BerandaTafsir TematikTafsir Ahkam Tentang Zina; Mendekati Saja Dilarang, Apalagi Melakukan!

Tafsir Ahkam Tentang Zina; Mendekati Saja Dilarang, Apalagi Melakukan!

Islam melalui Alquran dan hadis telah menerangkan bahwa termasuk di antara dosa besar adalah zina. Zina adalah hubungan intim yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam hubungan pernikahan. Dalam hukum Islam, pelakunya mendapatkan hukuman (had) yang berat sesuai dengan status yang dimilikinya.

Larangan mengenai zina bisa ditemukan dalam Alquran surat al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

“dan janganlah kamu mendekati zina, sungguh itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ [17]: 32)

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa penggunaan lafal ‘la taqrabu’ sama seperti ‘la tadnun’ berarti janganlah kalian mendekati. Lebih lanjut dijelaskan dalam Tafsir Al-Jalalain, penggunaan kata ‘la taqrabu’  memiliki makna yang lebih tegas daripada ‘la ta’tu’ yang berarti janganlah kalian dekati. Sebab, dalam ilmu ushul fiqh, lafal nahi (larangan) menunjukkan keharaman sesuatu yang dilarang. Maka, jika mendekati zina saja hukumnya haram (manthuq), apalagi jika melakukan perbuatan zina itu sendiri (mafhum). Demikianlah pemahaman yang diperolah dari ayat tersebut berdasarkan kaidah manthuq-mafhum dalam ushul fiqh. Di sinilah letak kehebatan bahasa ِAlquran, untuk melarang pebuatannya maka diungkapkan dengan larangan mendekati hal-hal yang menjurus pada perbuatannya. Menunjukkan betapa Alquran sangat peduli terhadap  manusia untuk selalu pasang badan agar tidak terjerumus.


Baca Juga: Kenali Syarat Menjadi Mufassir


Zina adalah perbuatan fahisyah yakni keji yang termasuk dosa besar dan kemaksiatan yang paling buruk. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mencantumkan hadis riwayat Ibnu Abid Dunya, bahwa Rasulullah saw bersabda,

مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ شِرْكٍ اَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنَ النُّطْفَةِ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحْمٍ لاَ يُحَلِّلُ

Artinya: “Tidak ada dosa yang lebih berat setelah syirik di sisi Allah daripada seorang laki-laki yang menaruh spermanya di dalam rahim wanita yang tidak halal baginya.”

Hadis tersebut cukup menggambarkan bagaimana tercelanya perbuatan tersebut hingga disandingkan dengan dosa menyekutukan Allah swt. Bahkan, dalam riwayat lain baginda Nabi bersabda,

(لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ (رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Pezina tidak dikatakan beriman ketika ia berzina.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Larangan yang Allah berikan kepada hamba-Nya tentu memiliki tujuan dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Tujuan tersebut merupakan kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Selain untuk menjaga dari rusaknya garis keturunan, larangan tersebut juga memberikan jaminan kesehatan bagi manusia agar terhindar dari penyakit ganas seperti yang disinggung dalam hadis. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah bersabda,

لَمْ تَظْهَرْ الفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا اِلاَّ فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُوْنُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ قَدْ مَضَتْ فِي

(اَسْلاَفِهِمْ الَّذِيْنَ مَضَوْا (رواه ابن ماجه

Artinya: “Tidaklah Nampak perbuatan keji di suatu kaum hingga dilakukan secara terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.” (HR. Ibnu Majah)


Baca Juga: Tafsir Ahkam: Hati-Hati Terhadap Qadzaf!Hikmah Bersuci Dalam Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 6


Menurut pengertian dalam kamus al-Ma’any,yang dimaksud tha’un  adalah suatu penyakit akibat virus yang menular, berbahaya, dan mematikan secara umum. Dalam mengomentari hadis tersebut, Ibnu Hajar al-‘Asqalani menjelaskan bahwa,

فَفِي هَذَا الْأَحَادِيْثِ اَنَّ الطَّاعُوْنَ قَدْ يَقَعُ عُقُوْبَةً بِسَبَبِ الْمَعْصِيَّةِ

“Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa tha’un muncul sebagai hukuman akibat maksiat tersebut.”

Dari berbagai keterangan di atas, dapat kita pahami perihal tercelanya zina. Seseorang yang terlanjur melakukannya diharuskan segera betaubat memohon ampun kepada Allah dan bertekad tidak akan mengulanginya kembali. Selain itu, dianjurkan baginya untuk tidak menceritakan dosanya kepada orang lain, sebab itu merupakan aib.

Wallahu A’lam.

Lutfiyah
Lutfiyah
Mahasiswa Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Institut Pesantren KH. Abdul Chalim (IKHAC) Mojokerto
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian I)

0
Diksi warna pada frasa tinta warna tidak dimaksudkan untuk mencakup warna hitam. Hal tersebut karena kelaziman dari tinta yang digunakan untuk menulis-bahkan tidak hanya...