BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al-Isra Ayat 32: Kekejian Kekerasan dan Pelecehan Seksual

Tafsir Surah Al-Isra Ayat 32: Kekejian Kekerasan dan Pelecehan Seksual

Akhir-akhir ini, dunia maya dihebohkan dengan aksi tidak beradab yakni kekerasan seksual. Mulai dari Novia Widyasari yang sempat trending di twitter dengan tagar #SaveNoviaWidyasari menembus angka 146 ribu retweet. Selain Novia, sebagaimana dilansir merdeka.com pada 6 Desember 2021, seorang mahasiswi berinisial DR mengalami pelecehan seksual oleh oknum dosen berinisial A (34) dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang.

Laporan Komnas Perempuan, melalui news.detik.com 6 Desember 2021, melansir bahwa sejak Januari-Oktober 2021 menerima 4.500 aduan kekerasan seksual. Baru-baru ini, 8 Desember 2021, news.detik.com melaporkan bahwa seorang guru pesantren di Bandung telah memerkosa 12 santriwatinya. Berita di atas tentu menyayat hati kita semua. Problematika kekerasan dan pelecehan seksual di atas tidak boleh dipandang sebelah mata. Ini semua persoalan serius.

Sejalan dengan di atas, walaupun tidak secara spestifik, Al-Quran menyebut kekerasan atau pelecehan seksual, setidaknya mewanti-wanti bahkan melarang keras terhadap kekerasan dan pelecehan seksual. Larangan tersebut terdapat dalam surah Al-Isra ayat 32

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan fahisyah (keji) dan jalan terburuk”.

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Larangan atas Kekerasan Seksual dalam Surah An-Nur Ayat 33

Semua sepakat bahwa zina dan hal-hal yang mendekati zina adalah perbuatan keji

Ahmad Mustafa Al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi memaknai fahisyah dengan perbuatan yang nyata keburukannya serta berdampak banyak membuat kerusakan. Kerusakan ini dirasakan oleh dua pihak yang terlibat, baik itu laki-laki maupun perempuan. Al-Maraghi menyimpulkan bahwa zina adalah kekejian yang melampaui batas. Sebab, menurutnya, ia telah membuat kekacauan, dan tak jarang saling membunuh karena mempertahankan kehormatan. (al-Maraghi, Juz 15, hlm. 42).

Ibn Kastir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan bahwa sesungguhnya janganlah mendekati zina karena di dalamnya mengandung perbuatan fahisyah yaitu dosa yang sangat besar dan perbuatan zina adalah suatu jalan yang paling buruk (Ibn Kastir, Juz 9, hlm. 5)

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah mengatakan bahwa dalam amatan sejumlah ulama Al-Quran, ayat-ayat yang menggunakan kata “jangan mendekati” seperti ayat di atas, biasanya merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa/nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian, larangan mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya. Hubungan seks seperti perzinaan maupun ketika istri sedang haid, demikian pula perolehan harta secara batil, memiliki rangsangan yang sangat kuat, karena itu, al-Qur’an melarang mendekatinya (Al-Misbah, Vol. 7, Juz. 3, hlm. 80)

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar memberikan definisi zina yaitu segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah atau yang tidak sah nikahnya. Dalam ayat ini, Allah swt melarang para hamba-Nya mendekati perbuatan zina. Disebutkan oleh Buya Hamka  beberapa hal yang dapat mendekatkan kepada zina seperti 1) pergaulan bebas tanpa kontrol antara laki-laki dan perempuan, 2) membaca bacaan yang merangsang, 3) menonton tayangan sinetron dan film yang mengumbar sensualitas perempuan, dan 4) merebaknya pornografi dan pornoaksi. (Al-Azhar Vol. 6, hlm. 4047-4052)

Baca Juga: Empat Macam Larangan Seksualitas dalam Al-Quran

Refleksi Ayat

Dari berbagai tafsiran yang disuguhkan oleh para mufasir di atas, tidak ragu lagi bahwa zina, begitupun dengan hal-hal yang mendekati zina adalah perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan. Dalam konteks yang lebih luas, sebagaimana di defenisikan oleh KBBI (online), keji juga bisa berarti menghinakan dan merendahkan martabat diri seseorang. Juga berarti menistakan ataupun memburukkan. Dalam konteks inilah kekerasan seksual juga dilarang sebagaimana larangan terhadap mendekati zina.

Karenanya, perlakuan kekerasan dan pelecehan seksual juga merupakan perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan. Ini cukup beralasan sebab tidak hanya menghinakan dan merendahkan martabat perempuan, lebih dari itu, yakni korban kekerasan seksual mengalami trauma seumur hidup, baik secara fisik maupun mental, stres berat, ketakutan yang akut dan tidak jarang yang berakhir dengan kematian. Masih kurang keji kah yang demikian ini?

Oleh sebab itu, siapapun kita harus turut andil dalam mencegah kekerasan dan pelecehan seksual ini. Tentu saja upaya pencegahan tersebut penting agar setiap warga negara, khususnya para kaum hawa, merasa aman dan nyaman ketika berkegiatan di ruang publik. Pencegahan tersebut dapat kita upayakan dengan bergotong royong. Pertama, dari sektor pemerintah dengan segera membuat payung hukum terkait dengan hal ini sebagai bentuk pencegahan dan penanganan tentunya, seperti segera mengesahkan RUU PKS atau kebijakan lain yang melindungi korban kekerasan seksual.

Kedua, dari sektor keluarga, orang tua memberikan pemahaman kepada anak-anaknya sejak dini, tentang keimanan, ketakwaan, tentang hubungan laki-laki dan perempuan, batasan wajar dan berlebihan dari hubungan keduanya. Ciptakan lingkungan keluarga yang aman untuk semua anggota keluarga. Terakhir, ketiga, dari diri sendiri, sekiranya mampu mengendalikan hawa nafsu yang mengarah pada hal-hal yang mendekati zina.  Wallahu’alam bish-showab.

Abdus Salam
Abdus Salam
Alumni STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta. Penikmat kopi dan kisah nabi-nabi.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...