BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Ar-Rum ayat 26-27

Tafsir Surah Ar-Rum ayat 26-27

Tafsir Surah Ar-Rum ayat 26-27 merupakan kesimpulan dari ayat-ayat sebelumnya yang membahas tentang tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Diingatkan pula dalam Tafsir Surah Ar-Rum ayat 26-27 meskipun kekuasaan Allah berada di langit maupun bumi namun kebanyakan manusia tidak tunduk dan menyembah kepada-Nya.


Baca Sebelunya: Tafsir Surah Ar-Rum ayat 24-25


Ayat 26

Ayat ini merupakan kesimpulan dari ayat-ayat tersebut di atas. Dalam arti bahwa demikianlah kekuasaan dan kebesaran Tuhan. Apa saja yang berada di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya dan tunduk kepada-Nya. Namun demikian, kebanyakan manusia tidak tunduk dan tidak menyembah-Nya.

Maka ketetapan yang ada di dalam ayat ini berarti tunduknya tiap-tiap sesuatu yang ada di langit dan bumi kepada iradat dan kehendak Allah. Kehendak-Nya yang mengendalikan semuanya itu sesuai dengan sunah yang telah ditentukan-Nya. Dalam hal ini, semuanya tunduk kepada sunah itu, walaupun manusia dalam perbuatan dan kerjanya ada yang durhaka dan ingkar.

Sesungguhnya yang durhaka itu adalah akal dan hati mereka. Adapun yang berkenaan dengan jasad, mereka tunduk dan diatur menurut hukum-hukum alam yang disebut sunatullah. Allah berfirman:

وَلَهٗ ٓ اَسْلَمَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا وَّاِلَيْهِ يُرْجَعُوْنَ 

Padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan? (Ali ‘Imran/3: 83)

Selanjutnya ayat-ayat mengenai bukti kebesaran Tuhan tersebut di atas diakhiri dengan peringatan tentang hari kebangkitan, karena hal itu dilupakan manusia.


Baca Juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 33-35: Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Swt di Muka Bumi


Ayat 27

Tafsir Surah Ar-Rum ayat 26-27 khususnya ayat ini juga merupakan kesimpulan dari ayat terdahulu. Ayat ini menetapkan bahwa siapa yang memiliki semua langit dan bumi, Dialah yang memulai kejadiannya, dan Dia pula yang akan mengembalikannya sesudah mati seperti semula.

Pada ayat 11 di atas telah disebutkan mengenai permulaan kejadian manusia dan pengembaliannya pada kehidupan setelah mati. Hal itu diulang lagi di sini untuk menguatkan pernyataan itu setelah diterangkan bukti kebesaran Allah tersebut di atas.

Di sini ditambahkan dengan pernyataan bahwa menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dalam ayat ini ada kata-kata “lebih mudah” yakni menghidupkan adalah lebih mudah bagi Allah daripada penciptaannya semula. Akan tetapi, lebih mudahnya menghidupkan kembali daripada menciptakan semua itu adalah dengan membandingkannya kepada kebiasaan yang berlaku pada manusia, bukan dihubungkan kepada Allah, sebab bagi Allah semuanya adalah mudah.

Allah tidak akan merasa berat mengadakan sesuatu apa pun. Allah berfirman:

اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ

Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu. (Yasin/36: 82)

Bagi manusia, menciptakan sesuatu lebih sukar daripada mengulangi segala daya upaya, kesungguhan, dan lain sebagainya. Dalam usahanya itu, mereka melakukan kesalahan berulang kali, baru sampai kepada yang dimaksud.

Setelah sampai kepada yang dicita-citakan, tentu mengulang membuatnya kembali lebih mudah baginya, tidak membutuhkan tenaga seperti saat memulainya, sebab segala sesuatu telah terbayang dalam benaknya bagaimana cara membuatnya. Adapun bagi Allah tidak ada yang lebih mudah atau lebih sukar. Semuanya mudah bagi-Nya.

قَالَ اللهُ تَعَالَى كَذَّبَنِي اِبْنُ آدَمَ وَلمَ ْيَكُنْ لَهُ ذَلِكَ وَشَتَمَنِي وَلمَ ْيَكُنْ لَهُ ذَلِكَ فَأَمَّا تَكْذِيْبُهُ اِيَّايَ فَقَوْلُهُ لَنْ يُعِيْدَنِى كَمَا بَدَأَنِى. وَلَيْسَ اَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ اِعَادَتِهِ وَاَمَّا شَتْمُهُ اِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اِتَّخَذَ الله ُوَلَدًا وَاَنَا اْلاَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِيْ لَمْ اَلِدْ وَلَمْ اُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لِيْ كُفُوًا اَحَدٌ. (رواه البخاري عن أبي هريرة)

Allah swt berfirman, “Anak Adam telah berbohong kepadaku dan mencelaku, padahal kebohongan dan celaan itu tidak pernah ada. Adapun kebohongan mereka terhadapku adalah perkataan mereka, ‘Allah tidak bisa mengembalikanku sebagaimana Dia menciptakanku’. Dan tidak ada permulaan ciptaan itu lebih mudah bagiku daripada mengembalikannya.

Adapun celaan mereka terhadapku adalah ucapan mereka, ‘Allah mengambil (mempunyai) anak’. Dan Aku adalah satu, tempat bergantung segala sesuatu, Aku tidak melahirkan dan Aku tidak dilahirkan, dan juga tidak ada satu pun yang setara dengan-Ku.” (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Kata-kata “lebih mudah” ini diberi komentar pula dengan kalimat “Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi.”

Allah itu tunggal di segala langit dan bumi dengan segala sifat-sifat-Nya, tidak ada suatu apa pun yang berserikat dengan-Nya. Tidak ada sesuatu yang serupa dengan-Nya. Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kata-kata “perkasa” di sini berarti ”yang menang, atau yang dapat membuat apa yang dikehendaki.” “Bijaksana” berarti mengendalikan segala makhluk dengan teliti dan dengan batas-batasnya.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Ar-Rum ayat 28-29


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...