BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Beda Pendapat Hukum Salat Malam bagi Nabi Muhammad Saw

Tafsir Ahkam: Beda Pendapat Hukum Salat Malam bagi Nabi Muhammad Saw

Tidak semua ibadah yang disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad memiliki status hukum yang sama pada diri Nabi Muhammad. Hukum salat malam atau salat tahajud semisal, sunah bagi umat Nabi Muhammad. Namun bagi Nabi Muhammad sendiri, menurut sebagian ulama’, hukumnya wajib.

Hal ini memberi kesimpulan kepada kita, meski syariat Islam berpedoman salah satunya pada sunah Nabi, tapi kita harus tahu bahwa ada kalanya status hukum suatu ibadah ada kalanya berbeda antara pada diri umat Nabi Muhammad dan pada diri Nabi Muhammad. Sehingga berpedoman kepada Nabi Muhammad pun harus disertai penjelasan para ulama’, utamanya yang ahli dalam bidang hadis.

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Beda Pendapat tentang Salat Fardu yang Paling Utama

Salat Malam Disyariatkan Sebelum Salat Lima Waktu

Sebelum disyariatkannya salat lima waktu, Allah terlebih dahulu mensyariatkan salat malam pada diri Nabi Muhammad. Salat malam disyariatkan lewat firman Allah (Al-Hawi Al-Kabir/2/3):

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُزَّمِّلُ (1) قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلٗا (2) نِّصۡفَهُۥٓ أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِيلًا (3) أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا (4)

Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!. Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu. atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan (QS. Al-Muzzammil [73] :1-4)

Ibn Katsir menyatakan, lewat ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk tidak menutup tubuhnya di malam hari, dan bergegas melaksanakan salat malam. Nabi muhammad pun melaksanakan perintah tersebut. Pada saat itu, salat malam diwajibkan pada diri beliau saja (Tafsir Ibn Katsir/8/249).

Imam Ar-Razi menyatakan bahwa para ulama bersepakat bahwa yang dimaksud orang yang menutup diri pada ayat di atas adalah Nabi Muhammad. Imam Ar-Razi kemudian memapaparkan adanya perbedaan pendapat mengenai hukum salat malam berdasar ayat di atas. Ibn ‘Abbas berpendapat bahwa salat malam diwajibkan kepada Nabi Muhammad. Hal ini berdasar bahwa di dalam ayat di atas terdapat perintah salat malam kepada Nabi Muhammad, dan perintah ini secara zahir menunjukkan hukum wajib.

Sebagian ulama menyatakan, bahwa salat malam memang pada mulanya tidak diwajibkan. Mereka mendasarkan pendapatnya salah satunya pada Al-Quran surah Al-Isra ayat 79 (Tafsir Mafatihul Ghaib/30/582):

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا

Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji (QS. Al-Isra [17]: 79)

Di antara dua pendapat ini, Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa beberapa dalil yang ada menunjukkan bahwa salat malam diwajibkan atas diri Nabi Muhammad. Namun kemudian kewajiban ini dinasakh. Sebagian ulama menyatakan bahwa ayat yang menasakh adalah ayat yang berisi kewajiban salat lima waktu (Al-Jami’ Li ahkamil Qur’an/19/34).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Larangan atas Kekerasan Seksual dalam Surah An-Nur Ayat 33

Hukum Salat Malam Bagi Nabi Muhammad

Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Majmu’ menyatakan bahwa ulama sepakat mengatakan bahwa salat malam hukumnya sunnah bagi umat nabi muhammad Saw, sedang untuk Nabi Muhammad, sebagian ulama menyatakan hukumnya wajib sampai wafatnya beliau. Dasar yang dipakai adalah Surat Al-Muzzammil ayat 2. Namun hal ini tidak sama dengan pendapat Imam As-Syafi’i yang menyatakan bahwa pada awalnya salat malam diwajibkan pada diri Nabi Muhammad, sebelum kemudian di nasakh (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab/16/142).

Berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa bukan suatu permasalahan apabila ditemukan hukum yang berbeda antara Nabi Muhammad dan umatnya terkait suatu ibadah. Bisa jadi ini adalah khususiyah atau hukum khusus yang berlaku pada Nabi Muhammad. Hal ini sebagaimana hukum menikah lebih dari 4 orang yang dikhususkan hany untuk Nabi Muhammad Saw, dan tidak diperbolehkan untuk umatnya. Wallahu a’lam bishshowab

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

penamaan surah Alquran

Penamaan Surah Alquran: Proses Penamaan Nonarbitrer

0
Penamaan merupakan proses yang selalu terjadi dalam masyarakat. Dalam buku berjudul “Names in focus: an introduction to Finnish onomastics” Sjöblom dkk (2012) menegaskan, nama...