BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Kesunnahan Memotong Kumis

Tafsir Ahkam: Kesunnahan Memotong Kumis

Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa salah satu yang Allah perintahkan kepada Nabi Ibrahim lewat surat Al-Baqarah ayat 124, adalah memotong kumis. Banyak hadis yang mendukung disyariatkannya memotong kumis. Namun karena redaksinya yang berbeda-beda, ulama’ pun berbeda pendapat tentang bagaimana bentuk memotong kumis yang dianjurkan. Lebih lengkapnya, simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini terkait dengan hukum kesunnahan memotong kumis:

Anjuran Memotong Kumis

Kumis menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah bulu (rambut) yang tumbuh di atas bibir atas, dan biasanya hanya terdapat pada laki-laki. Dalam Bahasa Arab, kumis diistilahkan dengan syarib (شارب). Para ahli tafsir menyinggung perihal hukum tentang memotong kumis tatkala menafsiri surat Al-Baqarah ayat 124.

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa termasuk yang dianjurkan dalam Islam adalah memotong kumis. Maksud dari memotong kumis ini adalah memotong bagian rambut kumis yang menutupi bibir saja. Tidak sampai menipiskan rambut apalagi memotong habis. Ini merupakan pendapat yang diyakini oleh mazhab malikiyah. Beberapa ulama’ bahkan menyatakan bahwa orang yang memotong habis kumisnya berhak untuk menerima hukuman (Tafsir Al-Qurthubi/2/104).

Baca juga: Mengenal 5 Prinsip Pendekatan Tafsir Ma’na Cum Maghza

Imam An-Nawawi mendokumentasikan beberapa hadis yang menganjurkan untuk memotong kumis  (Al-Majmu’/1/287):

مَنْ لَمْ يَأْخُذْ شَارِبَهُ فَلَيْسَ مِنَّا

Siapa yang tidak memotong kumisnya, makai a bukan termasuk dari kita (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan selainnya).

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى

Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot (HR. Imam Bukhari).

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُصُّ أَوْ يَأْخُذُ مِنْ شَارِبِهِ وَكَانَ إِبْرَاهِيمُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ يَفْعَلُهُ

Nabi memotong Sebagian kumisnya. Dan dahulu Nabi Ibrahim juga melakukannya (HR. Imam At-Tirmidzi).

Kitab Mausu’atul Ijma’ menyatakan bahwa cukup banyak ulama’ yang menyatakan bahwa hukum kesunnahan mencukur kumis telah disepakati oleh para Ulama’. Pernyataan tersebut diantaranya berasal dari Imam An-Nawawi, Ibn ‘Abdil Bar dan al-Iraqi. Dan memang tidak ada ulama’ yang memiliki pendapat yang berbeda. Sehingga bisa dikatakan bahwa berdasar kesepakatan ulama’ mencukur kumis hukumnya sunnah. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai seperti apakah mencukur kumis yang disunnahkan tersebut? (Mausu’atul Ijma’/1/205).

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili mencoba memetakan perbedaan pendapat tersebut. Menurutnya, Mazhab Malikiyah dan Syafiiyah meyakini bahwa mencukur yang dianjurkan adalah sebatas ujung kumis yang menutupi bibir. Imam Abu Hanifah meyakini bahwa yang dianjurkan adalah memotong habis. Sedang Imam Ahmad meyakini bisa hanya ujung rambut yang menutupi bibir, bisa juga memotong kumis (Al-Fiqhul Islami/1/461).

Baca juga: Self Reward Berujung Pemborosan, Begini Manajemen Harta ala Al-Qur’an

Perbedaan itu disebabkan berbeda-bedanya redaksi hadis yang menganjurkan memotong kumis. Bahkan ada ulama’ yang mencoba memadukannya dengan menyatakan, yang dianjurkan adalah memotong habis pada kumis bagian atas dan menipiskan sebatas tidak menutupi bibir pada kumis bagian bawah (Al-Fawakih Ad-Dawani/8/183).

Beberapa ulama’ juga memberi tambahan keterangan terkait kesunnahan memotong kumis:

Pertama, menurut Syaikh Wahbah, kesunnahan memotong kumis dapat diperoleh baik dengan cara si pemilik kumis mencukur kumisnya sendiri atau meminta orang lain mencukur kumisnya (Al-Fiqhul Islami/1/461).

Kedua, Imam An-Nawawi menyatakan bahwa waktu untuk mencukur kumis bergantung pada panjang pendeknya kumis tersebut. Dan itu berbeda-beda tergantung pemilik dan keadaannya. Imam An-Nawawi juga mengutip hadis yang diriwaayatkan dari Anas ibn Malik (Al-Majmu’/1/286):

قَالَ أَنَسٌ وُقِّتَ لَنَا فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً.

Anas berkata: Nabi memberi waktu pada kami dalam mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, untuk tidak sampai lebih dari 40 hari (HR. Imam Muslim).

Dari berbagai uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa mencukur kumis menurut pandangan Islam hukumnya adalah sunnah. Hanya saja, ulama’ berbeda pendapat tentang bagaimana tata cara mencukur kumis yang benar. Wallahu a’lam bish showab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...