Tafsir Surah Al Anfal Ayat 52-55

tafsir surah al anfal
tafsir surah al anfal

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 52-55 bebicara mengenai perumpamaan Allah kepada orang-orang kafir. Karena sifat ingkar dan angkuhnya, Allah menyamakan orang-orang kafir itu dengan Fir’aun. Akibat dari keangkuhannya itu Allah menyiksa mereka.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 48-51


Selain menyerupakannya dengan Fir’aun, dalam  Tafsir Surah Al Anfal Ayat 52-55 ini Allah juga menyamakan orang-orang kafir dengan binatang. Lebih tegas lagi dikatakan bahwa orang-orang kafir itu merupakan binatang melata yang paling jahat dan buruk.

Ayat 52

Keadaan orang-orang musyrikin Quraisy itu serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya dan orang-orang kafir sebelumnya.

Mereka itu mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah membalas dengan menyiksa mereka, disebabkan karena dosa-dosanya dengan siksaan yang ditimpakan Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa.

Telah menjadi Sunnatullah bahwa Allah menyiksa orang-orang kafir disebabkan dosa-dosanya, maka demikian pulalah yang terjadi ketika Perang Badar.

Allah memberikan pertolongan kepada Rasul-Nya dan kaum Muslimin, dan menghancurkan orang-orang kafir disebabkan dosa-dosa mereka. Allah adalah Mahakuasa lagi pedih siksa-Nya. Tidak ada seorang pun dapat meloloskan diri dari azab yang telah ditentukan-Nya.

Nabi Muhammad bersabda:

إِنَّ اللهَ يُمْلِى لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ.

(رواه البخارى ومسلم)

“Sesungguhnya Allah Ta’ala memberikan kesempatan (tidak segera menyiksa) kepada orang yang zalim, akan tetapi bilamana akan menyiksanya, maka dia tidak akan lolos dari siksa-Nya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Ayat 53

Kejadian ini yaitu menyiksa orang-orang Quraisy adalah karena mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah, ketika Allah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya, lalu mereka mendustakan, bahkan mengusirnya dari negerinya, lalu memerangi terus-menerus.

Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Yang demikian ini membuktikan sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu.

Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.

Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nikmat-nikmat pemberian Allah yang diberikan kepada umat atau perorangan, selalu dikaitkan kelangsungannya dengan akhlak dan amal mereka itu sendiri.

Jika akhlak dan perbuatan mereka terpelihara baik, maka nikmat pemberian Allah itu pun tetap berada bersama mereka dan tidak akan dicabut. Allah tidak akan mencabutnya, tanpa kezaliman dan pelanggaran mereka.

Akan tetapi, manakala mereka sudah mengubah nikmat-nikmat itu yang berbentuk akidah, akhlak, dan perbuatan baik, maka Allah akan mengubah keadaan mereka dan akan mencabut nikmat pemberian-Nya dari mereka sehingga yang kaya jadi miskin yang mulia jadi hina dan yang kuat jadi lemah.

Dan bukanlah sekali-kali kebahagiaan umat itu dikaitkan dengan kekayaan atau jumlah anak yang banyak seperti disangka oleh sebagian besar kaum musyrikin yang diceritakan oleh Allah dengan firman-Nya:

وَقَالُوْا نَحْنُ اَكْثَرُ اَمْوَالًا وَّاَوْلَادًاۙ وَّمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِيْنَ

Dan mereka berkata, ”Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab.” (Saba/34: 35)

Demikian keluhuran suatu umat tidak dikaitkan dengan keturunannya atau keutamaan nenek moyangnya, seperti yang diakui oleh orang-orang Yahudi.

Mereka tertipu dengan keangkuhannya bahwa mereka dijadikan Allah sebagai umat pilihan melebihi umat-umat yang lain, karena dikaitkan kepada kemuliaan Nabi Musa a.s. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui apa yang diucapkan oleh orang-orang yang mendustakan rasul-rasul itu, Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan, apa yang mereka tinggalkan dan pasti akan memberi balasan yang setimpal dengan perbuatannya.


Baca juga: Perdebatan Nabi Musa dengan Fir’aun tentang Hakikat Tuhan


Ayat 54

Mereka itu mengubah nikmat Allah yang ada pada dirinya seperti tingkah laku Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang kafir sebelumnya.

Pertama, mereka mengingkari ayat-ayat yang dibawa oleh para rasul tentang keesaan Allah, kewajiban menyembah hanya kepada Allah, dan adanya azab Allah di akhirat.

Kedua, mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mengingkari nikmat-nikmat pemberian-Nya, padahal Dia yang menciptakan segala-galanya. Allah membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan telah menenggelamkan Fir’aun bersama pengikut-pengikutnya karena mereka semuanya adalah orang-orang yang zalim.

Ayat 55

Sesungguhnya sejahat-jahat binatang yang melata di bumi menurut pandangan Allah ialah orang-orang kafir yang mempunyai sifat suka membangkang, sehingga keadaan mereka terus-menerus dalam kekafiran dan berada dalam keingkaran kepada Nabi, sehingga tidak dapat diharapkan iman dari mereka.

Mereka itu ada yang kedudukannya sebagai pemimpin yang selalu dengki kepada Rasulullah, membantah setiap ayat yang juga tertulis dalam Taurat yang menjadi saksi atas kebenarannya, padahal mereka dalam hati kecilnya meyakini bahwa Muhammad itu betul-betul utusan Allah, sehingga mengenal Nabi Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.

Yang menjadi pengikut-pengikut mereka adalah orang-orang yang dalam keadaan membabi buta mengikuti saja pemimpin-pemimpinnya dan tidak mau melihat bukti-bukti yang disebutkan dalam kitab mereka. Dalam ayat ini Allah menyamakan mereka itu dengan binatang, bahkan lebih sesat dari binatang, karena binatang-binatang itu ada manfaatnya bagi manusia, sedang mereka itu sama sekali tidak ada manfaatnya bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

اَمْ تَحْسَبُ اَنَّ اَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ اَوْ يَعْقِلُوْنَۗ اِنْ هُمْ اِلَّا كَالْاَنْعَامِ  بَلْ هُمْ اَضَلُّ سَبِيْلًا ࣖ

Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya. (al-Furqan/25: 44)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 56-59


(Tafsir Kemenag)