Tafsir Surah Ar Ra’d Ayat 36-37

Tafsir Surah Ar Ra'd
Tafsir Surah Ar Ra'd

Tafsir Surah Ar Ra’d Ayat 36-37 berbicara mengenai dua hal. Pertama berbicara mengenai berbedaan sikap antar orang Yahudi terhadap al-Qur’an. kedua berbicara mengenai isi yang termaktub dalam al-Qur’an.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Ar Ra’d Ayat 33-35


Ayat 36

Ayat ini menjelaskan sikap orang-orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terhadap Al-Qur’an setelah mereka memeluk agama Islam, seperti Abdullah bin Salam dari kalangan Yahudi.

Mereka ini sangat gembira dengan turunnya Al-Qur’an dan menerima baik segala ajaran dan hukum-hukumnya. Akan tetapi, di samping itu ada pula segolongan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengingkari sebagian dari Al-Qur’an, terutama mengenai ajaran tentang keesaan Allah swt.

Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menyampaikan kepada golongan tersebut kemantapan imannya kepada Allah swt, dengan mengatakan, “Sesungguhnya aku hanya diperintahkan untuk menyembah Allah semata dan aku tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya. Aku seru manusia untuk beriman hanya kepada-Nya dan aku yakin bahwa hanya kepada-Nya aku akan kembali.”

Ucapan Rasul ini dengan tegas menolak kepercayaan syirik, yaitu mempersekutukan sesuatu dengan Allah seperti yang dianut oleh kaum musyrikin. Kepercayaan itu sangat bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an tentang keesaan Allah secara mutlak, yang merupakan inti agama Islam.


Baca juga: Kedudukan Nabi saw dan Wahyu Al-Quran Menurut Malek Bennabi


Ayat 37

Pada ayat ini, Allah menjelaskan beberapa ciri utama Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, yaitu Al-Qur’an berisi peraturan-peraturan yang benar, yang harus ditaati manusia untuk mencapai kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat kelak.

Di samping itu, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, yaitu bahasa yang memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bahasa lain.

Di antara keistimewaan bahasa Arab ialah bahasa ini merupakan bahasa yang sudah berkembang, jauh sebelum datangnya Islam sehingga kosakatanya sangat kaya. Bahasa Arab  juga memiliki kaedah pembentukan kata (morfologi) yang memungkinkannya bisa dengan mudah menampung konsep-konsep baru untuk pembentukan kata baru.

Dengan demikian, dapat dipahami kemampuan bahasa Arab mengungkapkan konsep-konsep wahyu. Karena Al-Qur’an berbahasa Arab, maka Al-Qur’an telah melestarikan bahasa Arab sehingga tidak hilang seperti bahasa Suryani, Koptic, dan sebagainya.

Karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dan menjadi mukjizat Nabi Muhammad sebagai kitab suci, maka terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa asing tidak dianggap sebagai kitab suci juga.

Sebagaimana diketahui, di antara kehormatan yang dimiliki Al-Qur’an ialah membacanya dianggap sebagai ibadah, dan tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci, yaitu orang-orang yang tidak berhadas besar maupun kecil.

Banyak ayat yang menyebutkan ciri-ciri Al-Qur’an, antara lain firman Allah swt:

لَّا يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهٖ ۗتَنْزِيْلٌ مِّنْ حَكِيْمٍ حَمِيْدٍ  

(Yang) tidak akan didatangi oleh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji. (Fussilat/41: 42)

Selanjutnya Allah swt memperingatkan Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin umumnya, agar jangan menuruti kehendak hawa nafsu dan keinginan orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an, baik sebagian maupun keseluruhannya, karena Allah swt telah memberikan ilmu yang benar kepada mereka, yaitu Al-Qur’an al-Karim.

Jika Nabi Muhammad dan kaum Muslimin sampai tergoda dan mengikuti kehendak orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an  itu, maka siksa Allah pasti akan menimpa mereka dan tidak seorangpun dapat menjadi pelindung terhadap siksa Allah swt Yang Mahakuasa.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Ar Ra’d Ayat 38


(Tafsir Kemenag)