BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al-Baqarah Ayat 263: Etika Memberi dan Meminta Bantuan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 263: Etika Memberi dan Meminta Bantuan

Salah satu etika baik yang diajarkan oleh Islam kepada para pemeluknya adalah mereka diperintahkan agar selalu berkata baik kepada orang lain. Al-Qur’an membandingkan perkataan baik dengan sedekah yang diiringi dengan menyakiti orang lain. Hal ini sebagaimana dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 263:

قَوْلٌ مَّعْرُوْفٌ وَّمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَّتْبَعُهَآ اَذًى ۗ وَاللّٰهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari pada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun.

Beberapa ulama berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan tentang etika bagi pemberi dan peminta dalam perspektif al-Qur’an. Berikut penjelasan tentang etika memberi dan meminta bantuan dalam Islam:

Etika Memberi Bantuan

Di antara perkataan baik menurut Sayyid Tantawi dalam al-Tafsir al-Wasit (1/606) adalah saat seseorang merespon dengan kata-kata yang indah dan baik kepada orang yang meminta agar diberikan sebagian dari hartanya. Hal ini bertujuan untuk menjaga martabat orang yang meminta itu. Perilaku ini merupakan upaya seseorang untuk meningkatkan derajatnya di sisi Allah, memurnikan jiwanya, dan mewujudkan perdamaian hati antara dia dan orang lain.

Perkataan yang baik juga mendapat pujian dari Rasul saw. Berdasarkan riwayat dari Imam Muslim, beliau saw. bersabda: “Perkataan yang baik adalah sedekah, dan yang termasuk perilaku baik adalah menampakkan wajah ceria saat bertemu dengan saudaramu.

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (1/570-571) memberi dengan menyakiti hati penerima adalah aktivitas yang menggabungkan kebaikan dan keburukan, atau sisi plus dan sisi minus. Namun, keburukan atau sisi minus yang dilakukan lebih banyak dari sisi plus yang diraih, sehingga hasil akhirnya adalah minus. Karena itu, ucapan yang baik lebih terpuji daripada memberi dengan menyakitkan hati, karena yang pertama adalah plus dan yang kedua adalah minus.

Sedangkan menurut Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Dzilal al-Qur’an, sedekah itu bukan sebagai suatu kelebihan si pemberi atas si penerima, melainkan sebagai pinjaman kepunyaan Allah Swt. Maka, ayat ini diakhiri dengan ungkapan “Allah Maha Kaya Lagi Maha Penyantun”.

“Allah Maha Kaya” berarti tidak membutuhkan sedekah yang diiringi dengan menyakiti perasaan si penerima. Allah juga “Maha Penyantun” yang memberi rezeki kepada para hamba-Nya, meski ada di antara mereka yang tidak bersyukur. Namun demikian, Dia tidak segera menghukum atau mengazab mereka. Padahal, Dialah yang memberi mereka segala sesuatu, yang memberikan kepada mereka eksistensi di dunia ini.

Karena itu, manusia hendaknya belajar dari sifat kepenyantunan Allah Swt, yaitu tidak tergesa-gesa menyakiti dan memarahi orang yang mereka beri sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepada mereka, saat mereka tidak mendapatkan kesenangan dari si penerima atau tidak mendapatkan ucapan terima kasih.

Baca juga: Jangan Ragu Untuk Bersedekah! Inilah 4 keutamaan Sedekah Menurut Al-Quran

Etika Meminta Bantuan

Menurut al-Asfihani dalam tafsirnya (1/554), khitab (sasaran yang dituju) pada ayat ini mencakuap dua hal: pertama, ditujukan kepada orang yang memberi. Kedua, ditujukan kepada orang yang meminta. Dengan demikian, ayat ini tidak saja memerintahkan seorang pemberi agar berkata baik kepada orang yang diberi. Ayat ini juga memerintahkan kepada peminta agar meminta kepada orang lain dengan perkataan yang baik.

Imam al-Ghazali dalam kitab Majmu’ah Rasa’il al-Imam al-Ghazali (438) menjelaskan enam adab yang harus dimiliki oleh peminta, yaitu: memperlihatkan kefakiran sebagaimana adanya, mengungkapkan permintaannya secara halus, menerima apa yang diberikan dengan penuh rasa syukur meski hanya sedikit, mendoakan yang baik kepada pemberi. Adapun jika tidak diberi, sebaiknya pulang dan mau menerima dengan baik apapun alasannya serta tidak mengulangi permintaannya, apalagi memaksa.

Saat seorang peminta meminta dengan cara dan perkataan yang baik, maka ia pasti akan diperlakukan baik oleh orang yang memberinya. Sebab, terkadang peminta itulah yang menyulut emosi pemberi karena perilakunya yang tidak baik. Padahal, peminta itu sudah dibantu kebutuhan hidupnya oleh pemberi.

Baca juga: Surat Al-Baqarah [2] Ayat 264: Jangan Merusak Pahala Sedekah

Manfaat Perkataan yang Baik

Perkataan yang baik akan selalu dikenang oleh orang lain dan dapat mencegah munculnya konflik dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang dituntut agar dapat menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang dapat memicu terjadinya konflik. Tidak sedikit permasalahan besar yang muncul karena diawali dengan perkataan yang buruk.

Karena itu, pantas jika perkataan baik dapat meningkatkan derajat seseorang dihadapan Allah Swt. Seseorang yang selalu berkata baik dihadapan siapapun adalah orang yang berilmu. Allah akan mengangkat derajat siapapun di antara hamba-Nya yang berilmu dan beriman, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. Al-Mujadalah (22): 11 yang artinya: “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”

Menurut al-Zuhayli dalam Al-Tafsir Al-Munir (3/49), QS. Al-Baqarah: 263 merupakan dalil tentang asas yang sangat penting dalam syari’at Islam, yaitu: “dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-masalih}” (mencegah kerusakan lebih diprioritaskan daripada mengambil manfaat). Seorang pemberi harus mengucapkan kata-kata yang tidak menyinggung perasaan orang yang diberi, begitu juga sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik antara kedua belah pihak.

Seorang pemberi berdoa dan memohon kepada Allah agar sebagian harta yang disedekahkan kepada peminta dapat bermanfaat. Sedangkan seorang peminta berdoa dan memohon kepada Allah agar orang yang memberinya sedekah diberikan keberkahan umar dan harta. Itulah etika memberi dan meminta bantuan kepada orang lain. Allah akan selalu mengampuni dosa-dosa orang yang saling mendoakan kebaikan. Wallahu A’lam.

Baca juga: Surah Al-Furqan [25] Ayat 67: Anjuran Bersedekah Secara Proporsional

Afrizal El Adzim Syahputra
Afrizal El Adzim Syahputra
Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STIT Sunan Giri Trenggalek dan IAIN Tulungagung
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian I)

0
Diksi warna pada frasa tinta warna tidak dimaksudkan untuk mencakup warna hitam. Hal tersebut karena kelaziman dari tinta yang digunakan untuk menulis-bahkan tidak hanya...