BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Hukum Bersanggama di Bulan Ramadan

Tafsir Ahkam: Hukum Bersanggama di Bulan Ramadan

Ibadah puasa tidak hanya mengharuskan seorang muslim untuk menahan makan dan minum, tapi juga melampiaskan nafsu seksualnya. Orang yang sedang berpuasa dilarang untuk bersanggama meski dengan istrinya selama ia berpuasa. Hukum bersanggama ini adalah pengetahuan umum yang hampir setiap muslim mengetahuinya.

Namun, yang kadang masih menjadi tanda tanya adalah, bagaimanakah praktik sanggama yang diharamkan dan membatalkan puasa? Apakah harus sampai keluar sperma ataukah tidak? Apakah sanggama lewat dubur juga memiliki hukum yang sama? Lalu, kapankah waktu diperbolehkan berhubungan badan dengan istri di bulan puasa? Mengingat berhubungan badan di bulan puasa pernah hanya diperbolehkan setelah masuk magrib sampai waktu isya’ atau hendak tidur alias tidak sampai masuknya waktu subuh. Berikut penjelasan ulama.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Syarat, Rukun Puasa Ramadan, dan Alasan Niat di Malam Hari

Bersanggama di Bulan Ramadan

Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu’ Syarah Muhadzab menjelaskan, para ulama bersepakat tentang haramnya bersanggama bagi orang yang berpuasa. Selain itu, sanggama yang dilakukannya juga membatalkan puasa yang dijalani pelakunya. Dasar Hukum yang dipakai adalah ayat Al-Qur’an, hadis sahih serta qiyas terhadap makan dan minum. Mengenai dasar ayat Al-Qur’an yang dipakai adalah firman Allah yang berbunyi (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab/6/321):

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ

Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar (QS. Al-Baqarah [2] :187).

 Baca juga:Tafsir Ahkam: Larangan atas Kekerasan Seksual dalam Surah An-Nur Ayat 33

Imam Ibn Katsir tatkala menafsiri ayat di atas menyatakan, bahwa lewat ayat tersebut Allah telah memberi keringan kepada hambanya. Hal ini berkaitan dengan syariat Islam sebelum turunnya ayat ini, yang memperbolehkan sanggama bagi orang yang berpuasa mulai masuknya waktu maghrib sampai masuknya waktu isya’ atau sampai pelaku puasa tersebut tidur. Hukum ini juga berlaku pada tindakan makan dan minum.

Maka saat masuk waktu isya, atau si pelaku puasa tertidur sebelum waktu isya, maka ia tidak diperbolehkan makan, minum serta sanggama sampai waktu maghrib di keesokan harinya. Hukum ini tentunya memberatkan umat muslim pada masa itu. Hukum ini kemudian dinusakh dengan bolehnya makan, minum serta sanggama mulai masuknya waktu maghrib sampai masuknya waktu subuh (Tafsir Ibn Katsir/1/510).

Praktik Sanggama yang Diharamkan

Imam An-Nawawi dari kalangan Mazhab Syafiiyah di dalam Al-Majmu’ Syarah Muhadzab menjelaskan, hukum bersanggama adalah haram dan membatalkan puasa entah itu sampai mengeluarkan sperma ataukah tidak. Dan entah itu dilakukan lewat lubang vagina atau dubur. Hukum yang sama juga berlaku pada tindakan sodomi pada sesama jenis, anak kecil atau pada hewan (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab/6/321).

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Ibn Qudamah dari Mazhab Hanbaliyah. Ibn Qudamah menyatakan, larangan sanggama itu mencakup lewat vagina serta dubur, dan baik itu milik laki-laki ataupun perempuan. Semuanya membuat puasa menjadi batal (Al-Mughni/3/61).

Baca juga: Puasa, Seks dan Pakaian dalam Surah Al-Baqarah Ayat 183-187

Kesimpulan

Dari berbagai uraian di atas, setidaknya kita bisa mengambil beberapa kesimpulan tentang hukum bersanggama. Pertama, keharaman sanggama di bulan puasa berlaku hanya pada waktu puasa atau mulai masuk waktu subuh sampai masuk waktu maghrib. Kedua, sanggama dapat membatalkan puasa tidak harus sampai mengeluarkan sperma. Andai sperma tidak sampai keluar, maka puasanya tetap batal. Ketiga, sanggama yang diharamkan tidaklah melulu hubungan intim antara laki-laki dan perempuan lewat vagina saja. Namun juga mencakup dubur. Dan entah apakah yang diajak sanggama itu lawan jenis, sesama jenis, bahkan hewan sekalipun. Wallahu a’lam bishshawab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...