Tafsir Surah Fatir Ayat 29: 3 Perniagaan yang Tidak Akan Pernah Rugi

Tafsir Surat Fatir Ayat 29: 3 Perniagaan yang Tidak Akan Pernah Rugi
Perniagaan yang Tidak Akan Pernah Rugi

Dalam kegiatan bisnis (perniagaan), adakalanya seseorang mendapatkan keuntungan dan adakalanya mendapatkan kerugian. Setiap orang tentu berharap perniagaan yang sedang dilakukannya akan selalu mendatangkan laba (keuntungan). Namun, jangan dinafikan bahwa dalam berbisnis terkadang seseorang akan berada pada posisi jatuh (mendapatkan kerugian). Nah, ada tiga jenis perniagaan yang tidak akan pernah mengalami kerugian sebagaimana dinyatakan dalam QS. Fatir ayat 29. Simak penjelasannya berikut:

Perniagaan yang Tidak Akan Rugi

Di dalam al-Qur’an ada satu ayat di mana Allah Swt menyebutkan jenis-jenis perniagaan yang tidak akan pernah mengalami kerugian atau dengan kata lain perniagaan yang akan selalu memberikan keutungan. Allah Swt berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتۡلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ يَرۡجُونَ تِجَٰرَةٗ لَّن تَبُورَ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur`ān), mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi. (QS. Fatir (35): 29).

Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan tiga jenis ibadah (amal saleh) yang diumpamakan dengan perniagaan – antara seorang hamba dengan Allah — yang tidak akan mengalami kerugian atau dalam kata lain perniagaan yang pasti akan memberikan keuntungan; pertama, membaca al-Qur’an. Kedua, melaksanakan (menegakkan) salat. Ketiga, menginfakkan sebagian rezeki baik secara diam-diam maupun terang-terangan.

Baca juga: Tafsir Surah An-Nisa’ ayat 29: Prinsip Jual Beli dalam Islam

Tafsir Surah Fatir Ayat 29

Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam kitabnya Tafsīr al-Qur’an al-Azhīm atau yang masyhur dengan Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut – QS. Fatir ayat 29 — Allah Ta’ala mengabarkan kepada para hamba-Nya yang beriman, yang senantiasa membaca kitab-Nya, mengimaninya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, lalu hamba tersebut menegakkan salat, menginfakkan sebagian rezeki yang telah Allah karuniakan pada hal-hal yang disyari’atkan baik di waktu malam maupun siang, dan baik secara diam-diam maupun terang-terangan, bahwa hamba tersebut sungguh telah mengharapkan perniagaan yang tidak akan pernah rugi.

Kemudian Ibnu katsir menjelaskan maksud dari “mereka mengharapkan perniagaan yang tidak akan pernah rugi” adalah mereka mengharapkan pahala di sisi Allah atas segala amal yang telah dilakukan. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala pada ayat berikutnya:

لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُوْرَهُمْ وَيَزِيْدَهُمْ مِّنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ

Artinya: Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS. Fatir (35): 30).

Maksud dari ayat tersebut – QS. Fatir (35) ayat 30 — adalah agar Allah menyempurnakan pahala-pahala dari segala ibadah yang telah mereka lakukan dan melipatgandakannya dengan menambahkan beberapa karunia dari yang telah diberikan sebelumnya. Kemudian, Allah juga akan mengampuni segala dosa mereka, karena amat sedikit orang-orang yang mengerjakan amalan-amalan seperti mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 1997).

As-Sa’di (w. 1376 H) dalam kitab tafsirnya Taisir al-Karīm ar-Rahmān fī Tafsīr Kalām al-Mannān atau yang masyhur dengan Tafsir as-Sa’di menjelaskan makna dari ayat tersebut – QS. Fatir ayat 29 — adalah mereka senantiasa mengikuti (petunjuk) al-Qur’an terkait dengan segala perintah yang ada di dalamnya, lalu mereka senantiasa menjauhi dan meninggalkan segala larangan yang ada di dalamnya. Selain itu, mereka juga membenarkan al-Qur’an, meyakininya – bersumber dari Allah Swt —, dan tidak mendahulukan sesuatu apapun berupa qaul-qaul (perkataan-perkataan) yang menyelisihi al-Qur’an. Kemudian, mereka juga selalu membaca setiap lafadznya dan mempelajari isinya atau makna-maknanya.

Baca juga: Surah Al-An’am [6] Ayat 164: Seseorang Tidak Akan Memikul Dosa Orang Lain

Selanjutnya perkara khusus setelah membaca dan mempelajari al-Qur’an adalah salat. Salat merupakan tiang (pondasi) agama, cahaya bagi kaum Muslimin, barometer keimanan, serta tanda benarnya keislaman seorang hamba. Terakhir, menginfakkan sebagaian harta yang telah dikaruniakan kepada mereka. Infak ini dapat diberikan kepada karib-kerabat, orang-orang miskin, anak-anak yatim, dan selainnya baik secara diam-diam maupun terang-terangan. infak di sini mencakup zakat, sedekah, nadzar, dan pembayaran kafarat.

Ketiga hal tersebut adalah perniagaan yang tidak akan pernah mendatangkan kerugian. Hal itu disebabkan semua jenis perniagaan tersebut adalah perniagaan yang paling agung, paling tinggi, dan paling utama, karena semata-mata untuk mencari rida tuhan mereka, keuntungan berupa pahala dari-Nya, serta mencari keselamatan dari kemurkaan dan siksa-Nya. Namun, dengan syarat semua hal tersebut dikerjakan secara ikhlas. (Tafsir as-Sa’di, 1442 H.).

Demikianlah tiga jenis perniagaan yang telah dijelaskan, yaitu membaca dan mengamalkan al-Qur’an, menegakkan (mendirikan) salat, serta menginfakkan sebagian harta yang telah Allah karuniakan. Ketiga perniagaan tersebut adalah jenis perniagaan yang tidak akan pernah mengalami kerugian atau dengan kata lain akan mendatangkan keuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga kita dapat mengerjakan tiga jenis perniagaan tersebut.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Baca juga: Surah Al-Furqan [25] Ayat 67: Anjuran Bersedekah Secara Proporsional