Permulaan Tafsir Surah Qaf Ayat 1-5 diawali dengan penjelasan huruf muqatha’ah “Qaaf”, biasanya sebagai ungkapan mengenai pentingnya pembahasan yang ada di dalamnya. Selain itu, dalam Tafsir Surah Qaf Ayat 1-5 Allah bersumpah dengan kitab-Nya Alquran bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusannya.
Secara ringkas Tafsir Surah Qaf Ayat 1-5 menceritakan orang-orang di zaman Jahiliah yang mengingkari Rasulullah. Padahal Nabi Muhammad telah datang dengan membawa kebenaran dan peringatan.
Baca Juga: Bagaimana Tafsir atas Huruf Muqattaah?
Ayat 1
Telah diungkapkan sebelum ini bahwa huruf-huruf abjad yang ada pada permulaan surah biasanya memperingatkan betapa pentingnya perkara yang disebut kemudian, dan sering sekali yang disebut itu ialah sifat Al-Qur’an seperti yang disebutkan di sini.
Dalam ayat ini, Allah bersumpah dengan kitab-Nya, yang mengandung banyak berkah dan kebajikan (Al-Qur’an) yang sangat mulia bahwa Nabi Muhammad benar-benar seorang utusan-Nya yang memberi peringatan kepada kaumnya tentang adanya hari kebangkitan. Senada dengan pernyataan ini, dalam permulaan Surah Yasin juga telah diterangkan bahwa Nabi Muhammad sungguh-sungguh adalah salah seorang rasul yang diutus agar memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan. Oleh karena itu, mereka lalai dan disebut zaman Jahiliah.
Ayat 2
Mereka mengingkari kerasulan Nabi Muhammad, bahkan mereka itu bukan saja ragu-ragu dan mengingkari kerasulannya, malahan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang manusia yang memberi peringatan dari kalangan mereka sendiri. Mereka memandang sungguh aneh bahwa Allah mengutus seorang manusia seperti mereka sendiri, yang biasa makan-minum dan berkeluarga, yang biasa tidur dan kadang-kadang kena penyakit.
Mereka membayangkan bahwa seorang utusan Allah itu mesti malaikat seperti diterangkan dalam firman Allah:
اَبَشَرًا مِّنَّا وَاحِدًا نَّتَّبِعُهٗٓ
Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita? (al-Qamar/54: 24)
Dan firman Allah:
قَالُوْٓا اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا
Mereka berkata, “Kamu hanyalah manusia seperti kami juga.” (Ibrahim/14: 10)
Ayat 3
Setelah mereka memperlihatkan rasa terkejutnya tentang kerasulan Muhammad saw itu, mereka dengan penuh rasa keingkaran dan cemoohan berkata, “Apakah kami setelah mati dan setelah tulang-belulang kami menjadi tanah dan berserakan di dalam bumi, akan kembali hidup lagi?” Mereka memandang bahwa bangkit dari kubur itu suatu hal yang mustahil, yang tidak mungkin terjadi dan sama sekali tidak masuk akal, karena mereka mengukur kekuasaan Allah sama dengan kekuasaan mereka.
Baca Juga: Tafsir Surah Yasin ayat 51-52: Penyesalan di Hari Kebangkitan
Ayat 4
Allah mengemukakan dalil atas kebangkitan dari kubur karena Allah sungguh mengetahui apa yang telah dimakan dan dihancurkan oleh bumi dari tubuh-tubuh mereka, ke mana dari bagian-bagian tubuh manusia itu berpindah atau bergeser dan kemudian menjadi apa, sebab semua kejadian itu perinciannya ada di sisi Allah. Seluruhnya tercatat dan terpelihara dalam kitab yang menggambarkan bahwa tidak sulit bagi Allah untuk menghidupkan mereka kembali pada hari Kiamat, hari yang pasti akan datang.
Ayat 5
Sesungguhnya mereka telah mendustakan kerasulan Muhammad saw, Rasul yang diperkuat dengan mukjizat. Bila mereka mendustakan berita-berita yang dibawa oleh Rasulullah saw hal itu lebih meng-akibatkan celaka karena telah memutuskan hubungan antara Allah dengan rasul-Nya yang paling terhormat dan dicintai sebagai Sayyidul-Mur-salin.
Karena itu mereka terus-menerus berada dalam keadaan kacau-balau. Mereka mengingkari kerasulan dari kalangan manusia dan mereka ber-anggapan bahwa yang patut menjadi utusan Allah itu hanyalah mereka yang mempunyai kedudukan dan keturunan yang tinggi. Ucapan mereka itu disebut oleh Allah dalam firman-Nya:
لَوْلَا نُزِّلَ هٰذَا الْقُرْاٰنُ عَلٰى رَجُلٍ مِّنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيْمٍ
Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu dua negeri ini (Mekah dan Taif)?” (az-Zukhruf/43: 31)
Lebih celaka lagi karena mereka memandang Nabi itu sebagai seorang tukang sihir, dukun atau orang gila. Ucapan dan pandangan mereka itu menunjukkan bahwa mereka tidak tetap dalam pendirian, tidak tahu apa yang mereka ucapkan dan pikiran mereka selalu kacau-balau.
(Tafsir Kemenag)
Baca Setelahnya: Tafsir Surah Qaf ayat 6-11