BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Shad Ayat 14-17

Tafsir Surah Shad Ayat 14-17

Sebelumnya telah dijelaskan kisah kaum-kaum yang ingkar pada para utusan Allah sampai mereka menerima azab-Nya. Adapun Tafsir Surah Shad Ayat 14-17 menerangkan bahwa kisah-kisah tersebut juga telah disampaikan kepada kaum kafir Quraish, dengan harapan bahwa mereka mau mengambil pelajaran darinya.

Namun, mereka bersikap lain, tidak hanya mengingkari kenabian Muhammad, mereka juga mengingkari kisah-kisah terdahulu, bahkan juga mengingkari adanya azab Allah Swt, sebagaimana yang akan diterangkan dalam Tafsir Surah Shad Ayat 14-17 berikut.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Shad Ayat 12-13 (2)


Ayat 14

Allah menjelaskan penyebab mereka mendapat siksa dan mengalami kehancuran, yaitu karena umat-umat terdahulu itu mendustakan seruan para rasul Allah, maka sepantasnyalah mereka mendapat siksa dan mengalami kehancuran.

Kisah-kisah umat yang lalu itu dikemukakan kepada kaum musyrik Mekah, sebagai peringatan agar mereka insaf dan mau mengubah sikap yang mendustakan seruan Rasul dan sebaliknya menjadi umat yang taat dan menerima seruannya.

Kisah itu juga menjadi hiburan dan dorongan kepada kaum Mukminin agar tabah menghadapi siksaan dan penghinaan musuh-musuh Allah.

Kisah itu menjadi teladan bagi mereka bahwa perjuangan membela agama tauhid tentu mendapat pertolongan dari Allah dan pasti berakhir dengan kemenangan.

Ayat 15

Pada ayat ini, Allah mengancam kaum musyrik Mekah yang tidak mau mengubah keingkarannya kepada Rasul, dengan ancaman berupa teriakan yang amat keras dan cepat, sebagai tanda datangnya hari Kiamat yang membinasakan.

Pada saat itu, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengelakkan diri dari kebinasaan yang datang secara tiba-tiba dan tidak berselang sesaat pun.

Ayat 16

Pada ayat ini, Allah mengungkapkan keingkaran orang-orang kafir Mekah terhadap azab yang diancamkan kepada mereka. Mereka memperolok-olokkan Rasulullah setelah mendengar bahwa azab yang diancamkan kepada mereka itu ialah azab di hari Kiamat.

Mereka meminta kepada Allah agar azab yang diancamkan kepada mereka itu dipercepat datangnya dan tidak perlu ditunggu hingga hari perhitungan tiba.

Allah berfirman:

وَاِذْ قَالُوا اللهم  اِنْ كَانَ هٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَاَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ اَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ

Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (al-Anfal/8: 32)

Menurut riwayat Imam an-Nasa’i dari Ibnu ‘Abbas, bahwa orang yang meminta agar siksa Allah disegerakan datangnya itu ialah an-Nadhir bin Harist ‘Alaqah bin Kaladah. An-Nadhir mati terbunuh dalam Perang Badar.

Yang dimaksud dengan hari perhitungan ialah hari diperiksanya setiap amal seseorang, dengan pemeriksaan yang teliti agar mendapat balasan yang sesuai dengan amalnya. Terjadinya hari perhitungan itu didahului oleh teriakan keras yang membinasakan seluruh kehidupan pada hari Kiamat.


Baca Juga : Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 7-8: Hiasi Dirimu Dengan Amal Saleh, Bukan Perhiasan Dunia


Ayat 17

Allah memerintahkan kepada Rasulullah dan pengikut-pengikutnya agar tetap bersabar menghadapi apa saja yang dikatakan oleh kaum musyrikin, meskipun perkataan itu merupakan hinaan dan pendustaan.

Hal serupa itu tidak saja menimpa Rasulullah dan para pengikutnya, akan tetapi juga menimpa nabi-nabi yang diutus sebelumnya.

Bagi orang-orang yang beriman, pengingkaran dan penganiayaan yang datang dari pihak musuh-musuh Allah, tidaklah mengurangi semangat perjuangan mereka dalam menegakkan agama tauhid, bahkan menjadi pendorong untuk tetap mempertahankan kebenaran tauhid dan tetap berjuang menghancurkan kemusyrikan.

Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar mengingatkan kaumnya akan kisah Nabi Daud yang memiliki kekuatan.

Dimaksud kekuatan pada ayat ini ialah kekuatan dalam menaati Allah dan kekuatan dalam memahami agama.

Ketaatan kepada Allah dan pengetahuannya terhadap agama tergambar pada tindakannya yang selalu berjuang untuk melaksanakan amanat, menyebarluaskan seruan menganut agama tauhid, tanpa menampakkan kelemahan sedikit pun.

Nabi Daud terkenal sebagai nabi yang paling kuat beribadah. Ia menggunakan waktunya sepertiga malam untuk salat, dan selang sehari ia berpuasa.

Mengenai ketaatan Daud kepada Tuhannya lebih jauh dijelaskan dalam beberapa hadis sebagai berikut:

أَحَبُّ الصِّياَمِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كاَنَ يَصُوْمُ يَوْماً ويُفْطِرُ يَوْماً وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُوْمُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ. (رواه أحمد و البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي عن عبد الله بن عمرو بن العاص)

Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud. Dia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Salat yang paling dicintai Allah Ta‘ala ialah salat Daud, Dia tidur separuh malam, dan melakukan salat sepertiganya, lalu tidur lagi seperenamnya. (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa’i dari Abdullah bin ‘Amr).

Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Daud dalam segala urusan selalu mengembalikannya kepada Allah. Apabila ia merasa bersalah, atau terlintas dalam hatinya ada kesalahan pada dirinya, maka ia selalu meminta ampun kepada Allah.

Imam al-Hakim meriwayatkan dari Abµ Darda’ yang menyatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ دَاوُدَ وَ حَدَّثَ عَنْهُ قَالَ: كَانَ أَعْبَدَ الْبَشَرِ.

Apabila Nabi (Muhammad) saw menyebutkan Nabi Daud atau membicarakannya, maka beliau memberikan sifat bahwa ia adalah manusia yang paling banyak ibadahnya.

Imam Ad-dailami meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:

لاَ يَنْبَغِيْ لِأَحَدٍ أَنْ يَّقُوْلَ: إِنِّيْ أَعْبَدُ مِنْ دَاوُدَ

Tidak patut bagi seseorang mengatakan bahwa saya lebih banyak beribadah dari Nabi Daud.

Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Daud adalah nabi yang amat taat kepada Allah, sebagaimana ditegaskan oleh Allah pada akhir ayat ini.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Shad 18-20


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...