BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al-Hajj Ayat 28: Manfaat Ibadah Haji dalam Segi Sosial dan...

Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 28: Manfaat Ibadah Haji dalam Segi Sosial dan Ekonomi

Haji merupakan rukun kelima dalam agama Islam. Oleh sebab itu, setiap umat Islam pasti mengelu-elukan ingin bisa melangsungkan ibadah haji ke tanah suci guna menyempurnakan bangunan keislamannya. Fenomena berjuta-juta umat Islam yang memadati Masjidil Haram setiap tahunnya membuktikan ibadah ini mempunyai manfaat spiritual yang dalam hingga biaya semahal apapun pasti ditempuh. Namun, di balik manfaat spiritual yang bisa didapatkan, ibadah haji ternyata memiliki banyak manfaat lain sebagaimana yang disuratkan dalam Al-Quran Surah Al-Hajj ayat 28. Manfaat laten selain spiritual ditafsirkan oleh para mufassir seperti Sayyid Qutub, Buya Hamka, dan Quraish Shihab juga berkenaan dengan keduniaan seperti manfaat sosial dan ekonomi.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Syarat Wajib Haji dan Beberapa Ketentuannya

Tafsir Surah Al-Hajj ayat 28

Dalam Surah Al-Hajj ayat 28 memang tidak disebutkan secara eksplisit ibadah apa yang dikerjakan. Namun, ayat tersebut memiliki korelasi dengan ayat-ayat sebelumnya maupun setelahnya yang masih satu konteks penjelasan tema ibadah haji. Dalam rangkaian Surah Al-Hajj, perintah berhaji terdapat pada ayat 27 dan salah satu rukunnya thawaf dijelaskan di ayat 29. Sedang untuk ayat 28 ini Allah ingin menjelaskan manafaat bagi yang melaksanakan ibadah mulia tersebut. Adapun bunyi Surah Al-Hajj ayat 28 adalah sebagai berikut:

لِّيَشْهَدُوا مَنَٰفِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا ٱسْمَ ٱللَّهِ فِى أَيَّامٍ مَّعْلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا ٱلْبَائِسَ ٱلْفَقِيرَ

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

Mengenai interpretasi Surah Al-Hajj ayat 28 di atas, Sayyid Qutub dalam Tafsir Fi Zhilal al-Quran menguraikan bahwa haji merupakan ibadah fardhu dunia dan akhirat, sebagaimana kenangan tentang akidah lama dan jauh (akidah Nabi Ibrahim) dengan akidah yang baru (Nabi Muhammad) juga bertemu. Haji juga merupakan suatu momentum bersama yang mempunyai banyak manfaat dan mengikat persatuan umat, karena menurut Sayyid Qutub selain sebagai musim ibadah, haji juga merupakan musim muktamar dan musim perdagangan.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah juga mengukuhkan pendapat Sayyid Qutub mengenai manfaat ibadah haji yang tidak hanya satu aspek saja, mengandung dua sekaligus, yaitu manfaat duniawi dan juga ukhrawi. Manfaat duniawi tersebut meliputi banyak hal seperti ekonomi dan sosial, namun tujuannya tetaplah satu yaitu untuk kemaslahatan bersama.

Baca juga: Keistimewaan Ka’bah dalam Al-Quran dan Pahala Memandangnya

Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa haji merupakan murni ibadah dan tidak bisa dicampur dengan kegiatan duniawi lain seperti jual beli, dan lain-lain. Namun, menurut Buya hamka dalam Tafsir Al-Azhar menganggap pendapat ini dianggap lemah seraya mengutip sebuah hadis riwayat Ibnu Umar yang menyatakan bahwa Rasulullah tetap menganggap sah haji seseorang setelah seluruh rangkaian tata cara dan rukun terpenuhi, meskipun setelah itu mereka melakukan jual beli.

Sepakat dengan hal tersebut, Quraish Shihab memberikan argumentasi bahwa selama kegiatan duniawi lain tidak merusak tujuan ibadah haji maka tidaklah apa-apa. Orang-orang yang berhaji di era hari ini pasti tidak bisa dilepaskan dengan aktivitas jual beli, karena mereka datang dari luar Kota Mekah dan pasti memerlukan perlengkapan yang bisa didapat dengan jual beli. Quraish Shihab juga menyempaikan pendapatnya bahwa seseorang yang telah selesai berhaji juga diperbolehkan membeli oleh-oleh untuk sanak keluarganya di rumah.

Manfaat ibadah haji dalam segi sosial dan ekonomi

Penjelasan para mufassir di atas mengenai interpretasi Surah Al-Hajj ayat 28 di atas cukup jelas menjadi acuan bahwa dalam perjalanan haji diperbolehkan juga melakukan aktivitas duniawi lain asalkan prioritas utamanya tetaplah ibadah tersebut. Pemaknaan tersebut pada akhirnya membawa implikasi pada kekayaan manfaat yang bisa dituai dari pergi haji. Manfaat tersebut tidak hanya pada ranah spiritual saja, tetapi juga manafaat dunia seperti pada aspek sosial ataupun ekonomi manusia.

Nilai-nilai dari ibadah haji secara sosial bisa kita telisik dalam amaliyah ihram, wukuf, dan kurban. Ketika ihram diwajibkan memakai pakaian yang sama. Hal ini diungkapkan Ibnu Mas’ud dalam Fikih Madzhab Syafi’i sebagai pendidikan bagi manusia bahwa di hadapan-Nya, semua makhluk dipandang sama, ia tidak dibeda-bedakan berdasar kaya dan miskin, atau apapun, sehingga timbullah rasa persaudaraan antar manusia.

Nilai sosial kedua dalam ibadah haji bisa kita saksikan ketika pelaksanaan wukuf. Ketika wukuf, umat Islam sedunia berkumpul dalam satu tempat mengheningkan cipta dalam rangka menyembah satu Tuhan yang sama. Peristiwa tersebut dinilai oleh Banani Adam dan Mustafa dalam Hikmah Rahasia Ibadah Haji dan Umrah sebagai persatuan umat, ukhuwah Islamiyah atau kongres umat Islam sedunia sebagaimana pula yang diucapkan di awal oleh Sayyid Qutub sebagai muktamar.

Baca juga: Ibrah Kisah Nabi Daud: dari Taubat hingga Manajemen Ibadah

Aspek sosial ketiga dalam ibadah haji adalah ketika penyembelihan kurban yang disebut Hasan Basri dalam bukunya, Haji dan Kurban sebagai bentuk sosiologis kemasyarakatan (ijtima’iyah). Dalam penyembelihan hewan kurban, daging-daging tersebut kemudian diserahkan untuk menyantuni dan menggembirakan fakir miskin atau mereka yang berkekurangan.

Sebagaimana yang dijelaskan di awal tentang bahwa jual beli diperbolehkan dalam perjalanan haji, hal tersebut hingga kurun waktu saat ini tidak lagi sebatas teori, namun telah menjadi praktik masyarakat dan telah menjadi fenomena sosial yang sangat lazim. Adanya haji memiliki manfaat ekonomi karena membuka banyak peluang bisnis dan menggerakkan roda perekonomian umat. Kita bisa saksikan bahwa hari ini usaha-usaha yang berkaitan dengan ibadah haji kian menjamur seperti industri layanan tour and travel, transportasi, food and baverages, penginapan, telekomunikasi, asuransi dan lain-lain.

Akhirnya, setiap ibadah yang disyariatkan oleh Allah ternyata memiliki dampak luar biasa tidak hanya sebatas individu namun juga kolektif manusia, sebagaimana ibadah haji bukan hanya membawa manfaat spiritual namun juga sosial dan ekonomi. Wallahu a’lam.

Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Miftahus Syifa Bahrul Ulumiyah
Peminat Literatur Islam Klasik dan Kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...