BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al Anfal Ayat 18-20

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 18-20

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 18-20 berbicara mengenai karunia Allah untuk menunjang peperangan yang dilakukan oleh orang-orang mukmin, setelah sebelumnya berbicara mengenai larangan melarikan diri dari peperangan, karena Allah telah menjanjikan kemenangan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 16-17


Karunia yang dimaksud dalam Tafsir Surah Al Anfal Ayat 18-20 ini adalah melemahkan potensi-potensi dari orang-orang kafir. Karunia itu merupakan anugerah Allah kepada orang mukmin karena kepatuhan mereka terhadap perintah Allah dan Rasulullah.

Ayat 18

Allah menegaskan bahwa karunia Allah yang diberikan kepada kaum Muslimin itu bertujuan untuk melemahkan tipu-daya orang-orang kafir dan melemahkan serangan mereka kepada Nabi serta kaum Muslimin seluruhnya. Juga untuk membangun perhatian kaum Muslimin agar tetap berjuang menegakkan agama tauhid serta berbuat baik sesama mereka dalam membela serta menegakkan agama.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Allah, selalu melindungi setiap perjuangan kaum Muslimin dalam menegakkan agama tauhid serta akan melemahkan perjuangan orang-orang musyrikin pada setiap gerak dan langkah mereka yang ditujukan untuk memerangi orang-orang yang menegakkan agama tauhid dan menyebarluaskan agama Islam.

Ayat 19

Sesudah itu Allah memberikan pernyataan yang ditujukan kepada orang-orang musyrikin bahwa apabila mereka ingin mencari keputusan mana di antara kedua bala tentara yang paling unggul dan paling mendapat petunjuk sehingga memperoleh kemenangan, maka jelaslah yang mendapat kemenangan gilang-gemilang itulah pasukan yang paling unggul dan paling mendapat petunjuk.

Pernyataan ini adalah merupakan ejekan terhadap orang-orang musyrikin karena pada akhir pertempuran Perang Badar kemenangan jelas diperoleh oleh kaum Muslimin, sedangkan mereka kaum musyrikin mengalami kehancuran dan kekalahan.

Pernyataan ini berlaku pada setiap waktu dan tempat, di mana saja dan kapan saja terjadi pergolakan di antara dua golongan maka kemenangan tentu akan diperoleh oleh golongan yang berdiri atas prinsip-prinsip yang benar.

Kemudian Allah menyeru orang-orang musyrikin bahwa apabila mereka setelah menderita kekalahan dalam Perang Badar itu berhenti dari memusuhi Muhammad saw dan pengikut-pengikutnya, maka sebenarnya hal itu lebih baik buat mereka.

Tawaran itu dikemukakan Allah kepada mereka karena mereka telah mengalami pahit getirnya peperangan. Dari pengalaman itu mereka telah melihat kenyataan bahwa betapa pun kuatnya dan betapa pun banyaknya jumlah pasukan yang mereka kerahkan serta perlengkapan perang yang mereka andalkan, namun akhirnya mereka mengalami kekalahan juga.

Apabila mereka itu membangkang seruan ini dan kembali memusuhi serta memerangi Rasul dan pengikut-pengikutnya, maka kenyataan yang mereka alami itu akan terulang kembali, yaitu Allah kembali memberi pertolongan-Nya kepada Rasulullah saw.

Allah menegaskan bahwa angkatan perang kaum musyrikin betapa pun kuatnya, tidak akan dapat menolak bencana malapetaka yang akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tentara yang banyak tidak selalu menentukan jalannya peperangan, terkecuali jumlah yang banyak itu disertai dengan kekuatan jiwa dan kepercayaan kepada Allah Azza wa Jalla.

Betapa pun gigihnya Abu Jahal dan pengikut-pengikutnya untuk mengalahkan kaum Muslimin dalam Perang Badar mereka tidak juga berhasil sebagaimana diterangkan oleh Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan an-Nasa’i:

اللّهُمَّ أَيّنُاَ كَانَ أَقْطَعَ لِلرَّحْمِ وَأَتَى بِمَا لاَ يَعْرِفُ فَأَحِنْهُ الْغَدَاةَ فَكَانَ ذٰلِكَ اسْتِفْتَاحًا مِنْهُ

(رواه أحمد والنسائي)

“Ya Allah siapa di antara kami yang telah memutuskan tali persaudaraan dan membawa sesuatu agama yang tidak dikenal, maka hancurkanlah ia sebelum terbitnya fajar, maka yang demikian itu adalah sebagai permintaan kemenangan dari padanya (untuk Rasulullah). (Riwayat Ahmad dan an-Nasa’i)

Menurut riwayat as-Suddi yang berasal dari Mujahid, diceritakan bahwa sebelum pasukan Quraisy berangkat ke medan perang mereka berdoa :

كَانَ الْمُشْرِكُوْنَ حِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ مَكَّةَ إِلَى بَدْرٍ أَخَذُوْا بِأَسْتَارِ الْكَعْبَةِ فَاسْتَنْصَرُوا اللهَ وَقَالُوْا: اللّهُمَّ انْصُرْ أَعْلَى الْجُنْدَيْنِ، وَأَكْرَمَ الْفِئَتَيْنِ وَخَيْرَ اْلقِبْلَتَيْنِ فَقَالَ الله ُ(اِنْ تَسْتَفْتِحُوْا) الاٰية

Orang-orang musyrikin pada waktu keluar dari kota Mekah menuju Badar, telah memegang tirai Ka’bah kemudian mereka memohon kemenangan kepada Allah dan berkata: “Aduhai Tuhan berilah kemenangan kepada pasukan yang paling tinggi (derajatnya) kepada golongan yang paling mulia dan kepada kiblat yang paling baik.” Maka turunlah ayat: Jika kamu (orang musyrikin) mencari keputusan.

Ayat 20

Allah menyeru orang-orang mukmin agar menaati Allah dan Rasul-Nya. Menaati Allah dan Rasul-Nya dalam ayat ini ialah melaksanakan jihad, berjuang untuk membela agama tauhid dan meninggalkan kampung halaman serta mempergunakan harta benda dan jiwa apabila diperlukan, dan melarang orang-orang mukmin berpaling dari pada perintah-Nya, sedang pada waktu itu mereka telah mengetahui dan mendengar seruan untuk menaati perintah-Nya dan membantu perjuangannya.

Dimaksud mendengar dalam ayat ini ialah memahami seruan Rasul serta membenarkannya. Sebagai seorang mukmin semestinya ia mengatakan pada waktu mendengar seruan Rasul “samina wa atana” (kami mendengar dan menaati), sebagaimana firman Allah:

اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada  Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (an-Nµr/24: 51)

 Dan firman Allah lagi:

لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖ ۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا

“Kami tidak membeda-bedakan seseorang pun dari Rasul-Rasul-Nya.” Dan mereka berkata,“Kami dengar dan kami taat.” (al-Baqarah/2: 285)

Yang dimaksud dengan mendengar seruan Rasul dalam ayat ini ialah menaati semua perintah Allah yang disampaikan kepadanya dengan perantara wahyu.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 21-23


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Istidraj: Jebakan Nikmat bagi Mereka yang Tak Taat

Istidraj: Jebakan Nikmat bagi Mereka yang Tak Taat

0
Allah tidak hanya menguji manusia dengan kesulitan, tetapi juga dengan kemudahan. Kemudahan hidup, kekayaan, kesenangan, dan kemewahan yang terus-menerus dialami seseorang bisa jadi merupakan...