Dasar hukum larangan jual beli di hari jumat disebutkan dalam surah Al-Jumuah ayat 9. Larangan jual beli dalam ayat ini berlaku sehari penuh, dari pagi hingga malam hari atau hanya di waktu-waktu tertentu, apakah pula semua orang termasuk yang tidak berkewajiban salat jumat juga dilarang untuk melakukan jual beli, dan apakah hanya jual beli yang dilarang?
Jual beli adalah kegiatan yang lumrah dilakukan oleh siapapun, bahkan hal ini sudah menjadi kebutuhan. Namun karena sifat ‘kebutuhan’ tersebut, terkadang seseorang tidak memperhatikan waktu transaksinya. Ada waktu dimana melakukan jual beli tersebut dilarang sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surah Al-Jumuah ayat 9 berikut,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Arrinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kalian unutuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.”
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Dalil Salat Jumat dan Alasan Pemilihan Harinya
Dalam ayat diatas Allah menerangkan bahwa apabila muazin mengumandangkan azan pada hari Jumat, maka hendaklah meninggalkan jual beli dan segala usaha dunia serta bersegera ke masjid untuk mendengarkan khutbah dan melaksanakan salat Jumat, dengan cara yang wajar, tidak berlari-lari, tetapi berjalan dengan tenang sampai ke masjid, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw
إِذَا أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوْهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوْهَا تَمْشُوْنَ عَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةَ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا. (رواه البخاري و مسلم عن أبي هريرة)
Artinya: “Apabila salat telah diiqomahkan, maka janganlah kamu mendatanginya dengan tergesa-gesa. Namun datangilah salat dalam keadaan berjalan biasa penuh ketenangan. Lalu, berapa rakaat yang kamu dapatkan maka ikutilah, sedangkan rakaat yang ketinggalan maka sempurnakanlah”. (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim dari Abū Hurairah)
Waktu yang diharamkan
Ada perbedaan ulama dalam masalah waktu larangan tersebut, kapan dimulai dan kapan pula berakhir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qurtubi dalam tafsirnya juz 18, hal 108,
وَفِي وَقْتِ التَّحْرِيمِ قَوْلَانِ: إِنَّهُ مِنْ بَعْدِ الزَّوَالِ إِلَى الْفَرَاغِ مِنْهَا، قَالَهُ الضَّحَّاكُ وَالْحَسَنُ وَعَطَاءٌ. الثَّانِي- مِنْ وَقْتِ أَذَانِ الْخُطْبَةِ إِلَى وَقْتِ الصَّلَاةِ، قَالَهُ الشَّافِعِيُّ.
Artinya: “Terkait waktu keharaman jual beli, ada dua pendapat. Pertama, dimulai sejak matahari tergelincir sampai shalat Jumat selesai dilaksanakan. Ini adalah pendapat al-Dhahhak, Hasan dan Atha’. Kedua, dimulai sejak azan khutbah sampai waktu shalat. Ini adalah pendapat Imam Syafii.”
Adapun jual beli yang dilakukan sebelum azan khutbah namun matahari telah tergelincir, hal itu dihukumi makruh, sebab telah masuk waktu pelaksanana salat Jum’at sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Nihayatu Zain hal 145.
وَيكرهُ ذَلِك قبل الْأَذَان الْمَذْكُور بعد الزَّوَال لدُخُول وَقت الْوُجُوب
Artinya: “Dan dimakruhkan melaksanakan transaksi sebelum azan khutbah setelah tergelincirnya matahari, karena telah masuknya waktu wajib”.
Berdasar keterangan di atas, diketahui bahwa larangan jual beli di hari Jumat itu tidak berlaku untuk sehari penuh, hanya di waktu-waktu yang ditentukan saja, yaitu setelah tergelincirnyna matahari hingga selesai salat jumat dilaksanakan. Ini menunjukkan bahwa larangan tersebut dikarenakan agar seorang muslim menunaikan salat jumat, tidak meninggalkannya dengan alasan jual beli.
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Pandangan Mata Ketika Shalat, ke Depan atau ke Tempat Sujud?
Siapa saja yang dilarang bertransaksi
Tidak semua orang di waktu Jumat dilarang melakukan jual beli, Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya memaparkan bahwa larangan jual beli di hari Jumat berlaku hanya untuk orang yang berkewajiban salat Jumat. Sedangkan yang bukan wajib salat jumat maka tidak dilarang.
Dalam literatur fikih disampaikan bahwa orang-orang yang berkewajiban salat jumat antara lain laki-laki, bermuqim (tidak dalam keadaan bepergian), sedangkan perempuan dan musafir (laki-laki yang sedang bepergian) maka tidak wajib untuk salat jumat, bisa melakukan salat duhur.
Di bagian (وَذَرُوا الْبَيْعَ) “dan tinggalkanlah jual beli” yang hanya menyebut kata ‘jual’ menurut Al-Qurthubi sudah otomatis mencakup kata ‘beli’ (شراء). Oleh karena itu, pengharaman jual beli tersebut berlaku untuk orang yang berkewajiban salat Jumat, baik sebagai penjual maupun pembeli. Tidak akan terjadi transaksi jika salah satu dari keduanya tidak ada.
Selain itu, masih menurut Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurtubi juz 18 halaman 107), kata الْبَيْعَ “jual” dimention secara khusus karena jual beli merupakan transaksi yang paling banyak menyibukkan orang-orang di pasar. Dengan demikian, berarti bahwa kesibukan yang lain yang sekiranya dijadikan alasan untuk meninggalkan salat Jumat maka hukumnya juga dilarang.
Bagaimana dengan jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak wajib salat Jumat (perempuan misalnya) dengan orang yang wajib salat Jumat (laki-laki)? Syaikh Bakri Syatho dalam I’anatu Thalibin juz 2, hal 110 tetap menghukuminya haram, karena dianggap membantu pekerjaan yang dilarang.
أَمَا إِذَا تَبايَعَ مَعَ مَنْ تَلْزَمُهُ حَرُمَ عَلَيْهِ أَيْضًا، لِإِعَانَتِهِ عَلَى اْلحَرَامِ. وَقِيْلَ: كُرِهَ لَهُ ذَلِكَ.
Artinya:“Adapun bila jual beli dilakukan dengan orang yang wajib melaksanakan sholat Jum’at hukumnya juga haram karna membantunya melakukan perkara haram. Demikian itu ada yang mengatakan hukumnya makruh”.
Ada tambahan lagi, keharaman ini berlaku bagi orang yang berjual beli di selain Masjid. Misal ada orang yang mendengaar adzan, kemudian bergegas ke masjid, dan ketika sedang menunggu salat di masjid ia membeli sesuatu, maka yang demikian itu itu tidak diharamkan. Namun perlu diingat juga jual beli di masjid hukumnya makruh, jadi lebih baik tidak dilakukan.
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Jual Beli dengan Label Harga, Sah kah?
Apakah hanya jual beli yang dilarang?
Ayat tersebut secara teks hanya menyebutkan jual beli, namun maksudnya adalah segala macam transaksi. Seorang Mufasir kontemporer Syaikh Ali Assobuni dalam Rowa’iul Bayan juz 2 hal 571 menafsirkan {وَذَرُواْ البيع} dengan mengutip pendapat Al-Alusi berkata: “Tinggalkanlah mua’amalah, mencakup jual beli, ijaroh dan lain sebagainya dari berbagai macam transaksi”. Al-Qurtubi berkata: “Kata الْبَيْعَ “jual” secara khusus disebutkan karna jual beli merupakan kegiatan yang paling banyak menyibukan orang-orang di pasar”
Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Nihayatu Zain hal 145 juga menjelaskan hal yang sama.
(و) حَرُمَ على مَنْ تَلْزَمُهُ الْجُمُعَةُ (نَحْوُ مُبَايَعَةٍ) أَي فَيَحْرُمُ عَلَيْهِ التَّشَاغُلُ عَنْ الْجُمُعَةِ بِأَنْ يَتْرُكَ السَّعْي إِلَيْهَا بِالْبيعِ أَو غَيرِهِ مِنْ سَائِرِ الْعُقُوْدِ وَالصَنَائِعِ وَغيْرِ ذَلِكَ
Artinya: “Dan haram bagi orang yang berkewajiban melaksanakan salat Jumat melakukan semisal jual beli. Maksudnya haram baginya tersibukkan dengan suatu hal yang dapat memalingkan dari salat Jumat dengan tidak melakukan upaya melaksanakannya, yakni dengan melakukan transaksi jual beli atau akad-akad yang lain, perindustrian dan sebagainya”
Walhasil, larangan jual beli di hari Jumat dalam ayat tersebut berbatas waktu, yakni sejak tergelincirnya matahari sampai selesai salat Jumat. Adapun yang dilarang jual beli di hari Jumat hanya orang yang berkewajiban melaksanakan salat Jum’at saja. Tansaksi yang diharamkan dalam ayat Al-Jumu’ah ayat 9 tidak hanya jual beli saja, melainkan seluruh transaksi yang menyebabkan seseorang lalai untuk salat Jumat. Wallahu A’lam.