BerandaTafsir TahliliTafsir Surah At-Taubah Ayat 33-34

Tafsir Surah At-Taubah Ayat 33-34

Tafsir Surah At Taubah Ayat 33-34 menerangkan tentang kesempurnaan agama Islam. Sebagai bentuknya adalah diutus nabi Muhammad saw yang dibekali kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk menjelaskan dan penyempurna kitab-kitab sebelumnya.


Baca Sebelumnya : Tafsir Surah At Taubah Ayat 31-32


Dalam Tafsir Surah At Taubah Ayat 33-34 juga dijelaskan bahwa para tokoh agama yang mereka angkat sebelumnya, begitu tamak dengan dunia. Sehingga rela melakukan apapun untuk mendapatkan harta tersebut.

Berikut penjelasan Tafsir Surah At Taubah Ayat 33-34 tekait upaya mereka untuk mendapatkan harta, termasuk dengan cara-cara yang tidak manusiawi.

Ayat 33

Ayat ini menerangkan bahwa sebagai jaminan atas kesempurnaan agama, maka diutuslah seorang rasul yaitu Nabi Muhammad saw dan dibekali sebuah kitab suci yaitu Al-Qur’an yang berisi petunjuk yang menjelaskan segala sesuatunya dan mencakup isi kitab-kitab sebelumnya. Agama Islam telah diridai Allah untuk menjadi agama yang dianut oleh segenap umat manusia. Firman Allah swt:

وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا

Dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. (al-Ma’idah/5: 3)

Agama Islam sesuai dengan segala keadaan dan tempat serta berlaku sepanjang masa sejak disyariatkan sampai akhir zaman.

Oleh karena itu, tidak heran kalau agama Islam mendapat sambutan dari segenap umat manusia dan jumlahnya  bertambah dengan pesat, sehingga dalam waktu yang singkat sudah tersebar ke segala penjuru dunia, menempati tempat yang mulia dan tinggi.

Meskipun orang musyrik tidak senang atas kenyataan itu, bahkan tetap menghalang-halangi dan kalau dapat menghancurkannya, tetapi kodrat iradat Allah juga yang akan berlaku, tak ada suatu kekuatan apa pun yang dapat menghambat dan menghalanginya. Firman Allah:

سُنَّةَ اللّٰهِ الَّتِيْ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلُ  ۖوَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللّٰهِ تَبْدِيْلًا

(Demikianlah) hukum Allah, yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu. (al-Fath/48: 23)


Baca Juga : Kisah Dua Anak Nabi Adam: Kedengkian Qabil Terhadap Habil Yang Membawa Petaka


Ayat 34

Pada ayat ini diterangkan bahwa kebanyakan pemimpin dan pendeta orang Yahudi dan Nasrani telah dipengaruhi oleh cinta harta dan pangkat.

Oleh karena itu mereka tidak segan-segan menguasai harta orang lain dengan jalan yang tidak benar dan dengan terang-terangan menghalang-halangi manusia beriman kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Sebab kalau mereka membiarkan pengikut mereka membenarkan dan menerima dakwah Islam tentulah mereka tidak dapat bersikap sewenang-wenang terhadap mereka dan akan hilanglah pengaruh dan kedudukan yang mereka nikmati.

Pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta Yahudi dan Nasrani itu telah melakukan berbagai cara untuk mengambil harta orang lain, diantaranya:

  1. Membangun makam nabi-nabi dan pendeta-pendeta dan mendirikan gereja-gereja yang dinamai dengan namanya. Dengan demikian, mereka dapat hadiah nazar dan wakaf yang dihadiahkan kepada makam dan gereja itu.Kadang-kadang mereka meletakkan gambar-gambar orang suci mereka atau patung-patungnya, lalu gambar, patung itu disembah. Agar permintaan mereka dikabulkan, mereka juga memberikan hadiah uang dan sebagainya.

    Dengan demikian, terkumpullah uang yang banyak dan uang itu dikuasai sepenuhnya oleh pendeta. Ini adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan agama yang dibawa oleh para rasul karena membawa kepada kemusyrikan dan mengambil harta orang dengan memakai nama nabi dan orang-orang suci.

  2. Pendeta Nasrani menerima uang dari jamaahnya sebagai imbalan atas pengampunan dosa yang diperbuatnya.Seseorang yang berdosa dapat diampuni dosanya bila ia datang ke gereja menemui pendeta dan mengakui di hadapannya semua dosa dan maksiat yang dilakukannya. Mereka percaya dengan penuh keyakinan bahwa bila pendeta telah mengampuni dosanya, berarti Tuhan telah mengampuninya karena pendeta adalah wakil Tuhan di bumi.Kepada mereka yang telah memberikan uang tebusan dosa, diberikan kartu pengampunan, seakan-akan kartu itu nanti yang akan diperlihatkan kepada Tuhan di akhirat di hari pembalasan yang menunjukkan bahwa mereka sudah bersih dari segala dosa.
  3. Imbalan memberikan fatwa baik menghalalkan yang haram maupun mengharamkan yang halal sesuai dengan keinginan raja, penguasa dan orang-orang kaya.
    Bila pembesar dan orang kaya itu ingin melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan kebenaran seperti membalas dendam dan bertindak kejam terhadap golongan yang mereka anggap sebagai penghalang bagi terlaksananya keinginan mereka atau mereka anggap sebagai musuh.

    Mereka minta kepada pendeta agar dikeluarkan fatwa yang membolehkan mereka bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang itu, meskipun fatwa itu bertentangan dengan ajaran agama mereka seakan-akan ajaran agama itu dianggap sepi dan seakan-akan kitab Taurat itu hanya lembaran kertas yang boleh diubah-ubah semau mereka. Hal ini sangat dicela oleh Allah dalam firman-Nya:

    قُلْ مَنْ اَنْزَلَ الْكِتٰبَ الَّذِيْ جَاۤءَ بِهٖ مُوْسٰى نُوْرًا وَّهُدًى لِّلنَّاسِ تَجْعَلُوْنَهٗ قَرَاطِيْسَ تُبْدُوْنَهَا وَتُخْفُوْنَ كَثِيْرًاۚ وَعُلِّمْتُمْ مَّا لَمْ تَعْلَمُوْٓا اَنْتُمْ وَلَآ اٰبَاۤؤُكُمْ ۗ

    Katakanlah (Muhammad), ”Siapakah yang menurunkan Kitab (Taurat) yang dibawa Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan Kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu memperlihatkan (sebagiannya) dan banyak yang kamu sembunyikan, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang tidak diketahui, baik olehmu maupun oleh nenek moyangmu.” (al-An’Am/6: 91).

  4. Mengambil harta orang lain yang bukan sebangsa atau seagama dengan melaksanakan kecurangan, pengkhianatan, pencurian, dan sebagainya dengan alasan bahwa Allah mengharamkan penipuan dan pengkhianatan hanya terhadap orang-orang Yahudi saja. Adapun terhadap orang-orang yang tidak sebangsa dan seagama dengan mereka dibolehkan. Hal ini dijelaskan Allah dengan firman-Nya:

    وَمِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مَنْ اِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُّؤَدِّهٖٓ اِلَيْكَۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ اِنْ تَأْمَنْهُ بِدِيْنَارٍ لَّا يُؤَدِّهٖٓ اِلَيْكَ اِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَاۤىِٕمًا ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْا لَيْسَ عَلَيْنَا فِى الْاُمِّيّٖنَ سَبِيْلٌۚ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

    Dan di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata, ”Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf.” Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (ali ‘ImrAn/3: 75)

  1. Mengambil rente (riba). Orang-orang Yahudi sangat terkenal dalam hal ini, karena di antara pendeta-pendeta mereka ada yang menghalalkannya meskipun dalam kitab mereka riba itu diharamkan. Ada pula di antara pendeta-pendeta itu yang memfatwakan bahwa mengambil riba dari orang-orang Yahudi adalah halal.Demikian pula pendeta-pendeta Nasrani ada yang menghalalkan sebagian riba meskipun mengharamkan sebagian yang lain.;Demikian cara-cara yang mereka praktekkan dalam mengambil dan menguasai harta orang lain untuk kepentingan diri mereka sendiri dan untuk memuaskan nafsu dan keinginan mereka. Adapun cara-cara mereka menghalangi manusia dari jalan Allah, ialah dengan merusak akidah dan merusak ajaran agama yang murni.

    Orang-orang Yahudi pernah menyembah patung anak sapi, pernah mengatakan Uzair adalah anak Allah, dan sering sekali mereka memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan mengubahnya, sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu mereka sebagaimana telah dijelaskan pada ayat-ayat yang lalu seperti dalam surah al-Baqarah, Ali ‘Imran, an-Nisa’ dan al-Ma’idah. Mereka secara terang-terangan mengingkari Nabi Musa a.s sebagai nabi, padahal dialah pembawa akidah yang murni yang kemudian dirusak oleh pendeta-pendeta Yahudi.

    Demikian pula orang-orang Nasrani telah menyelewengkan akidah yang dibawa oleh Nabi Isa a.s, sehingga mereka menganggapnya sebagai Tuhan. Oleh karena itu mereka baik kaum Yahudi maupun Nasrani selalu menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, bahkan menghinanya dengan berbagai cara serta menentang dan mendustakan Al-Qur’anul Karim.

    Mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk memadamkan cahaya Allah tetapi Allah sudah menetapkan bahwa Dia akan menyempurnakan cahaya itu. Segala usaha dan daya upaya mereka menemui kegagalan tetapi pastilah hanya kehendak Allah-lah yang berlaku dan terlaksana. Allah berfirman:

    يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّٰهُ اِلَّآ اَنْ يُّتِمَّ نُوْرَهٗ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ

    Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyem-purnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai. (At-Taubah/9: 32)

    Demikianlah perilaku kebanyakan dari pendeta Yahudi dan Nasrani. Mereka karena sifat serakah dan tamak akan harta benda, mengumpulkan sebanyak-banyaknya dan mempergunakan sebagian dari harta itu untuk menghalangi manusia mengikuti jalan Allah.

Oleh sebab itu, Allah akan melemparkan mereka kelak di akhirat ke dalam neraka dan akan menyiksa mereka dengan azab yang sangat pedih. Mengenai pengumpulan harta ini dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, walaupun ditujukan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi para mufassirn berpendapat bahwa ayat ini mencakup juga kaum Muslimin.

Maka siapa saja yang karena tamak dan serakahnya berusaha mengumpulkan harta kemudian menyimpannya dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka ia diancam Allah akan dimasukkan ke dalam neraka baik dia beragama Yahudi, Nasrani, maupun beragama Islam.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud, dan al-Hakim dari  Ibnu ‘Abbas bahwa setelah turun ayat ini, kaum Muslimin merasa keberatan dan berkata, “Kami tidak sampai hati bila kami tidak meninggalkan untuk anak-anak kami barang sedikit dari harta kami.

” Umar berkata, “Saya akan melapangkan hartamu,” lalu beliau pergi bersama Tsauban kepada Nabi dan mengatakan kepadanya, “Hai Nabi Allah, ayat ini amat terasa berat bagi sahabat engkau.”

Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan zakat, melainkan agar harta yang tinggal di tanganmu menjadi bersih. Allah hanya menetapkan hukum warisan terhadap harta yang masih ada sesudah matimu.”

Umar mengucapkan takbir atas penjelasan Rasulullah itu, kemudian Nabi berkata kepada Umar, “Aku akan memberitahukan kepadamu sesuatu yang paling baik untuk dipelihara, yaitu perempuan saleh yang apabila seorang suami memandangnya dia merasa senang, dan apabila disuruh dia mematuhinya dan apabila dia berada di tempat lain perempuan itu menjaga kehormatannya.”

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah At Taubah 35-36


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU