BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Asy-Syura Ayat 36-37

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 36-37

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 36-37 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai kesenangan yang fana yang diharapkan sebagian orang. Kedua mengenai kebalikan dari yang pertama, yakni orang-orang yang mengharap kesenangan akhirat.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 33-35


Ayat 36

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa kesenangan hidup manusia baik berupa kekayaan, rezeki harta yang bertumpuk, maupun keturunan dan lain-lain adalah kesenangan yang tidak berarti dan kurang bernilai karena bagaimanapun menumpuknya harta, waktu untuk memilikinya terbatas.

Pada waktunya nanti akan berpisah karena kalau bukan manusia yang meninggalkannya, maka benda-benda itu sendiri yang akan meninggalkan manusia, sedangkan pahala dan nikmat yang ada pada sisi Allah jauh lebih baik dibandingkan dengan kesenangan dan kemegahan dunia itu, karena apa yang ada disisi Allah kekal dan abadi, sedangkan kesenangan dunia semuanya fana dan akan lenyap.

Ayat ini ditutup dengan suatu ketegasan bahwa kesenangan yang kekal dan abadi itu hanya untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang bertawakal dan berserah diri kepada Tuhan yang telah memelihara dan berbuat baik kepada mereka.

Al-Qurtubi dalam tafsirnya menukil riwayat dari Ali yang mengatakan bahwa ketika Abu Bakar mengumpulkan harta dari Bani Murrah beliau mendermakan seluruh uang tersebut untuk kebaikan karena mengharapkan keridaan Allah. Perbuatannya tersebut dicela oleh orang-orang musyrik sedangkan orang-oranag kafir menyalahkan tindakannya, maka turunlah ayat 36 dan 37 surah ini.


Baca juga: Hukuman Bagi Pelaku Pemerkosaan dalam Islam


Ayat 37

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa yang akan memperoleh kesenangan yang abadi di akhirat nanti ialah orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar seperti membunuh, berzina dan mencuri, serta menghindarkan hal-hal yang tidak dibenarkan syara‘, akal sehat, dan akhlak mulia, baik berupa ucapan maupun perbuatan.

Begitu juga orang-orang yang apabila amarahnya timbul, mereka diam menahan amarahnya, memaafkan orang yang menyebabkan kemarahannya dan tidak ada dalam batinnya sedikit pun rasa dendam. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah membela kepentingan dirinya kecuali apabila hukum-hukum Allah dilanggar dan dihinakan.

Sifat pemaaf adalah sifat yang dekat kepada takwa dan memang diperintah Allah, sebagaimana firman-Nya:

;وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى;

Pembebasan/pemaafan itu lebih dekat kepada takwa. (al-Baqarah/2: 237)

Dan firman-Nya:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ  ١٩٩

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (al-A’raf/7: 199)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 38-40


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...