BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Syarat, Rukun Puasa Ramadan, dan Alasan Niat di Malam Hari

Tafsir Ahkam: Syarat, Rukun Puasa Ramadan, dan Alasan Niat di Malam Hari

Mulai hari ini (13/04), umat Islam menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Salah satu ibadah wajib yang menjadi rukun Islam keempat setelah zakat. Sebagaimana ibadah wajib lain, puasa memiliki syarat dan rukun tertentu. Tulisan ini menyajikan dalil kewajiban puasa Ramadhan berikut syarat dan rukunnya.

Dalil Wajib Puasa

Ada beberapa dalil kewajiban puasa Ramadhan. Dalam Al-Quran, dalil itu berupa firman Allah pada QS. Al-Baqarah ayat 183:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

Ayat ini menunjukkan perintah wajib berpuasa bagi umat Islam. Redaksi perintah itu ada pada lafadz “kutiba”, yang oleh Imam Al-Baghawi dalam Tafsir Ma’alimut Tanzil disamakan dengan makna lafadz furidha atau ujiba, yang berarti diwajibkan.

Baca juga: Energi Terbarukan dan Ayat-ayat tentangnya dalam Al-Quran

Selain dari Al-Quran, dalil wajibnya berpuasa di Bulan Ramadhan juga pernah disabdakan oleh Nabi. Antara lain dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dalam Shu’bul Iman:

 شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Ramadan adalah bulan yang Allah mewajibkan kalian berpuasa, dan aku sunnahkan salat di malam harinya. Barangsiapa berpuasa di siangnya dan bangun di malamnya karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya akan keluar seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya”

Hadis tersebut mentahkik kewajiban puasa pada Surah Al-Baqarah ayat 183. Selain itu, hadis tersebut juga menunjukkan keutamaan beribadah pada malam hari selama bulan Ramadan.

Syarat Puasa

Terdapat dua kelompok syarat puasa yakni syarat wajib dan syarat sah. Mengutip Tanwirul Qulub karya Muhammad Amin Al-Kurdi, syarat wajib puasa ada empat. Syarat itu meliputi; beragama Islam, baligh (masuk fase pubertas), berakal (tidak gila), dan kuat melaksanakan puasa.

Sementara itu, terdapat 4 hal pula yang menjadi syarat keabsahan puasa. 4 hal itu ialah Islam, tamyiz (mampu membedakan hal baik dan buruk), tidak haid dan nifas, serta berada pada waktu diperbolehkan untuk berpuasa.

Syarat ini tidak hanya berlaku untuk puasa Ramadhan, tetapi semua ragam puasa. Bagi orang yang tidak memenuhi syarat sah puasa karena haid dan nifas, maka wajib atasnya untuk mengganti (mengqada’nya) di lain hari.

Baca juga: Kriteria Perempuan Salihah dalam Surah At-Tahrim Ayat 11-12

Rukun Puasa

Terdapat dua rukun dalam puasa, dan yang pertama adalah niat. Menurut Imam Nawawi dalam Nihayatuz Zayn fi Irsyadil Mubtadi’in, terdapat perbedaan teknis niat antara puasa wajib dengan sunnah. Ia berpendapat:

وشرط لفرضه تبييت أي للنية لكل ليلة ولو من أول الليل ولا يجب التبييت في نفل الصوم بل تصح نيةه قبل الزوال إلى أن قال وتعيين في الفرض المنوي كرمضان أو نذر أو قضاء أو كفارة وفي نفل له سبب

“Disyaratkan bagi puasa fardu untuk niat pada malam hari. Yakni, niat pada tiap malam, meski dilakukan pada awal malam. Sementara itu, tidak diwajibkan niat pada malam hari untuk puasa sunnah, bahkan boleh niat sebelum masuk waktu Zuhur untuk puasa sunnah. Dan, disyaratkan pula menentukan puasa fardu apa yang ditunaikan (ta’yin), seperti puasa Ramadan, nazar, qada’, puasa kafarat, atau puasa sunnah yang memiliki sebab”

Berdasarkan pendapat itu, niat puasa Ramadhan harus dilakukan pada malam hari disertai dengan menentukan niat pada “puasa Ramadan”. Adapun redaksi niat puasa Ramadhan yang sempurna ialah sebagaimana berikut ini:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

“Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala”

Baca juga: Sejarah Puasa dan Rahasia Dipilihnya Bulan Ramadhan Menurut Para Tokoh Tafsir

Sementara itu, rukun kedua ialah menahan dari segala perkara yang membatalkan puasa. Terdapat 11 perkara yang dapat membatalkan puasa. Mengutip Tanwirul Qulub, 11 perkara itu ialah sebagaimana berikut:

  1. memasukkan benda ke organ tubuh bagian dalam (jauf) melalui lubang yang ada di tubuh manusia, atara lain mulut, telinga dan hidup. Jauf memiliki batasan tertentu. Misalnya, lubang mulut, batas jauf-nya ialah tenggorokan. Sehingga, bila seseorang memasukkan benda ke mulut sampai benda itu masuk ke tenggorokan, maka puasa menjadi tidak sah.
  2. Bersenggama secara sengaja
  3. Keluar sperma sebab onani
  4. Sengaja muntah
  5. Menstruasi
  6. Nifas
  7. Melahirkan
  8. Gila
  9. Epilepsi sepanjang siang
  10. Mabuk sepanjang siang, dan
  11. Murtad

Mengapa niat puasa di malam hari?

Telah diketahui, prinsip dasar niat ialah penyengajaan untuk mengerjakan suatu hal bersamaan dengan mengerjakan hal itu. Dalam kaidah Fikih pun disebutkan bahwa salah satu kriteria niat adalah adanya unsur muqaranah (berbarengan) antara penyengajaan berbuat sesuatu dan pengerjaannya. Lalu, mengapa tidak demikian dengan niat puasa Ramadhan? Jawaban atas pertanyaan tersebut ialah karena ada unsur kesulitan. Menurut Abu Bakar al-Ahdali dalam Taqrirat Mandzumah Faraidil Bahiyyah, niat puasa Ramadhan, begitu juga puasa fardu lain dikecualikan dari prinsip dasar niat karena sulitnya mengawasi awal waktu puasa, yang tak lain ialah terbitnya fajar shadiq. Oleh karena itu, puasa Ramadhan tidak sah bila seseorang menyertakan niatnya dengan awal pagi.

Baca juga: Prinsip Dasar Penyusunan Tafsir Ilmi

Selain pada puasa fardhu, pengecualian juga ada pada ibadah zakat dan kurban, meski tidak sampai pada konsekuensi hukum wajib, karena notabene dua ibadah itu ibadah sunnah. Dalam ibadah zakat, takjil niat sebatas anjuran ketika dikhawatirkan akan menyulitkan bila niat dilaksanakan pas waktu zakat, begitu pula niat untuk berkurban.

Demikianlah dalil, syarat, dan rukun puasa Ramadhan yang diurai dengan sangat sederhana. Semoga bulan Ramadhan ini dapat kita jalani dengan khusyuk dan hikmat. Sampai, selain menahan dari hal-hal lahiriah di atas, kita juga dapat menahan diri dari penyakit hati, sehingga tujuan puasa berupa penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dapat kita raih bersama. Wallahu a’lam[]

Halya Millati
Halya Millati
Redaktur tafsiralquran.id, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...