BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al-Hajj Ayat 73-77

Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 73-77

Secara umum Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 73-77 membicarakan dua golongan manusia, yakni golongan musyrik dan beriman. Pada golongan pertama, ditegaskan kesalahan mereka yang menyembah patung sebagai tuhan, meski mereka beralasan bahwa patung tersebut adalah perantara untuk menyembah Allah. Di sini, mereka diminta untuk merenungi perbuatan mereka tersebut, pantaskan benda mati yang mereka buat dijadikan sebagai tuhan? Bukankan sudah diutus Rasul untuk menyampaikan kebenaran?


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 70-72


Sementara golongan kedua yang dibicarakan dalam Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 73-77 adalah kaum beriman. Allah meminta kepada orang mukmin untuk senantiasa; melaksanakan sholat, menyegerakan taubat, dan melanggengkan amal kebajikan, itu semata-mata untuk menumbuhkan ketakwaan dalam diri mereka, dan mendapatkan kenikmatan dunia dan akhirat.

Ayat 73

Ayat ini menyeru manusia terutama orang-orang yang mem-persekutukan Allah dengan menyembah patung yang terbuat dari benda mati dan dibuat oleh mereka sendiri, agar mereka memperhatikan perumpamaan yang dibuat Allah bagi mereka, kemudian merenungkan dan memikirkannya dengan sebaik-baiknya.

Apakah yang telah mereka lakukan itu sesuai dengan akal pikiran yang benar, hendaklah direnungkan kembali ayat-ayat Allah yang dibacakan itu, agar mereka mendapat petunjuk.

Perumpamaan itu ialah segala berhala yang mereka sembah itu, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan mereka memohonkan sesuatu kepadanya, meski patung-patung itu tidak dapat menciptakan sesuatu.

Begitu pula sekiranya patung itu mempunyai suatu barang, kemudian barang itu disambar oleh seekor lalat kecil, lemah dan tidak ada kekuatannya, niscaya patung-patung yang mereka sembah itu tidak akan sanggup merebut barang itu kembali dari lalat yang kecil itu.

Perumpamaan yang dikemukakan Allah dalam ayat ini, seakan-akan memperingatkan orang-orang yang menyembah patung atau benda mati itu, bahwa Tuhan yang berhak disembah ialah Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Pencipta, tidak ada sesuatu kekuatan pun yang dapat mengatasi kekuatan-Nya.

Jika orang-orang kafir menyembah patung, berarti mereka menyembah benda mati, yang tidak tahu suatu apapun, bahkan ia tidak dapat mempertahankan apa yang dimilikinya, seandainya seekor lalat kecil yang tidak berdaya merampas kepunyaannya itu daripadanya.

Apakah patung yang demikian itu layak disembah? Tindakan orang-orang musyrik itu menunjukkan kebodohannya. Alangkah kelirunya orang-orang yang menyembah patung itu, demikian pula patung yang disembah itu.


Baca Juga: Ibrah Kisah Nabi Yusuf, Penjara sebagai Sarana Mendekatkan Diri kepada Allah


Ayat 74

Orang-orang musyrik mengaku bahwa mereka menyembah berhala atau patung itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tetapi pengakuan mereka itu dibantah Allah bahwa cara yang mereka lakukan itu, tidak saja menghina Allah, bahkan menganggap bahwa Allah tidak dapat langsung menerima permohonan dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya, sehingga perlu adanya sesuatu yang membantunya sebagai perantara.

Sungguh Allah yang berhak disembah itu Mahakuat dan Kuasa, Maha Perkasa, tidak ada sesuatu pun yang dapat mengalahkan-Nya. Dia berbuat menurut yang dikehendaki-Nya, tidak seperti patung yang disembah oleh orang-orang musyrik itu, yang tidak dapat merebut kembali, benda yang telah direbut lalat daripadanya. Allah berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ

Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (aZ-Zāriyāt/51: 58)

Ayat 75

Diriwayatkan bahwa Walid bin Mugirah pernah berkata, “Apakah pernah diturunkan wahyu atasnya di antara kita?” Maka Allah menurunkan ayat ini.

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia telah memilih beberapa orang di antara para malaikat, untuk menjadi perantara antara Dia dengan para Rasul yang diutusnya, untuk menyampaikan wahyu, seperti malaikat jibril.

Demikian pula Allah telah memilih beberapa orang rasul yang akan menyampaikan agama-Nya kepada manusia. Hak memilih para rasul adalah hak Allah, tidak seorang pun yang berwenang menetapkannya selain dari Dia.

Allah Maha Mendengar semua yang diucapkan oleh hamba-hamba-Nya, melihat keadaan dan mengetahui kadar kemampuan mereka, sehingga Dia dapat menetapkan dan memilih siapa yang patut menjadi rasul atau nabi di antara mereka.

Hadis Nabi saw, beliau bersabda:

انَّ الله َاصْطَفَى مُوْسَ بِالْكَلاَمِ وَاِبْرَاهِيْمَ الْخُلَّةَ. (رواه الحاكم فى المستدرك عن ابن عباس)

Sesungguhnya Allah telah memilih Musa sebagai Kalimullah dan Ibrahim sebagai Khalilullah. (Riwayat al-Hākim dalam al-Mustadrak dari Ibnu ‘Abbās).

Ayat 76

Allah Maha Mengetahui keadaan para malaikat dan keadaan manusia, baik sebelum mereka diciptakan maupun sesudah mereka diciptakan dan mengetahui pula keadaan mereka sesudah tiada nanti.

Allah Maha Mengetahui apa yang akan terjadi, apa yang telah terjadi, dan mengetahui pula akhir segala sesuatu nanti, karena kepada-Nyalah kembalinya urusan segala sesuatu.

Ayat 77

Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar:

  1. Mengerjakan salat pada waktu-waktu yang telah ditentukan, lengkap dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya.

Pada ayat ini salat disebut dengan “ruku`” dan “sujud”, karena ruku` dan sujud itu merupakan ciri khas dari salat dan termasuk dalam rukun-rukunnya.

  1. Menghambakan diri, bertobat kepada Allah, dan beribadah kepada-Nya merupakan perwujudan dari keimanan di hati sanubari yang telah merasakan kebesaran, kekuasaan dan keagungan Allah, karena diri manusia sangat tergantung kepada-Nya.

Hanya Dialah yang menciptakan, memelihara kelangsungan hidup dan mengatur seluruh makhluk-Nya.

Beribadah kepada Tuhan ada yang dilakukan secara langsung, seperti salat, puasa bulan Ramadan, menunaikan zakat dan menunaikan ibadah haji.

Ada pula ibadah yang dilakukan tidak secara langsung, seperti berbuat baik kepada sesama manusia, tolong menolong, mengolah alam yang diciptakan Allah untuk kepentingan manusia.

  1. Mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, seperti memperkuat hubungan silaturrahmi, berbudi pekerti yang baik, hormat menghormati, kasih-mengasihi sesama manusia. Termasuk melaksanakan perintah Allah.

Jika manusia mengerjakan tiga macam perintah di atas, maka mereka akan berhasil dalam kehidupan memperoleh kebahagiaan ketentraman hidup, dan di akhirat mereka akan memperoleh surga yang penuh kenikmatan.

 

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 78 (1)


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...