu menunjukkan perlunya berniat atau mengarahkan prilaku membasuh wajah untuk salat, bukan untuk tujuan yang lain (Tafsir ibn katsir/3/505 dan Tafsir Fathul Qadir/2/278).

Pandangan berbeda diutarakan oleh Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah justru menjadikan ayat di atas sebagai dasar tidak wajibnya niat dalam berwudhu. Sebab ayat di atas hanya menyebutkan empat anggota sebagai bagian dari wudhu, dan tidak menyebut perihal niat. Maka mewajibkan niat sama saja menambah redaksi Al-Qur’an. Menambah berarti menganulir (nashk) redaksi. Dan menganulir Al-Qur’an dengan hadis bernilai wahid atau dengan qiyas tidaklah bisa dibenarkan (Tafsir Mafatihul Ghaib/5/480).

Para pendukung pendapat Imam Abi Hanifah menyatakan, redaksi “basuhlah wajahmu” memberi tahu kita bahwa yang diperintahkan adalah mengalirkan air saja, entah itu disertai dengan niat atau tidak. Maka mewajibkan niat sama saja menambahi redaksi yang ada. Dan persoalan ini berbeda dengan wajibnya niat tatkala salat. Sebab salat dalam bahasa Arab adalah kata umum yang perlu diarahkan dengan niat kepada prilaku salat yang dimaksud syariat, sedang wudhu adalah kata khusus yang tidak perlu diarahkan lagi dengan niat (Ahkamul Qur’an Lil Jashshash/5/297).

Baca juga: Surah Ali Imran Ayat 110: Konsep Khairu Ummah dalam Ilmu Sosial Profetik

Imam Al-Qurthubi menyatakan, mayoritas ulama’ berpendapat wajibnya niat tatkala berwudhu. Dasar yang dipakai diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Umar ibn Khattab dan berbunyi (Tafsir Al-Jami’ Liahkamil Qur’an/6/85):

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Sesungguhnya sahnya setiap ibadah bergantung pada niat (HR. Imam Bukhari)

Selain itu, membasuh wajah dan selainnya dalam rangka wudhu merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah dan melaksanakan perintah Allah hendaknya harus diniati atau diarahkan murni (ikhlas) karena Allah. Hal ini berdasar firman Allah yang berbunyi:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ

Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya (QS. Al-Bayyinah [98] :5)

Baca juga: Memahami Kepemilikan dan Pergeseran Otoritas Penafsiran Al-Qur’an Menurut Ziauddin Sardar

Imam Al-‘Umrani dalam kitab perbandingan mazhabnya  yang berjudul Al-Bayan menguraikan, ulama’ yang mewajibkan niat tatkala berwudhu antara lain: Imam Rabi’ah, Malik, Al-Laits, Ahmad, Ishaq dan Dawud. Sedang yang tidak mewajibkan niat adalah Imam Abu Hanfah dan Al-Hasan ibn Shalih. Sedang untuk Imam Al-Auza’i, ada riwayat yang menyatakan beliau mewajibkan, ada yang menyatakan sebaliknya (Al-Bayan/1/99).

Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa Imam Syafi’i menyatakan bahwa niat tatkala hendak berwudhu hukumnya wajib. Oleh karena itu bisa dimaklumi mengapa fikih-fikih dasar di Indonesia, yang mayoritas menganut Imam Syafi’i, menyatakan wajibnya niat tatkala berwudhu. Wallahu a’lam bish showab.