BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Ad Duha Ayat 7-11

Tafsir Surat Ad Duha Ayat 7-11

Setelah pada pembahasan sebelumnya berbicara mengenai anugerah dan nikmat yang diberikan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw, pada Tafsir Surat Ad Duha Ayat 7-11 ini berbicara mengenai hal-ihwal pada masa diturunkannya Alquran kepada Nabi Muhammad saw.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Ad Duha Ayat 1-6


Hal-ihwal yang dibahas dalam Tafsir Surat Ad Duha Ayat 7-11 ini adalah keadaan masyarakat Arab pada waktu itu yang sangat jauh dari akhlak terpuji dan suka berpecah belah menjadi suuku-suku dan kabilah-kabilah serta bermusuhan satu sama lain. Maka dari itulah Nabi Muhammad saw diutus untuk mengajarkan akhlak terpuji dengan syariat yang diturunkan oleh Allahs saw berupa Alquran.

Selain itu dalam Tafsir Surat Ad Duha Ayat 7-11 ini Allah juga memerintahkan Nabi Muhammad untuk selalu berbelas kasih kepada kaumnya. Misalnya ketika kaumnya bertanya maka dijawab dengan kasih sayang dan lemah lembut.

Ayat 7

Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan, bahwa Dia mendapatkan Nabi Muhammad dalam keadaan tidak mengerti tentang syariat dan tidak mengetahui tentang Alquran. Kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya.

Hal yang sangat membingungkan Nabi Muhammad adalah apa yang dilihatnya di kalangan bangsa Arab sendiri tentang kerendahan akidah, kelemahan pertimbangan disebabkan pengaruh dugaan-dugaan yang salah, kejelekan amal perbuatan, dan keadaan mereka yang terpecah-belah dan suka bermusuhan. Mereka menuju kepada kehancuran karena memakai orang-orang asing yang leluasa bertindak di kalangan mereka yang terdiri dari bangsa Persi, Habsyi, dan Romawi.

Jalan apakah yang harus ditempuh untuk membetulkan akidah-akidah mereka, membebaskan mereka dari pengaruh adat istiadat yang buruk itu, dan cara bagaimana yang harus dijalankan untuk membangunkan mereka dari tidur yang nyenyak itu?

Umat-umat nabi lain pun tidak lebih baik keadaannya daripada umatnya. Tetapi walaupun begitu, Allah tidak membiarkan Nabi Muhammad menjalankan dakwah tanpa bantuan-Nya. Allah bahkan memberikan wahyu yang menjelaskan kepadanya jalan yang harus ditempuh dalam usaha memperbaiki keadaan kaumnya. Allah berfirman:

وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَا ۗمَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَا

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) rµh (Alquran) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Alquran) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Alquran itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. (asy-Syµra/42: 52)

Ayat 8

Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang miskin. Ayahnya tidak meninggalkan pusaka baginya kecuali seekor unta betina dan seorang hamba sahaya perempuan. Kemudian Allah memberinya harta benda berupa keuntungan yang amat besar dari memperdagangkan harta Khadijah dan ditambah pula dengan harta yang dihibahkan Khadijah kepadanya dalam perjuangan menegakkan agama Allah.

Dari keterangan-keterangan tersebut di atas, sesungguhnya Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa Dialah yang memeliharanya dalam keadaan yatim, menghindarkannya dari kebingungan, dan menjadi-kannya berkecukupan. Allah tidak akan meninggalkan Nabi Muhammad selama hidupnya.


Baca juga: Menepis Anggapan “al-Yawma Akmaltu Lakum Dinakum” sebagai Ayat yang Terakhir Turun


Ayat 9

Sesudah menyatakan dalam ayat-ayat terdahulu tentang bermacam-macam nikmat yang diberikan kepada Nabi Muhammad, maka pada ayat ini, Allah meminta kepada Nabi-Nya agar mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, serta tidak menghina anak-anak yatim dan memperkosa haknya.

Sebaliknya, Nabi Muhammad diminta mendidik mereka dengan adab dan sopan-santun, serta menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa mereka, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna, tidak menjadi bibit kejahatan yang merusak orang-orang yang bergaul dengannya. Nabi Muhammad bersabda:

أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ

(رواه الترمذي عن سهل بن سعد)

Aku (kedudukanku) dan orang yang mengasuh anak yatim di surga (sangat dekat), seperti dua ini (dua jari, yaitu telunjuk dan jari tengah).(Riwayat at-Tirmizi dari Sahl bin Sa’ad)

Barang siapa yang telah merasa kepahitan hidup dalam serba kekurangan maka selayaknya ia dapat merasakan kepahitan itu pada orang lain. Allah telah menghindarkan Nabi Muhammad dari kesengsaraan dan kehinaan, maka selayaknya Nabi memuliakan semua anak yatim sebagai tanda mensyukuri nikmat-nikmat yang dilimpahkan Allah kepadanya.

Ayat 10

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar orang-orang yang meminta sesuatu kepadanya jangan ditolak dengan kasar dan dibentak, malah sebaliknya diberi sesuatu atau ditolak secara halus. Ada pendapat bahwa yang dimaksud dengan kata as-sa’il adalah orang yang memohon petunjuk, maka hendaknya pemohon ini dilayani dengan lemah lembut sambil memenuhi permohonannya.

Ayat 11

Dalam ayat ini, Allah menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad agar memperbanyak pemberiannya kepada orang-orang fakir dan miskin serta mensyukuri, menyebut, dan mengingat nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadanya.

Menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bukanlah untuk membangga-banggakan diri, tetapi untuk mensyukuri dan mengharapkan orang lain mensyukuri pula nikmat yang telah diperolehnya. Dalam sebuah hadis, Nabi saw mengatakan:

لاَ يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ.

(رواه أبو داود والترمذي عن أبي هريرة)

Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia tidak mensyukuri Allah. (Riwayat Abµ D±wud dan at-Tirmizi dari Abµ Hurairah).

Kebiasaan orang-orang kikir sering menyembunyikan harta kekayaannya untuk menjadi alasan tidak bersedekah, dan mereka selalu memperdengarkan kekurangan. Sebaliknya, orang-orang dermawan senantiasa menampakkan pemberian dan pengorbanan mereka dari harta kekayaan yang dianugerahkan kepada mereka dengan menyatakan syukur dan terima kasih kepada Allah atas limpahan karunia-Nya itu.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Insyirah Ayat 1-4


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...