Tafsir Surah Asy-Syu’ara Ayat 10-14 berbicara mengenai cerita tentang dakwah Nabi Musa terhadap Fir’aun. Kedua berbicara mengenai tantangan yang dihadapi oleh Nabi Musa dalam berdakwah.
Baca sebelumnya: Tafsir Surah Asy-Syu’ara Ayat 5-9
Ayat 10-11
Pada ayat ini, Allah menyuruh Nabi Muhammad menceritakan kepada kaumnya yang kafir cerita Nabi Musa a.s. yang berhadapan dengan Fir’aun. Kisah ini dimulai ketika Nabi Musa masih di bukit Sinai, dia menerima perintah supaya pergi ke Mesir menyeru Fir’aun bersama kaumnya yang telah sesat.
Mereka adalah kaum yang senantiasa berbuat zalim yang telah lama memperbudak Bani Israil dan berlaku sewenang-wenang terhadap mereka. Nabi Musa diperintahkan menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya yang demikian congkak dan sombong. Kaum yang menganggap diri mereka keturunan dewa-dewa, sedangkan bangsa lain adalah bangsa yang hina, termasuk bangsa Israil, kaum Musa sendiri.
Fir’aun mempunyai kerajaan yang kuat serta tentara yang berani dan lengkap persenjataannya. Kepada Fir’aun dan kaumnya itu, Musa diperintahkan Allah untuk menyeru mereka agar mengubah kepercayaan yang telah mendarah daging menjadi orang yang beriman dan bertakwa dengan meninggalkan segala perbuatan dan kepercayaan yang tidak benar itu.
Tentu saja Musa agak merasa cemas dan khawatir akan nasibnya berhadapan dengan kaum yang kasar dan sombong itu.
Baca juga: Nabi Musa as yang Ringan Tangan dan Doa Ketika Lapar
Ayat 12-14
Pada ayat ini, Allah menerangkan bagaimana tanggapan Musa a.s. terhadap perintah Tuhannya. Musa a.s. menyadari sepenuhnya bahwa dia harus melaksanakan perintah Allah karena merupakan tugasnya sebagai rasul. Akan tetapi, Musa a.s. membayangkan bagaimana kaum Fir’aun itu telah tersesat dari jalan yang benar.
Ia juga tahu bagaimana keras dan kasarnya sikap mereka terhadap orang yang menentang kepercayaan mereka, sedangkan dia sendiri merasa sebagai seorang yang lemah tak berdaya. Musa merasa sangat khawatir kalau kaum Fir’aun itu menuduhnya sebagai seorang pembohong dan pendusta.
Apalagi jika terjadi perdebatan yang sengit dengan Fir’aun dan kaumnya, Musa yang tidak begitu fasih lidahnya akan menjadi gugup dalam memberikan alasan yang tepat dan kuat, sehingga menjadi sempitlah dadanya ketika menghadapi mereka.
Musa mengadukan semua yang dirasakannya kepada Allah dan memohon agar Dia mengangkat Harun a.s., saudaranya, menjadi rasul untuk membantu dan menolongnya. Harun adalah seorang yang fasih lidahnya dan pandai mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya dengan bahasa yang baik dan menarik. Hal ini disebutkan pula pada ayat lain:
;;قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ ۙ ٢٥ وَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ ۙ ٢٦ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۙ ٢٧ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ ۖ ٢٨ وَاجْعَلْ لِّيْ وَزِيْرًا مِّنْ اَهْلِيْ ۙ ٢٩ هٰرُوْنَ اَخِى ۙ ٣٠ اشْدُدْ بِهٖٓ اَزْرِيْ ۙ ٣١ وَاَشْرِكْهُ فِيْٓ اَمْرِيْ ۙ ٣٢ ;
Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku. (Taha/20: 25-32)
Demikian pula disebutkan dalam firman-Nya yang lain yaitu:
وَاَخِيْ هٰرُوْنُ هُوَ اَفْصَحُ مِنِّيْ لِسَانًا فَاَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُّصَدِّقُنِيْٓ ۖاِنِّيْٓ اَخَافُ اَنْ يُّكَذِّبُوْنِ
Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku.” (al-Qasas/28: 34)
Musa merasa khawatir kalau dia menghadapi Fir’aun dan kaumnya seorang diri karena pernah membunuh seorang Qibti (penduduk Mesir asli) dengan tidak sengaja. Hal itu terjadi ketika Musa melihat perkelahian yang terjadi antara orang Qibti itu dengan seorang Bani Israil. Ia berniat membantu anggota kaumnya tersebut dan memukul orang Qibti itu dengan kuat sehingga jatuh dan langsung meninggal.
Musa khawatir akan dibunuh oleh kaum Fir’aun karena peristiwa tersebut, sehingga dia tidak dapat menyampaikan dakwahnya. Akan tetapi, seandainya Harun di sampingnya dan dia mati terbunuh, maka saudaranya itu dapat melanjutkan risalahnya.
Jadi permintaan Musa supaya Harun diangkat menjadi rasul untuk membantunya bukan karena ia takut mati dalam menyampaikan dakwah dan risalahnya, tetapi agar dakwah dan risalahnya itu jangan terhenti kalau dia meninggal, karena dilanjutkan oleh saudaranya, Harun.
Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syu’ara Ayat 15–19
(Tafsir Kemenag)